23.4 C
Bojonegoro
Sunday, April 2, 2023

SDA Unggul, SDM Rendah

- Advertisement -

BOJONEGORO – Dunia kerja menjadi masalah pelik di Bojonegoro. Sebab perlindungan terhadap buruh dan gaji layak masih belum diterapkan dengan baik. Sehingga menempatkan Kota Ledre tersebut sebagai kabupaten tidak ramah buruh. Hal itu sesuai penelitian IDfoS Indonesia bersama sejumlah lembaga.

Direktur IDfoS Indonesia Joko Hadi Purnomo mengatakan, Bojonegoro masih banyak didapati kerja paksa. Sebab, pada bidang kerja tertentu masih didapati buruh training digaji Rp 70 ribu per bulan. Selain itu perlindungan terhadap buruh, buruk. Tidak ada jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. Kalaupun ada, masih minim.

“Termasuk di lingkungan pemerintah, seperti PTT (pegawai tidak tetap)-GTT (guru tidak tetap). Tentu ini (kondisi, Red) buruk,” ucapnya kemarin (29/7). Menurut dia, perusahaan di Bojonegoro cenderung sepihak dalam menentukan gaji dan aturan menyangkut buruh, serta tidak ada kontrak kerja. Belum banyak perusahaan memiliki serikat buruh.

Karena itu buruh tidak memiliki bargaining power. “Buruh takut dipecat daripada mengungkapkan protes,” ujarnya. Karena itu, dia mengimbau agar pemerintah daerah melakukan pemantauan dan pembinaan kepada perusahaan. Juga memberikan rekomendasi kepada Pemprov Jatim melalui dinas terkait untuk memberi perlindungan terhadap buruh. “Jika tidak segera ditangani, ini kian buruk jelang revolusi industri 4.0,” tukasnya.

Dia menjelaskan, revolusi industri 4.0 berlangsung progresif dan masif. Peran manusia bakal digantikan mesin. Di era revolusi industri, 40 tenaga kerja terlatih bisa menggantikan 760 orang tenaga kerja. Revolusi Industri 4.0 menuntut kemampuan manusia memanfaatkan teknologi informasi. Dibutuhkan SDM paham teknologi.

- Advertisement -

“Tapi kenyataannya, SDM di Bojonegoro masih belum merata. Banyak kurang mumpuni akibat pendidikan juga belum merata,” ungkapnya. Menurut dia, Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang memiliki keunggulan sumber daya alam (SDA). Indikasinya, 40 persen produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor migas.

Namun masalahnya, sektor migas hanya mampu menyerap 3 persen tenaga kerja. Bahkan pada 2016 terjadi pengurangan tenaga kerja sebesar 8.000 orang. “Pemkab harus memerhatikan kondisi tenaga kerja sekaligus mempersiapkan diri menuju revolusi industri 4.0,” tandasnya. Sekretaris Komisi B DPRD Bojonegoro, Lasuri membenarkan kondisi tersebut.

Itu terbukti dari minimnya jumlah petani di desa. Saat ini, mencari masyarakat mau menggarap pertanian sangat susah. Ini pertanda memasuki revolusi industri 4.0. Tapi, jika pemkab gagal dan banyak tidak memahaminya, tentu ini bakal menjadi bencana. “Dari berbagai bidang tentu bakal terdampak revolusi industri 4.0. Karena itu harus dipersiapkan sejak dini,” pungkasnya.

BOJONEGORO – Dunia kerja menjadi masalah pelik di Bojonegoro. Sebab perlindungan terhadap buruh dan gaji layak masih belum diterapkan dengan baik. Sehingga menempatkan Kota Ledre tersebut sebagai kabupaten tidak ramah buruh. Hal itu sesuai penelitian IDfoS Indonesia bersama sejumlah lembaga.

Direktur IDfoS Indonesia Joko Hadi Purnomo mengatakan, Bojonegoro masih banyak didapati kerja paksa. Sebab, pada bidang kerja tertentu masih didapati buruh training digaji Rp 70 ribu per bulan. Selain itu perlindungan terhadap buruh, buruk. Tidak ada jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. Kalaupun ada, masih minim.

“Termasuk di lingkungan pemerintah, seperti PTT (pegawai tidak tetap)-GTT (guru tidak tetap). Tentu ini (kondisi, Red) buruk,” ucapnya kemarin (29/7). Menurut dia, perusahaan di Bojonegoro cenderung sepihak dalam menentukan gaji dan aturan menyangkut buruh, serta tidak ada kontrak kerja. Belum banyak perusahaan memiliki serikat buruh.

Karena itu buruh tidak memiliki bargaining power. “Buruh takut dipecat daripada mengungkapkan protes,” ujarnya. Karena itu, dia mengimbau agar pemerintah daerah melakukan pemantauan dan pembinaan kepada perusahaan. Juga memberikan rekomendasi kepada Pemprov Jatim melalui dinas terkait untuk memberi perlindungan terhadap buruh. “Jika tidak segera ditangani, ini kian buruk jelang revolusi industri 4.0,” tukasnya.

Dia menjelaskan, revolusi industri 4.0 berlangsung progresif dan masif. Peran manusia bakal digantikan mesin. Di era revolusi industri, 40 tenaga kerja terlatih bisa menggantikan 760 orang tenaga kerja. Revolusi Industri 4.0 menuntut kemampuan manusia memanfaatkan teknologi informasi. Dibutuhkan SDM paham teknologi.

- Advertisement -

“Tapi kenyataannya, SDM di Bojonegoro masih belum merata. Banyak kurang mumpuni akibat pendidikan juga belum merata,” ungkapnya. Menurut dia, Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang memiliki keunggulan sumber daya alam (SDA). Indikasinya, 40 persen produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor migas.

Namun masalahnya, sektor migas hanya mampu menyerap 3 persen tenaga kerja. Bahkan pada 2016 terjadi pengurangan tenaga kerja sebesar 8.000 orang. “Pemkab harus memerhatikan kondisi tenaga kerja sekaligus mempersiapkan diri menuju revolusi industri 4.0,” tandasnya. Sekretaris Komisi B DPRD Bojonegoro, Lasuri membenarkan kondisi tersebut.

Itu terbukti dari minimnya jumlah petani di desa. Saat ini, mencari masyarakat mau menggarap pertanian sangat susah. Ini pertanda memasuki revolusi industri 4.0. Tapi, jika pemkab gagal dan banyak tidak memahaminya, tentu ini bakal menjadi bencana. “Dari berbagai bidang tentu bakal terdampak revolusi industri 4.0. Karena itu harus dipersiapkan sejak dini,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/