31.2 C
Bojonegoro
Wednesday, June 7, 2023

OLEH: KHORIJ ZAENAL A *

Dramaturgi Politik Dibingkai Romansa

- Advertisement -

Bagaimanakah menggabungkan cerita romansa, pergolakan politik masa lampau, hingga gadis berambut panjang, dalam sekuel cerita pendek (cerpen). Buku antologi cerpen karya Ichwan Arifin ini mencoba meracik dalam sebuah kisah berlatar kota-kota di dunia.

 

SEKIRANYA, kisah asmara menjadi bagian yang seksi ketika berbicara tentang karya-karya cerpen. Ada kisah, dramaturgi, hingga pergolakan batin terjadi. Tapi, semuanya itu menjadi episode-episode dituangkan dalam barisan kalimat. Bahwa, ada pesan tersirat disampaikan. Pembingkaian pesan dikonstruk dalam sebuah romansa.

 

Buku berjudul Darah Juang, Ode untuk Alexandra, ini terbit dengan 103 halaman. Menyajikan 9 cerpen. Rerata cerpen ini sudah tayang di media cetak dan webstie. Terutama tayang di Jawa Pos Radar Bojonegoro pada rubrik Lembar Budaya. Juga, di Suara Merdeka dan beritajatim.com.

- Advertisement -

 

Saya sudah membacanya cerpen-cerpen ini ketika tayang di koran. Namun, ada nuansa berbeda ketika suguhan sembilan cerpen ini dibaca dalam lembaran-lembaran buku. Ada rasa yang berkait meskipun cerpen ini dijejak dalam waktu dan tempat berbeda.

 

Ichwan Arifin mencoba membangun peristiwa-peristiwa politik masa lampau dibingkai sebuah cerita romansa. Rerata sembilan cerpen ini dengan latar peristiwa pergolakan politik yang belum terjawab hingga saat ini.

 

Misalnya, tentang Dora Alexandra. Sosok mahasiswi kritis memiliki nalar politik melawan Orde Baru. Saat peristiwa Mei 1998, banyak demonstrasi mahasiswa di jalanan ibu kota. Hingga meletus amuk massa dengan sasaran pertokoan dan pusat bisnis dimiliki etnis Tionghoa. Sejak saat itu, Dora Alexandra hilang. Para aktivis kehilangan jejak. Keberadaan Dora seperti lenyap ditelan bumi.

 

Tidak hanya peristiwa Mei 1998, dalam cerpen Lelaki Tua di Kota Praha, Ichwan Arifin juga membeberkan peristiwa G30S/1965. Penuduhan-penuduhan PKI dan golongan komunis selama Orde Baru.

Lembaran berikutnya cerpen berjudul Musim Semi di Budapest, lagi-lagi Ichwan Arifin mencuplik peristiwa pembelahan masyarakat atas nama orde. Labelisasi tapol/napol, hingga politisasi agama.

 

Lagi-lagi, peristiwa politik usai kemerdekaan juga menjadi bumbu dalam cerpen berjudul Lamunan di Burj Khalifa. Peristiwa G30S/1965 diracik dengan pembubaran nonton film Act of Killing yang berkisah tentang sudut pandang pelaku pembunuhan.

 

Tidak hanya politik, peristiwa seni dan budaya juga menjadi serpihan-serpihan cerpen berjudul Semburat Merah di Langit Temayang. Ichwan memotret periode 1960-1965, banyak partai politik mendirikan organisasi sayap bidang seni dan budaya. Ada LKN, Lesbumi, hingga Lekra.

 

Membaca antologi cerpen ini seakan memasuki mesin waktu. Semua cerpen ini dengan latar lokasi berbeda-beda. Seperti traveler, Ichwan mencoba membangun perjalanannya ke beberapa negara menjadi sebuah kisah. Dibalut dengan peristiwa politik dan asmara.

 

Mulai perjalanan ke Benua Biru. Misalnya ketika di Praha, Ceko, menjadi latar dalam cerpen Lelaki Tua di Kota Praha. Juga, ketika di Wina atau Vienna, Ibukota Austria. Hingga di Budapest, Hongaria.

 

Begitu juga ketika perjalanannya di Amerika saat mengunjungi Manhattan, pasca kejadian pengeboman World Trade Centre (WTC) 1993. Kisahnya berlanjut dalam cerpen lainnya ketika berada di Burj Khalifa. Sebuah gedung pencakar langit di Dubai, Uni Emirat Arab.

Hingga pergolakan batin ketika berada di Hagia Sophia dan tetesan air mata saat di depan Kakbah. Hanya, satu cerpen menitik latar di Bojonegoro, yakni Semburat Merah di Langit Temayang.

 

Ada beberapa penokohan nama-nama perempuan dari sembilan cerpen dalam buku baru dirilis November 2022 ini. Mulai Alexandra, Tatiana, Malka, Zahra, Aisha, Ayunda Felicia, hingga Saraswati.

 

Dari sembilan cerpen ini, Ichwan kerap kali menulis sosok-sosok perempuan dengan peringai cantik. Berkulit putih, bersinar, dan mata bening. Juga, sosok perempuan dengan rambut panjang terurai.

Entah sadar atau kesengajaan, penjabaran sosok perempuan dengan identitas rambut terurai itu selalu terselip dalam sembilan cerpen. Lantas, siapa sosok perempuan berambut terurai itu? (*)

ILustrasi (Istimewa For RDR.BJN)

Judul Buku

Darah Juang, Ode untuk Alexandra

Penulis

Ichwan Arifin

 Penerbit

Ladang Kata

 Cetakan

November, 2022,

Tebal

103 halaman

 

 

 

*) Wartawan Radar Bojonegoro

Bagaimanakah menggabungkan cerita romansa, pergolakan politik masa lampau, hingga gadis berambut panjang, dalam sekuel cerita pendek (cerpen). Buku antologi cerpen karya Ichwan Arifin ini mencoba meracik dalam sebuah kisah berlatar kota-kota di dunia.

 

SEKIRANYA, kisah asmara menjadi bagian yang seksi ketika berbicara tentang karya-karya cerpen. Ada kisah, dramaturgi, hingga pergolakan batin terjadi. Tapi, semuanya itu menjadi episode-episode dituangkan dalam barisan kalimat. Bahwa, ada pesan tersirat disampaikan. Pembingkaian pesan dikonstruk dalam sebuah romansa.

 

Buku berjudul Darah Juang, Ode untuk Alexandra, ini terbit dengan 103 halaman. Menyajikan 9 cerpen. Rerata cerpen ini sudah tayang di media cetak dan webstie. Terutama tayang di Jawa Pos Radar Bojonegoro pada rubrik Lembar Budaya. Juga, di Suara Merdeka dan beritajatim.com.

- Advertisement -

 

Saya sudah membacanya cerpen-cerpen ini ketika tayang di koran. Namun, ada nuansa berbeda ketika suguhan sembilan cerpen ini dibaca dalam lembaran-lembaran buku. Ada rasa yang berkait meskipun cerpen ini dijejak dalam waktu dan tempat berbeda.

 

Ichwan Arifin mencoba membangun peristiwa-peristiwa politik masa lampau dibingkai sebuah cerita romansa. Rerata sembilan cerpen ini dengan latar peristiwa pergolakan politik yang belum terjawab hingga saat ini.

 

Misalnya, tentang Dora Alexandra. Sosok mahasiswi kritis memiliki nalar politik melawan Orde Baru. Saat peristiwa Mei 1998, banyak demonstrasi mahasiswa di jalanan ibu kota. Hingga meletus amuk massa dengan sasaran pertokoan dan pusat bisnis dimiliki etnis Tionghoa. Sejak saat itu, Dora Alexandra hilang. Para aktivis kehilangan jejak. Keberadaan Dora seperti lenyap ditelan bumi.

 

Tidak hanya peristiwa Mei 1998, dalam cerpen Lelaki Tua di Kota Praha, Ichwan Arifin juga membeberkan peristiwa G30S/1965. Penuduhan-penuduhan PKI dan golongan komunis selama Orde Baru.

Lembaran berikutnya cerpen berjudul Musim Semi di Budapest, lagi-lagi Ichwan Arifin mencuplik peristiwa pembelahan masyarakat atas nama orde. Labelisasi tapol/napol, hingga politisasi agama.

 

Lagi-lagi, peristiwa politik usai kemerdekaan juga menjadi bumbu dalam cerpen berjudul Lamunan di Burj Khalifa. Peristiwa G30S/1965 diracik dengan pembubaran nonton film Act of Killing yang berkisah tentang sudut pandang pelaku pembunuhan.

 

Tidak hanya politik, peristiwa seni dan budaya juga menjadi serpihan-serpihan cerpen berjudul Semburat Merah di Langit Temayang. Ichwan memotret periode 1960-1965, banyak partai politik mendirikan organisasi sayap bidang seni dan budaya. Ada LKN, Lesbumi, hingga Lekra.

 

Membaca antologi cerpen ini seakan memasuki mesin waktu. Semua cerpen ini dengan latar lokasi berbeda-beda. Seperti traveler, Ichwan mencoba membangun perjalanannya ke beberapa negara menjadi sebuah kisah. Dibalut dengan peristiwa politik dan asmara.

 

Mulai perjalanan ke Benua Biru. Misalnya ketika di Praha, Ceko, menjadi latar dalam cerpen Lelaki Tua di Kota Praha. Juga, ketika di Wina atau Vienna, Ibukota Austria. Hingga di Budapest, Hongaria.

 

Begitu juga ketika perjalanannya di Amerika saat mengunjungi Manhattan, pasca kejadian pengeboman World Trade Centre (WTC) 1993. Kisahnya berlanjut dalam cerpen lainnya ketika berada di Burj Khalifa. Sebuah gedung pencakar langit di Dubai, Uni Emirat Arab.

Hingga pergolakan batin ketika berada di Hagia Sophia dan tetesan air mata saat di depan Kakbah. Hanya, satu cerpen menitik latar di Bojonegoro, yakni Semburat Merah di Langit Temayang.

 

Ada beberapa penokohan nama-nama perempuan dari sembilan cerpen dalam buku baru dirilis November 2022 ini. Mulai Alexandra, Tatiana, Malka, Zahra, Aisha, Ayunda Felicia, hingga Saraswati.

 

Dari sembilan cerpen ini, Ichwan kerap kali menulis sosok-sosok perempuan dengan peringai cantik. Berkulit putih, bersinar, dan mata bening. Juga, sosok perempuan dengan rambut panjang terurai.

Entah sadar atau kesengajaan, penjabaran sosok perempuan dengan identitas rambut terurai itu selalu terselip dalam sembilan cerpen. Lantas, siapa sosok perempuan berambut terurai itu? (*)

ILustrasi (Istimewa For RDR.BJN)

Judul Buku

Darah Juang, Ode untuk Alexandra

Penulis

Ichwan Arifin

 Penerbit

Ladang Kata

 Cetakan

November, 2022,

Tebal

103 halaman

 

 

 

*) Wartawan Radar Bojonegoro

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/