SAYA tidak pernah absen menonton setiap laga Persela di Liga 1. Begitu juga ketika Persela menghadapi rivalnya Barito Putera di Stadion Kompyang Sujana, Jumat malam (18/2). Melalui layar komputer di kantor, saya dan beberapa rekan kerja nobar. Tangan saya spontan menggenggam dan berteriak kegirangan, ketika Rahel Radiansyah membuat tim kebanggaan warga Lamongan memimpin 1-0.
Teriakan makin keras dari teman-teman sekantor pecah, ketika Gian Zola memperbesar keunggulan menjadi 2-0. Kami berangan-angan, Laskar Joko Tingkir akan bisa menang mudah. Tentu harapan besarnya membuka peluang keluar dari zona degradasi. Tapi kegembiraan kami ternyata hanya bertahan kurang dari sepuluh menit. Barito Putera membalas cepat dan memaksa laga dibabak pertama berakhir 2-2.
Kekesalan saya membuncah, ketika tim lawan justru mampu melakukan epic comeback di babak kedua. Tawa canda rekan sekantor tiba-tiba berubah menjadi ucapan cak – cek, karena hingga wasit meniup peluit panjang, Persela terpaksa mengakui keunggulan Barito Putera dengan skor 2-4. Saya pulang dengan hati yang mendidih.
Menilik peluang Persela yang menyisakan 8 pertandingan. Rasa optimis Persela lolos dari zona degradasi sebenarnya masih terjaga di dalam lubuk hati saya. Namun, terkadang rasa optimis tersebut teralihkan oleh pikiran realistis hitung – hitungan poin aman untuk lolos dari zona degradasi. Dari 8 pertandingan tersisa, calon lawan yang akan di hadapi oleh Persela adalah tim – tim yang berjuang di papan atas untuk merebutkan juara BRI Liga 1 musim 2021/ 2022. Persib Bandung, Bali United, juga Bhayangkara FC menjadikan Persela sebagai bidikan meraih tiga poin di sisa lanjutan Liga 1. Melawan tim kompetitor papan bawah seperti Persik Kediri dan Barito Putera saja, Persela tak mampu meraih kemenangan. Apalagi melawan tim yang masih berpeluang untuk menjadi juara??.
Usai Persela mengalami kekalahan menyakitkan dari Barito Putera, notifikasi WA dan DM akun instagram saya mendadak ramai. Mayoritas pesan yang masuk ramai membahas prestasi Persela yang anjlok. Bahkan di salah satu grup WA alumni sekolah saya, juga mendadak ramai malam itu.
Anggota grup yang biasanya tak pernah mengikuti perkembangan Persela, mendadak ikut nimbrung masalah Persela. Sebagian mereka juga membuka memori indah masa jaya Persela awal tahun 2000-an. Anehnya, beberapa juga mengaitkan kondisi Persela saat ini dengan kinerja pemerintahan di Lamongan. Termasuk penanganan jalan rusak, banjir, dan infrastruktur. Padahal, menurut saya, dua hal itu tidak berkorelasi.
Tujuannya tentu jelas, menghubungkan prestasi Persela dengan pemimpin Kota Soto saat ini. Bagi saya, mereka yang menghubungkan itu, hanya terbawa arus emosi sesaat. Yang cukup rawan ditunggangi para pemilik kepentingan pribadi. Itupun terlihat dalam beberapa unggahan di sosial media. Saya merasa mereka hanya tahu kulitnya, tapi tidak memahami mendalam tentang permasalahan Persela sebenarnya. Bagi saya, siapapun yang memimpin Lamongan, belum tentu bisa menjamin Persela tidak terpuruk, dalam situasi yang sulit seperti ini.
Saya tidak pro terhadap pihak manapun. Saya pun sama, hanya ingin Persela tetap bertahan dikompetisi kasta teratas di Indonesia. Tapi mari coba kita berpikir sejenak, agar bisa lebih bijak memahami persoalan ini. Ada sejumlah persoalan pelik yang dialami skuad Persela, menghadapi kompetisi dengan sistim bubble to bubble di masa pandemi ini.
Jika kita mengikuti perjalanan Persela sejak putaran pertama, Persela tidak pernah tampil secara full team. Putaran pertama, Jabar Sharza datang di saat Persela sudah memainkan beberapa pertandingan. Gelandang berpaspor Brazil Guilherme Batata Felipe de Castro, juga tidak bisa tampil sejak awal, karena mengalami cidera.
Berbagai cara dan perubahan untuk menyelamatkan Persela sebenarnya sudah banyak dilakukan. Bahkan di awal putaran kedua pelatih kepala yang sempat di isi oleh Iwan Setiawan, diganti oleh Jafri Sastra asal Payakumbuh, Sumatera Barat yang sebelumnya melatih PSPS Pekanbaru.
Perombakan tak hanya di kursi kepealatihan saja. Posisi Manajer Persela juga terjadi pergeseran. Eks pemain Persela Taufiq Kasrun menggantikan Edy Yunan Ahmadi. Begitu juga pemain asing, yang juga mengalami pergantian. Striker asing, Ivan Carlos yang menyumbang 4 gol di putaran pertama dinilai masih kurang produktif. Posisinya digantikan oleh pemain asing senegaranya, Jose Wilkson Teixeira Rocha dengan status peminjaman dari tim Persebaya.
Yang mengejutkan, posisi pemain asing Asia, Jabar Sharza juga turut diganti. Padahal di akhir putaran pertama, Jabar dinilai oleh beberapa orang sudah mulai nyetel dengan strategi Persela. Posisinya digantikan oleh Pemain berpaspor Irak, Selwan Senan Chasib Al-Jaberi. Jose Wilkson memberi sedikit harapan kepada penggemar Persela, penampilan perdana ia langsung cetak gol. Juga Al-Jaberi, yang menjadi penyelamat Persela dari kekalahan atas Persebaya.
Namun, bencana Covid-19 yang sedang melanda, juga turut menjadi salah satu hambatan bagi tim yang berdiri Tahun 1967 tersebut. Silih berganti pelatih, pemain, dan official terpapar Covid-19. Bahkan yang paling miris dan membuat hati fans Persela marah, yakni insiden salah ketik hasil tes Covid-19, jelang melawan Persebaya. Itu juga sempat menggegerkan oleh semua pecinta sepakbola Indonesia.
Di putaran kedua ketika pemain sudah mulai komplit, bencana Covid – 19 menjadi salah satu penghalang. Bahkan ketika melawan Madura United, di daftar susunan pemain Persela hanya memasukkan 13 pemain di dalam daftar susunan pemain (DSP). Miris memang, harus tetap melanjutkan kompetisi dalam keadaan yang serba apa adanya seperti Persela.
Berbeda dengan pelatih – pelatih terdahulu yang hadir di saat prestasi Persela jeblok. Diantaranya Aji Santoso dan Nil Maizar. Berbeda dengan sekarang. Jafri Sastra hingga sembilan pertandingan terakhir, belum mampu mengantarkan Persela meraih Kemenangan. Pelatih yang akrab di sapa Coach JS ini belum bisa menjadi “Juru Selamat” bagi Laskar Joko Tingkir.
Bahkan posisi Persela kini “Jadi Sengsara” di posisi 17 klasmen sementara. Optimistis karena tak rela turun kasta, atau realistis karena sisa pertandingan yang tersisa. Sudah siapkah pecinta bola Lamongan untuk mengawal tim biru muda di kasta kedua musim depan?. Wassalam. (*)
Lamongan, Bupati Lamongan, Bupati Yes, Persela,