DEKLARASI Partai Nasdem (3 Oktober 2022) yang akan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden layak dianggap sebagai langkah berani. Mengingat, tahapan resmi pencalonan presiden Pemilu 2024 baru akan dibuka Oktober 2023. Masih satu tahun lagi. Delapan parpol yang lain juga belum ada yang mendeklarasikan calonnya.
Tentu, deklarasi capres oleh Nasdem tersebut belum final. Apa yang diputuskan saat ini belum menjamin tidak akan berubah di kemudian hari. Politik itu sangat dinamis. Sering cepat berubah sesuai tiupan angin. Guyonannya: sore dele esok tempe (sore berupa kedelai, paginya menjadi tempe). Tahun ini ikut Partai A. Tahun depan ikut Partai B sambil menjelek-jelekkan Partai A.
Mengapa pencapresan Anies oleh Nasdem mungkin masih bisa berubah? Pertama, Partai Nasdem belum memenuhi syarat untuk dapat mengajukan capres sendirian. Kursi Nasdem di DPR-RI hanya 59. Nasdem masih harus menggandeng partai lain untuk berkoalisi agar jumlah kursinya mencapai minimal 115 kursi. Atau, mencapai 20 persen dari jumlah kursi anggota DPR-RI hasil Pemilu 2019.
Berdasarkan Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, jumlah kursi anggota DPR-RI sebanyak 575. (Pasal 186). Sedangkan partai politik, atau gabungan partai politik yang berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah yang memiliki 20 persen dari jumlah kursi anggota DPR-RI. Atau, memiliki suara minimal 25 persen dari hasil pemilu. (Pasal 222).
Dari hasil Pemilu 2019, ada sembilan parpol yang mendapatkan kursi di DPR-RI. PDI Perjuangan memperoleh 128 kursi, Partai Golkar 85, Gerindra 78, Nasdem 59, PKB 58, Demokrat 54, PKS 50, PAN 44, dan PPP 19 kursi. Dari data tersebut, hanya PDI-P satu-satunya partai yang berhak mengajukan pasangan capres-cawapres sendirian, tanpa harus menggandeng partai lain. Partai Nasdem jika ingin mengajukan pasangan capres-cawapres harus menggandeng satu atau dua parpol lain agar jumlah kursinya minimal mencapai 115.
Nah, proses mencari gandengan itulah yang tidak mudah. Butuh waktu. Juga, butuh strategi jitu untuk meyakinkan partai lain yang hendak diajak bergabung. Partai tentu hanya mau diajak berkoalisi jika peluangnya jelas, dan apa saja yang akan didapatkan nanti juga jelas. Dalam politik adalah istilah: Who gets what, how, and when (siapa akan mendapatkan apa, bagaimana dan kapan mendapatkannya).
Faktor kedua, rentang waktu saat ini hingga masa pendaftaran calon masih sangat lama. Menurut Peraturan KPU 3/2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024, jadwal pengajuan capres-cawapres adalah 19 Oktober-25 November 2023. Artinya masih sekitar satu tahun lalu.
Dalam urusan politik, rentang waktu satu tahun itu termasuk lama. Karena politik itu sangat dinamis. Gerak perubahannya cepat. Hari ini seseorang mendukung nama A, atau B. Bisa saja, esok atau lusa berubah mendukung nama C, atau D. Tergantung arah angin. Tergantung mana itung-itungannya yang lebih jelas.
Dalam kurun waktu satu tahun, bisa saja partai-partai saling adu strategi. Strategi memperkuat kubunya. Sebaliknya, memperlemah kubu lawan politiknya. Misal, ada tiga atau empat koalisi partai yang mengajukan tiga atau empat pasangan calon. Sangat mungkin ada koalisi yang berusaha menggembosi kubu lawannya tersebut. Tujuannya, agar lawannya gagal mengajukan calon. Atau, lawannya tetap bisa mengajukan pasangan calon tetapi dalam kondisi sangat lemah.
Faktor ketiga, posisi Anies sekarang ini. Banyak berita di media massa, posisi Anies Baswedan saat ini sedang dicari kesalahannya dalam kaitannya dengan gelaran Formula-E beberapa waktu lalu. Mendeklarasikan pencalonan Anies setahun sebelum tahapan resmi, sama saja dengan memberi kesempatan lawan-lawan politik Nasdem untuk membidik Anies. Jika pada akhirnya Anies bisa lolos dari bidikan itu, mungkin pencapresannya jalan terus. Aman. Tetapi jika tidak lolos dari bidikan tersebut, pencapresannya akan terganjal.
Karena itu, menurut saya, kader-kader partai di daerah hendaknya menyikapi deklarasi Nasdem tersebut secara bijak. Tidak perlu berlebahan. Pencapresan Gubernur DKI Jakarta itu belum final. Masih ada kemungkinan berubah. Tidak perlu show of force baik yang bersimpati kepada Nasdem dan Anies, maupun bagi yang tidak setuju kebijakan Nasdem yang mencapreskan Anies.
Pascadeklarasi pencapresan Anies, ada pernyataan dari pihak Nasdem bahwa banyak warga di beberapa daerah bersimpati lalu bergabung ke Nasdem. Tetapi, sebaliknya, banyak berita di media sosial (medsos), ada sejumlah kader Nasdem di beberapa daerah yang justru kecewa terhadap deklarasi tersebut. Konon, menurut medsos, beberapa kader Nasdem hengkang gara-gara kecewa pencapresan Anies Baswedan. Pokok e ora usah dipikir nemen-nemen.
Â
Menurut saya, riak-riak kecil berbau politik itu hal yang wajar. Karena berkaitan dengan politik. Mungkin hanya sementara waktu. Jangankan masalah pencapresan. Masalah yang mungkin sepele saja juga bisa digoreng sana digoreng sini. Itulah politik. Jamane jamane medsos.
Yang penting, riak-riak itu harus tetap kita kelola dengan baik. Suhu yang sedikit menghangat, jangan sampai terus memanas dan membakar. Rakyat, wa bil khusus yang di daerah-daerah harus tetap menjaga kondusivitas lingkungan. Beda pandangan politik, gak masalah. Beda pendapat boleh. Beda pendapatan juga biasa saja… (*)
*) Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro.