Meski branding kebun belimbing sudah dimiliki tetangga Desa Mojo, Kecamatan Kalitidu yakni Desa Ngringinrejo, Desa Mojo mem-branding diri sebagai Wisata Bahari Mojo berupa perahu wisata. Kira-kira bagaimana kisahnya?
——————————————-
BHAGAS DANI PURWOKO, Bojonegoro
——————————————-
PERGI ke wilayah barat Bojonegoro memang harus bergelut dengan kepulan asap truk-truk bermuatan besar dan bus-bus antarkota antarprovinsi (AKDP). Salah satu kecamatan di wilayah barat Bojonegoro yang memiliki hasil perkebunan unggul ialah Kecamatan Kalitidu. Di kecamatan tersebut ada dua desa yang berdampingan mesra membudidayakan beraneka buah-buahan segar.
Dua desa tersebut adalah Desa Ngringinrejo dan Desa Mojo. Mungkin sebagian besar masyarakat sudah mengenal Desa Ngringinrejo sebagai destinasi Agrowisata Kebun Belimbing Ngringinrejo. Padahal, di Desa Mojo juga memiliki banyak potensi wisata yang mungkin masih jarang diekspos, salah satunya Wisata Bahari Mojo (WBM) berupa perahu wisata.
Jarak tempuh dari kota ke Desa Mojo sekitar 15 menit. Desa tersebut berada di barat Desa Ngringinrejo. Akses jalan menuju ke Desa Mojo juga bagus. Sayangnya, saat memasuki Desa Ngringinrejo belum ada penunjuk arah ke lokasi WBM. Hanya penunjuk arah ke Bendungan Gerak. Jadi, apabila ingin ke Desa Mojo, saat di pertigaan arah ke Bendungan Gerak, pilih jalur ke utara bukan selatan.
Saat memasuki Desa Mojo, barulah menemukan penunjuk arah ke WBM. Saat perjalanan menuju lokasi WBM, terhampar luas kebun-kebun belimbing dan pisang. Adapun lokasi WBM dan Kebun Belimbing Ngringinrejo hanya sekitar satu kilometer.
Ketika sudah sampai di WBM, ternyata yang dijumpai hanyalah ketenangan, tidak ada keramaian yang signifikan seperti layaknya tempat wisata lain. Hanya terlihat gerombolan anak kecil sedang menikmati jaringan wifi di beberapa gazebo yang disediakan.
Ada juga anak-anak kecil yang sedang bermain bola di lapangan yang ukurannya cukup luas. Di lokasi perahu wisata pun sepi, perahu terparkir begitu saja. Sebab, kondisi ketinggian air di Bengawan Solo masih rendah.
Wartawan koran ini pun memutuskan singgah di salah satu warung tempat anak-anak kecil itu berkumpul. Menanyakan siapa pengelola WBM tersebut. Selanjutnya, salah satu pengunjung menghubungi pengelola untuk datang ke warung tersebut.
Tak lama, sembari menikmati kopi hitam bersama warga setempat, pria gempal berbaju polo warna biru dan berkecamata itu pun datang lalu memarkir sepeda motor matiknya.
Pria itu bernama Sujono, sambutannya hangat dan sempat kaget ketika secara mendadak akan diwawancara. Dia mengungkapkan, seharian tadi ada kegiatan di desanya dan tadi sedang bersantai di rumah.
’’Ingin wawancara apa Mas? Maaf tadi saya sedang santai di rumah,” ujarnya sambil tersenyum. Lalu, ketika maksud wartawan koran ini disampaikan, Sujono pun menceritakan asal muasal terciptanya WBM.
Dia menceritakan bahwa WBM berupa perahu wisata merupakan inisiasi dari Kades Mojo Sunaryo pada bulan Juli 2016. Sebuah inisiasi untuk menggali potensi Desa Mojo di saat branding kebun belimbing sudah digunakan oleh Desa Ngringinrejo.
’’Desa Mojo juga memiliki kebun belimbing yang sama banyaknya dengan Desa Ngringinrejo, namun branding-nya sudah dipakai dulu, jadi kami mengembangkan wisata lain,” tuturnya.
Lanjut dia, di Desa Mojo ada 24 hektare kebun belimbing. Selain itu, ada juga kebun pisang dan jeruk peras. ’’Desa Mojo juga selalu menyuplai belimbing ke Desa Ngringinrejo,” ujar pria yang berprofesi sebagai petani tersebut.
Desa yang dihuni oleh 360 KK dan dibagi menjadi 10 RT tersebut selalu menjaga kekompakannya. Selain menjadi pengelola WBM, Sujono juga merupakan wakil Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Mojo. Kata dia, pokdarwis bertugas untuk menggali serta mengelola potensi wisata Desa Mojo.
Wisata juga akan menumbuhkan perekonomian masyarakat setempat. Pokdarwis Desa Mojo pun tak berjalan sendirian, mereka menggandeng pendamping kawasan wisata (PKW) Kalitidu, lalu juga kerja sama dengan kampus-kampus seperti Ubaya, Umsida, dan UMS.
’’Kami jalin kerja sama untuk memberikan pelatihan sekaligus menjadi konsultan untuk mengembangkan wisata di Desa Mojo,” tuturnya.
Ikon dari WBM ialah perahu wisata. Pengunjung bisa menikmati Bengawan Solo sekitar 25-30 menit dengan mengeluarkan uang hanya Rp 10 ribu per orang. Rute perahu wisata tersebut dari bantaran Bengawan Solo turut Desa Mojo hingga Bendungan Gerak, lalu kembali lagi.
’’Biayanya murah, hanya RP 10 ribu per orang, itu sudah termasuk minuman olahan dari hasil perkebunan yang ada di Desa Mojo seperti sirup belimbing,” terangnya.
Sayangnya, masih ada kelemahan pada perahu wisata tersebut. Sebab, dermaga perahu tersebut belum ada akses jalannya saat air Bengawan Solo sedang rendah. Sehingga, perahu wisata bisa dibilang masih periodik, tidak bisa beroperasi saat musim hujan seperti sekarang.
’’Perahu wisata saat musim hujan tidak bisa beroperasi, karena air rendah akibat bendungan gerak ditutup, perahunya bisa beroperasi saat kemarau saja,” ujarnya. Namun, saat launching pengunjungnya sangat ramai. Tepatnya saat Lebaran 2016 ada ratusan pengunjung. Beberapa perantau dari Kaltim, Minahasa, Lampung, Subang, dan sebagainya pernah mencoba perahu wisata.
Hanya, saat launching masih ada beberapa kendala terkait mesin perahu. Dia mengatakan, perahu tersebut menghabiskan dana sekitar Rp 60 juta. Awalnya menggunakan mesin diesel 16 PK, namun karena bising dan kurang representatif, diganti dengan mesin mobil Panther.
Sujono pun merasa butuh pengembangan wisata yang bisa kontinu, sebab perahu wisata masih bersifat periodik. Dia mengatakan, Desa Mojo telah mengembangkan lokasi outbound. ’’Pertengahan bulan ini sudah dipakai outbound siswa-siswi MTs Ngasem,” katanya.
Di lokasi WBM juga ada beberapa warung yang menyajikan beberapa kuliner seperti penyetan, gado-gado khas Desa Mojo, dan nasi goreng. Tiap malam juga menjadi tempat berkumpul masyarakat Desa Mojo di lokasi WBM, karena ada lima gazebo yang bisa dipakai bersantai.