TIDAK bisa dipungkiri, Persela memberikan kebanggaan kepada masyarakat Lamongan. Sebagai wong Lamongan asli, itu pun saya rasakan betul. Apalagi, jarak rumah saya hanya berjarak beberapa meter dari markas Persela, Stadion Surajaya Lamongan. Melihat dengan gamblang, bagaimana militansi teman-teman LA Mania dan Curva Boys memberikan dukungan langsung. Tapi tidak dua tahun ini, karena kompetisi digelar terpusat akibat pandemi Covid-19.
Melalui tim yang didirikan pada 18 April 1967 inilah, masyarakat Lamongan berani membanggakan identitasnya. Sebagai orang asli dari kabupaten kecil, tapi dengan prestasi tim sepakbola kebanggaannya yang bukan kaleng-kaleng. Ya, Laskar Joko Tingkir salah satu tim yang tidak pernah merasakan degradasi selama belasan tahun. Pun sampai bergulirnya kompetisi musim ini. Itu cukup menegaskan nama Lamongan menjadi benar-benar megilan.
Mobilitas warga Lamongan yang tinggi, membuatnya terkenal sebagai perantau ke daerah lain. Tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Persela dianggap City Branding Lamongan yang sesungguhnya. Perantau dari beragam background. Bukan hanya bagi mahasiswa dan pekerja. Banyak juga perantau yang menjadi pedagang makanan khas Lamongan seperti Soto dan Pecel lele. Dengan bangga mereka menunjukkan identitas sebagai ‘’arek Lamongan aseli” melalui Persela.
Selama 21 pertandingan di BRI Liga 1 musim ini, Persela sudah dilatih oleh dua orang pelatih yang bersertifikat AFC Pro. Iwan Setiawan dicopot akibat permintaan supoter, sebelum berakhirnya putaran pertama. Iwan berkilah itu akibat permasalahan mental pemain.
Masyarakat Kota Soto – khususnya pecinta Persela, kini dibuat ketar-ketir. Mereka merasakan keresahan atas prestasi tim kebanggaan yang memprihatinkan di Kompetisi BRI Liga 1 musim ini. Bagaimana tidak, posisi tim berwarna kebesaran biru muda ini, masih berada di zona merah hingga pekan ke-21. Para fans setia semakin dibuat dag dig dug. Tim yang dinahkodai Jafri Sastra ini hanya bermain imbang 2-2 dari tim juru kunci, Persiraja Banda Aceh.
Kehadiran pelatih asal Payakumbuh, Sumatra Barat itu belum memberikan tiga poin hingga laga keempat diputaran kedua ini. Usai ditahan imbang Persiraja lalu, Jafri tidak mengelak jika permasalahan Persela akibat masalah mental. Seburuk apa mental Persela, sehingga belum mampu bangkit dari keterpurukan?.
Otomatis, Persela belum mampu mentas dari zona degradasi. Ancaman turun kasta ke Liga 2, sudah membayangi Persela. Jika hal itu terjadi, maka ini akan menjadi sejarah baru. Bahkan bisa juga menjadi noda baru. Karena Persela selalu bertahan di kasta teratas kompetisi Liga 1 sejak Tahun 2004.
Kondisi Persela jelas kontras dengan kontestan Liga 1 lain, yang jor-joran dalam nilai kontrak dan memberikan bonus pemain. Arema FC salah satunya, yang kini dipegang oleh crazy rich Malang, Gilang Widya Pramana. Arema FC berani memberi bonus kepada setiap pemain berupa smartphone yang harganya puluhan juta.
Sejumlah pertanyaan pun menggelayut. Apakah ini juga mempengaruhi mental pemain Persela saat bertanding?. Apakah pemain Persela silau melihat tim-tim yang membabi buta memberi bonus dan nilai kontrak. Semoga saja tidak. Karena tim sultan Juragan 99 itulah, yang akan menjadi lawan Persela dilaga selanjutnya.
Sehingga, harus ada upaya keras yang harus dilakukan, agar Persela mampu bangkit. Tapi, haruskah Persela mengikuti tim lain yang saling jor-joran dalam memberi bonus?. Kendala utama yang dihadapi yakni mencarikan bonus secara jor-joran seperti tim lain.
Upaya pelecut semangat Persela harus segera dilakukan. Karena bagi fans setia Persela, sangat sulit membayangkan hal yang terjadi, jika musim depan Persela terdegradasi ke Liga 2. Apa lagi yang harus dibanggakan sebagai orang Lamongan.
Masih bangga kah para perantau menjadi orang Lamongan. Haruskah para pecinta bola asli Lamongan mengalihkan dukungan ketim lain yang masih bertahan di Liga 1. Dan sudah siapkah L.A Mania dan Curva Boys 1967 untuk tetap “setia bersamamu” bersama Persela dikasta kedua kompetisi Liga Indonesia musim depan. Sebab, Persela selama belasan tahun berada di “zona nyaman”, sejak era Liga Bank Mandiri hingga kini kompetisi BRI Liga 1 musim ini.
Menurunnya prestasi musim ini berbarengan dengan bencana banjir, yang masih menerjang sejumlah wilayah di Lamongan. Jika kita melek media sosial, sebagian bencana banjir ini disangkut pautkan oleh para netizen dengan prestasi Persela yang sedang terpuruk.
Unggahan terkait banjir dan anjloknya prestasi Persela, kerap jadi pembahasan masyarakat saat berselancar di dunia maya. Ini juga bisa menjadi tolak ukur tingkat kepercayaan masyarakat kepada Pemkab Lamongan sedang menurun.
Menjelang satu tahun kepemimpinan Yuhronur Efendi sebagai Bupati Lamongan, bencana banjir dan anjloknya prestasi Persela ini, akan menjadi catatan khusus. Selain menjabat sebagai Bupati Lamongan, kebetulan Pak Yes juga memiliki tanggung jawab sebagai pembina tim Persela Lamongan.
Besar harapan di sisa laga yang akan dijalani Persela, keajaiban datang seperti musim-musim sebelumnya. Ayo Pak Yes. Saya sebagai salah satu pecinta Persela masih percaya. Pak Yes selaku Pembina Tim Persela mampu membuat kebangkitan untuk Persela, dan yakin bahwa Pak Yes punya solusi untuk menyelamatkan kebanggaan arek – arek Lamongan. Sebagai penutup, satu hal yang harus menjadi pelecut untuk bangkit yakni “Masih Megilan-kah Lamongan, Jika Persela Turun Kasta?’’.
*) Fotografer Jawa Pos Radar Lamongan