HADIRNYA-ide dana abadi pendidikan berkelanjutan yang sedang diajukan Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah kepada DPRD berwujud Perda, menarik untuk didukung. Terlebih, keberadaan dana abadi dalam konteks pendidikan, memiliki signifikansi jelas mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul di masa mendatang. Jika Raperda terealisasi menjadi Perda, tentu buta huruf di Kota Ledre ini akan terkikis dari waktu ke waktu. Di samping itu, semangat mengenyam pendidikan lanjutan masyarakat Bojonegoro akan tumbuh subur, dan tidak ada lagi alasan “tidak atau putus sekolah” karena sebab tidak ada biaya.
Perlu diketahui, perencanaan dana abadi pendidikan berkelanjutan, telah memiliki payung hukum. Yakni, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Adapun sasaran yang akan diwujudkan dalam raperda tentang Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan Daerah (DAPBD), adalah untuk mempersiapkan SDM yang unggul di masa depan melalui pembiayaan pendidikan yang berkelanjutan. Selain itu, untuk meningkatkan dan memperkuat kesempatan pendidikan bagi masyarakat dan menjamin keberlangsungngan pendanaan pendidikan bagi generasi berikutnya melalui pengelolaan yang optimal.
Pada tahap mempersiapkan SDM unggul masa depan jelas perlu biaya. Bahkan menurut Prof. Dr. Made Pidarta (2013:278), SDM yang produktif akan terwujud bila nominal biaya pendidikan ditingkatkan. Bila kemudian Bue -sapaan akrab ibu Bupati Bojonegoro- memiliki “Perda” DAPBD dengan nominal 3 triliun mulai dari 2022, 2023, dan 2024 dengan skema beasiswa pendidikan jenjang PT, hal itu tentu ini akan berdampak kepada peningkatan IPM Kabupaten Bojonegoro.
Kemudian pada upaya meningkatkan dan memperkuat kesempatan pendidikan bagi masyarakat, “Perda” DAPBD memberi angin segar bagi masyarakat Bojonegoro untuk tidak khawatir terhadap wajibanya belajar akibat terkendala biaya. Coba kita tengok sebuah survei nasional tahun 2003 lalu, di mana sekitar 6,7 persen dari 40 juta anak usia sekolah terpaksa putus sekolah. Dan sekitar 67,6 persen anak-anak yang putus sekolah ini menyatakan berhenti sekolah karena orang tuanya tidak mampu lagi membayar biaya-biaya sekolah yang terus meningkat setiap tahunnya.
Dengan demikian jelas, akar dari masalah pendidikan adalah pembiayaan. Karenanya, tanpa upaya pemerintah meningkatkan pembiayaan, pendidikan kita sulit untuk bisa keluar dari krisis. Karenanya, pengalokasian Pemkab Bojonegoro untuk mengarusutamakan pembangunan masyarakat terdidik melalui penyediaan DAPBD, dalam bahasa Azyumardi Azra (2020:72), adalah bentuk tanggung jawab atas pendanaan pendidikan, sebagai bagian dari penopang akselerasi SDM Unggul Bojonegoro di masa mendatang.
Adapun yang terakhir, jaminan keberlangsungan pendanaan pendidikan bagi generasi berikutnya melalui pengelolaan yang optimal memiliki dua makna. Pertama, dari sisi efisiensi, penyediaan DAPBD adalah cara terkini mentukan efisiensi pemakaian dana pendidikan. Artinya, pada aspek kuantitatif berpatokan kepada perencanaan penyediaan DAPBD, dan pada aspek kualitatifnya berpegang pada konsep-konsep pendidikan yang benar.
Kedua, selain pada fungsi efisiensi, biaya pendidikan tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif. Artinya, apakah sejumlah biaya tertentu dapat memberikan hasil pendidikan yang sudah ditentukan. Apalagi, suatu pekerjaan disebut efektif, bila itu dikerjakan dengan tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Maka, pada tahap ini, penyediaan DAPBD diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan semula agar benar-benar tercapai, guna membentuk akhlak, moral, budi pekerti (karakter) pelajar sebagai langkah fundamental untuk membentuk karakter bangsa.
Akhirnya, perhatian pemerintah melalui penyediaan DAPBD ini perlu didukung teralisasi berwujud Perda. Agar mutu dan jaminan pemerataan pendidikan di Bojonegoro segera terwujud.
M. JAUHARUL MA’ARIF
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro