SESUAI perjalanan waktu kurikulum menjadi ruh dalam pendidikan nasional di Indonesia. Keberadaan kurikulum menjadi penentu pembelajaran. Artinya, kurikulum pendidikan nasional memiliki makna strategis. Esensinya dimaknai upaya mewariskan nilai dan budaya masyarakat relevan masa kini.
Juga upaya mengembangkan sesuatu dibutuhkan saat ini dan masa datang. Kurikulum dimaknai upaya menilai sesuatu relevan atau kontekstual sebagai kontrol sosial di tengah globalisasi teknologi informasi.
Kalau merunut terkait perjalanan kurikulum tentunya bersinggungan plus minus sesuai konteks zaman. Misalnya keberadaan kurikulum 2013 (K-13) upaya menguatkan agar peserta didik mampu analisis pengalaman belajar dengan pendekatan 5 M. Artinya, K-13 membangun kompetensi kreatif.
Saat ini dunia pendidikan taman kanak kanak (TK) sampai kampus adanya penyelarasan Kurikulum Merdeka. Esensinya mewujudkan profil pelajar sesuai tujuan pendidikan nasional holistik; memberi ruang dan waktu kepada guru membangun proses, suasana, dan lingkungan pembelajaran agar murid aktif potensi diri dengan berbagai teknik dan metode.
Inovasi Sekolah
Ada beberapa hal bisa dipedomani guru dan sekolah sebagai upaya menguatkan pembelajaran. Dan inovasi seiring kurikulum dikembangkan. Pertama, guru senantiasa merencanakan lingkungan pembelajaran sesuai kebutuhan belajar murid. Mengapa penting? Karena lingkungan pembelajaran berbasis kebutuhan belajar murid memberi kepastian bahwa murid terlibat proses pemelajaran.
Keterlibatan murid tidak hanya sebagai subjek pembelajaran, tetapi dalam materi, strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran. Saatnya murid menentukan materi dipelajari berdasar pilihan baik disenangi. Guru senantiasa berpikir bahwa murid sebagai mitra menguatkan inovasi pembelajaran. Dengan demikian, murid dalam kemerdekaan belajar sehingga ada rasa bahagia menjalani pembelajaran.
Kedua, memberikan kesempatan murid beraktivitas secara mandiri dan berkelompok. Terpenting murid diberikan ruang bisa beraktivitas tanpa ketergantungan orang lain. Artinya, pembelajaran dilakukan guru harus bisa memberikan dampak kemandirian murid menentukan kualitas. Juga urgensi saatnya murid dalam belajarnya terbiasa dinamika kelompok. Agar murid terbiasa mendengarkan pendapat orang lain dalam keberagaman pendapat sebelum ditentukan pendapat sama dari hasil diskusi kelompok.
Ketiga, memberi pilihan kepada murid mendemonstrasikan pemahaman sesuai minat. Mendemostrasikan pemahaman hal ini murid diberikan ruang dan waktu mereka rencanakan, laksanakan, dan evaluasi. Tataran ini guru selalu memberi apresiasi dan tidak boleh menghakimi dilakukan murid. Kalau murid sudah bisa melakukan karya atau mendemostrasikan secara tidak langsung siswa sudah menemukan minat dan bakat sesuai miliki.
Keempat, menyediakan berbagai bentuk bahan ajar menyesuaikan kebutuhan murid. Salah satu titik krusial gagalnya siswa memahami materi dari guru karena bahan ajar tidak sesuai kondisi murid. Ilustrasinya, ketika murid di kota besar sudah tahu permasalahan apakah itu terkait dengan Youtuber, namun sekolah pinggiran belum tahu apa itu YouTube.
Permasalahan murid yang di Jakarta akan sangat berbeda dengan murid yang ada di Bojonegoro. Perspektif ini, tidak semua sama bisa diberikan kepada murid, tapi menyesuaikan sosial budaya, kompetensi siswa, dan adat istiadat.
Nah, konteks pemahaman dan semangat pembelajaran di era abad 21 ini harus dikemas menguatkan kepemimpinan pembelajaran inovatif demi inovasi sekolah. Guru harus terbuka menerima masukan. Memberi kesempatan murid memberi saran dan kritik terkait praktik pembelajaran.
Bila selama pembelajaran guru menemukan kendala, murid bisa menjadi mitra menginovasi. Sekecil apapun dilakukan guru harus bisa memberi bahagia dan kemerdekaan berpikir potensi, minat dan bakat. Tentunya murid dapat memahami kompleksitas dihadapi sehingga menemukan konsep diri secara mandiri dan bekelanjutan karena guru dan orang tua saling menguatkan. (*)
*SUSANTO
Kepala SMAN 1 Sugihwaras Bojonegoro