23.3 C
Bojonegoro
Friday, March 31, 2023

Budaya Remaja Ngopi, Diska, dan Masa Depan

- Advertisement -

SEPERTI diberitakan Jawa Pos Radar Bojonegoro, edisi Selasa 17 Januari 2023), Bojonegoro menduduki urutan sembilan se Jawa Timur terkait pengajuan dispensasi nikah (diska) untuk izin anak nikah dini. Miris membacanya. Apalagi, pendaftar diska terbanyak lulusan SMP, bahkan terdapat lulusan SD.

Lebih miris, diberitakan juga bahwa sebanyak 532 anak di Bojonegoro lebih memilih nikah dini dibanding menempuh pendidikan lanjut.

Jelaslah, pemerintah Indonesia sudah menjamin keberlangsungan pendidikan warga negaranya. Lalu, ada apa dengan remaja kita? Mengapa remaja kita lebih memilih nikah dini ketimbang menempuh pendidikan lebih lanjut?

Tidak kita pungkiri, bahwa selama pembelajaran jarak jauh (PJJ)  atau daring selama pandemi, waktu belajar anak dihabiskan bersama gawai. Berbagai fitur gawai menjadi pintu masuk anak-anak mengakses media sosial, game, dan fitur lainnya yang belum tentu sesuai untuk usianya.

Adiksi Warung Kopi

- Advertisement -

Pandemi Covid-19 secara khusus membawa dampak nyata terhadap kesehatan mental siswa. Dampak perubahan kesehatan mental siswa diungkapkan penelitian M. Czeisler beserta kawan-kawannya, mengenai dampak karantina kesehatan mental dan perilaku belajar mahasiswa kedokteran (mental health, substance use, and suicidal ideation during the Covid-19 pandemic) di Amerika Serikat, pada 24-30 Juni 2020.

Beberapa mahasiswa berpartisipasi riset memastikan dampak mereka rasakan adanya karantina membuat mereka terpisah dari keluarga dan teman secara emosional serta membuat menurunnya kinerja dan waktu belajar. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan 23,5 persen mahasiswa kedokteran sebagai partisipan merasa depresi dan putus asa.

Untuk mengatasi perasaan depresi dan putus asa, warung kopi menjadi tempat pilihan yang diminati. Maraknya tren nongkrong di warung kopi tentunya dipengaruhi beberapa hal saling berkaitan. Paling berpengaruh faktor internal diri remaja sendiri.

Remaja kelompok orang sedang “haus” pembuktian diri dalam sosial dan komunitasnya. Salah satu media pembuktian diri dengan nongkrong di warung kopi bersama komunitasnya. Selain itu, bagi sebagian remaja, nongkrong di warung kopi / kafe dapat membuat mereka dianggap kekinian dan mendapat pengakuan status sosial.

Jika kita melihat dari sudut pandang sosial, dampak negatif ditimbulkan juga tak main-main. Budaya ini menjadi penyebab timbulnya perilaku hedonisme anak muda. Perilaku konsumtif terus-menerus saat sedang di tongkrongan.

Kebiasaan nongkrong dan menghabiskan waktu berkumpul dengan teman-teman berpotensi membuat remaja melupakan tugas dan kewajibannya. Terkadang melihat pelajar berseragam sekolah saat jam pelajaran berada di warkop.

Nongkrong di warung kopi semula diharapkan menghilangkan kejenuhan namun apabila dilakukan terus-menerus menyebabkan ketagihan dan mengarah kenakalan remaja. Perilaku tersebut merugikan dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya.

Peran keluarga diperlukan sebagai lembaga pengendalian sosial (social control) membentengi risiko kenakalan remaja. Keluarga sebagai lembaga pengendalian sosial harus bertanggung jawab terhadap anak-anaknya hingga mampu berdiri sendiri.

Hal ini termasuk menyediakan kebutuhan material, psikologis, dan bimbingan moral mendukung perkembangan anak dan sebagai bekal hidup di masyarakat. Pembinaan moral harus dimulai dari orang tua dengan memberikan pedoman dan teladan perilaku-perilaku positif.

Berkurangnya intensitas komunikasi serta pendekatan keluarga terhadap anaknya menyebabkan keterlepasan anak tehadap figur, orientasi dan referensi pembentukan kepribadian. Padahal, kelak akan menentukan dan berpengaruh besar terhadap karirnya dan akan menjadi kebiasaan dalam hidupnya.

Lalu, siapa  yang seharusnya bertanggung jawab terhadap terjadinya perilaku remaja menyimpang atau kenakalan remaja? Lembaga pendidikan atau sekolah sebagai tempat menimba ilmu, justru dianggap bersalah oleh pihak lain. Kendati terjadinya kenakalan di luar jam pelajaran. Padahal, dunia pendidikan tanggung jawab bersama antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. (*)

 

 

*Anis Dian Hartini
Guru SMAN 2 Bojonegoro

SEPERTI diberitakan Jawa Pos Radar Bojonegoro, edisi Selasa 17 Januari 2023), Bojonegoro menduduki urutan sembilan se Jawa Timur terkait pengajuan dispensasi nikah (diska) untuk izin anak nikah dini. Miris membacanya. Apalagi, pendaftar diska terbanyak lulusan SMP, bahkan terdapat lulusan SD.

Lebih miris, diberitakan juga bahwa sebanyak 532 anak di Bojonegoro lebih memilih nikah dini dibanding menempuh pendidikan lanjut.

Jelaslah, pemerintah Indonesia sudah menjamin keberlangsungan pendidikan warga negaranya. Lalu, ada apa dengan remaja kita? Mengapa remaja kita lebih memilih nikah dini ketimbang menempuh pendidikan lebih lanjut?

Tidak kita pungkiri, bahwa selama pembelajaran jarak jauh (PJJ)  atau daring selama pandemi, waktu belajar anak dihabiskan bersama gawai. Berbagai fitur gawai menjadi pintu masuk anak-anak mengakses media sosial, game, dan fitur lainnya yang belum tentu sesuai untuk usianya.

Adiksi Warung Kopi

- Advertisement -

Pandemi Covid-19 secara khusus membawa dampak nyata terhadap kesehatan mental siswa. Dampak perubahan kesehatan mental siswa diungkapkan penelitian M. Czeisler beserta kawan-kawannya, mengenai dampak karantina kesehatan mental dan perilaku belajar mahasiswa kedokteran (mental health, substance use, and suicidal ideation during the Covid-19 pandemic) di Amerika Serikat, pada 24-30 Juni 2020.

Beberapa mahasiswa berpartisipasi riset memastikan dampak mereka rasakan adanya karantina membuat mereka terpisah dari keluarga dan teman secara emosional serta membuat menurunnya kinerja dan waktu belajar. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan 23,5 persen mahasiswa kedokteran sebagai partisipan merasa depresi dan putus asa.

Untuk mengatasi perasaan depresi dan putus asa, warung kopi menjadi tempat pilihan yang diminati. Maraknya tren nongkrong di warung kopi tentunya dipengaruhi beberapa hal saling berkaitan. Paling berpengaruh faktor internal diri remaja sendiri.

Remaja kelompok orang sedang “haus” pembuktian diri dalam sosial dan komunitasnya. Salah satu media pembuktian diri dengan nongkrong di warung kopi bersama komunitasnya. Selain itu, bagi sebagian remaja, nongkrong di warung kopi / kafe dapat membuat mereka dianggap kekinian dan mendapat pengakuan status sosial.

Jika kita melihat dari sudut pandang sosial, dampak negatif ditimbulkan juga tak main-main. Budaya ini menjadi penyebab timbulnya perilaku hedonisme anak muda. Perilaku konsumtif terus-menerus saat sedang di tongkrongan.

Kebiasaan nongkrong dan menghabiskan waktu berkumpul dengan teman-teman berpotensi membuat remaja melupakan tugas dan kewajibannya. Terkadang melihat pelajar berseragam sekolah saat jam pelajaran berada di warkop.

Nongkrong di warung kopi semula diharapkan menghilangkan kejenuhan namun apabila dilakukan terus-menerus menyebabkan ketagihan dan mengarah kenakalan remaja. Perilaku tersebut merugikan dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya.

Peran keluarga diperlukan sebagai lembaga pengendalian sosial (social control) membentengi risiko kenakalan remaja. Keluarga sebagai lembaga pengendalian sosial harus bertanggung jawab terhadap anak-anaknya hingga mampu berdiri sendiri.

Hal ini termasuk menyediakan kebutuhan material, psikologis, dan bimbingan moral mendukung perkembangan anak dan sebagai bekal hidup di masyarakat. Pembinaan moral harus dimulai dari orang tua dengan memberikan pedoman dan teladan perilaku-perilaku positif.

Berkurangnya intensitas komunikasi serta pendekatan keluarga terhadap anaknya menyebabkan keterlepasan anak tehadap figur, orientasi dan referensi pembentukan kepribadian. Padahal, kelak akan menentukan dan berpengaruh besar terhadap karirnya dan akan menjadi kebiasaan dalam hidupnya.

Lalu, siapa  yang seharusnya bertanggung jawab terhadap terjadinya perilaku remaja menyimpang atau kenakalan remaja? Lembaga pendidikan atau sekolah sebagai tempat menimba ilmu, justru dianggap bersalah oleh pihak lain. Kendati terjadinya kenakalan di luar jam pelajaran. Padahal, dunia pendidikan tanggung jawab bersama antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. (*)

 

 

*Anis Dian Hartini
Guru SMAN 2 Bojonegoro

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

Koleksi 50 Boneka di Rumah

Diparkir di Kos, Motor Raib

Amankan Pengedar SS di Pantura


/