Radar Tuban – Sebelum memimpin pertandingan sepak bola, ada sebuah ritual yang nyaris tak pernah ditinggalkan Joni, sapaan akrab Joni Pristiwahono. Sembari memegang si kulit bundar di tangan kirinya, dia berdoa. Harapannya, diberi kelancaran selama memimpin pertandingan.
Kepada Jawa Pos Radar Tuban, dia tak membuka doa yang dilafalkannya tersebut. Sebelumnya, di tepi lapangan, Joni mengecek semua peranti dan perlengkapan penunjang sang pengadil lapangan. Mulai peluit, buku pelanggaran, koin, kartu pelanggaran, dan jam tangan.
Tugas referee tidaklah ringan. Selama pertandingan, wasit di bawah naungan Komite Wasit Askab PSSI Tuban itu tidak hanya fokus pada laju bola. Dalam waktu bersamaan, dia juga harus mengawasi pergerakan pemain, asisten wasit, hingga ofisial tim. Bukan hanya itu. Wasit juga dituntut mendinginkan suasana ketika terjadi tegangan antar pemain.
Seperti ketika memimpin final pertandingan sepak bola Bancar Cup di lapangan Kanjeng City Desa Margosuko, Kecamatan Bancar, Minggu (20/9). Joni berusaha meredakan tensi pemain agar pertandingan berjalan fair play dan tidak berbuntut ricuh.
‘’Kalau memim pin per tandingan tarkam sering dikejar. Kalau teror (bentuk ejekan dan lainnya, Red) sering, tapi ya wajar,’’ kata dia. Pertandingan Piala Soeratin U-17 antara Persebaya Surabaya dan Persepon Ponogoro di Lapangan Brigif-2 Marinir Gedangan Sidoarjo pada 21 Oktober 2019 tak pernah hilang dari ingatannya. Dia diserbu pemain setelah mengganjar kartu merah untuk pemain Persepon.
‘’Untuk pertandingan resmi, ya cuma itu dikeroyok pemain,’’ ujar pria kelahiran Banyuwangi itu. Tingginya jam terbang memimpin pertandingan menjadi pengalaman berharga bagi Joni. ‘’Hal yang harus dijunjung tinggi setiap memimpin pertandingan adalah aturan dan kode etik,’’ kata dia.
Alumnus SMK 45 Badung, Denpasar itu sejak kecil sudah menyukai sepak bola. Belajar otodidak mengantarkan Joni muda meniti karir di dunia sepak bola. Posisi stopper menjadi andalannya setiap pertandingan.
Dua tahun setelah lulus SMK, persisnya pada 2005, dia bergabung dengan tim U-18 dan U-23 Persewangi, Banyuwangi. Karir Joni melejit hingga masuk Persewangi senior pada 2006. Pada tahun yang sama, dia melepas lajang dengan mempersunting gadis asal Desa Demit, Kecamatan Jatirogo.
Pada 2007, pria bertubuh ramping dan berisi itu hijrah ke Persela U-23. Dua tahun kemudian, dia kembali ke Persewangi yang bertanding di Divisi I hingga 2010. Di tim yang membesarkannya, Joni ikut mengantarkan Persewangi lolos Divisi Utama pada kompetisi 2009.
Untuk mengembangkan karirnya, dia sempat bergabung dengan Persik Kediri pada 2011. Karena sering pulang ke kampung istrinya, Demit, Joni pun berupaya mengikuti seleksi Persatu Tuban pada 2012 era pelatih Ali Sunan. Ikhtiar itu gagal hingga akhirnya dia bergabung ke PS Badung Bali pada 2014 serta Persepon Ponorogo 2014 Liga 3.
‘’Pada 2014, saya mulai fokus mengambil wasit C3 di Banyuwangi,’’ ujar dia. Setelah memiliki lisensi dasar, Joni turun di sejumlah pertandingan. Mulai menjadi asisten wasit hingga wasit. Meski telah mengantongi lisensi, dia masih belum gantung sepatu.
Pada 2014, Joni kembali mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi di Persatu. Dia pun kembali gagal. ‘’Jadi dua kali saya gagal lolos seleksi di Persatu,’’ kenang dia. Setahun kemudian, Joni bergabung dengan tim Jatirogo pada Bupati Cup 2015.
Dari situlah, dia mendapatkan jalan untuk meniti karir sebagai wasit di bawah naungan Askab PSSI Tuban. Sejumlah pertandingan di Tuban mulai dipimpinnya. Pada 2017, Joni mengantongi lisensi C2 level provinsi. Sejumlah pertandingan level provinsi pun dipimpinnya. Di antaranya, Liga 3 2018 dan Liga 3 2019 regional Jatim.
Untuk menaikkan level, pada 2018, Joni mengikuti seleksi lisensi C1, namun gagal setelah salah satu fase tak berhasil dilalui. Dia pun tak patah arang. Pada Maret 2019, Joni kembali mengikuti lisensi kepelatihan C1 dan berhasil.
Pada tahun yang sama, pertandingan bergengsi di Jatim dipimpinnya. Di antaranya, Piala Soeratin U-17 2019, Liga 3 regional Jatim, dan Porprov VI 2019. Bahkan, dia dipercaya sebagai asisten wasit saat friendly match Persatu versus Madura United pada 15 Juni 2019 di Stadion Bumi Wali, kompleks Tuban Sport Center (TSC).
Tahun ini, sebenarnya dia menargetkan next level menuju Liga 2. Obsesi tersebut terbentur pandemi Covid-19 yang berimbas pada diliburkannya kompetisi. ‘’Ya, sekarang fokus kerja sambil tetap menjaga ke bugaran dan fisik di rumah,’’ ujar dia yang mengaku menggeluti pekerjaan sebagai teknisi listrik dan closed circuit television (CCTV). Sebelum pandemi Covid-19, kebugaran dan kondisi fisik wasit di Jatim terus dipantau. Salah satunya melalui program berlatih bersama antarwasit di Jatim setiap pekan.