Radar Bojonegoro – Kakek dengan kulit sawo matang itu menggeluti pembuatan wayang thengul sejak puluhan tahun. Hingga berusia 65 tahun, Muriyadi masih membuat wayang khas Bojonegoro itu. Beda dengan Santoso, Muriyadi bukanlah dalang. Dia adalah penabuh gamelan atau panjak. Namun, dia mahir membuat wayang thengul.
‘’Saya belajar membuat thengul dari seorang dalang. Saat ini sudah meninggal,’’ tuturnya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro. Mbah Muri sapaan akrabnya juga membuat wayang dengan berkualitas. Tentu, hasilnya juga diminati para pecinta seni dari berbagai daerah. Mulai Surabaya, Gresik, Sidoarjo, hingga Malang.
Namun, pandemi Covid-19 ini membuat pesanan sepi. Sehingga, Mbah Muri berhenti sementara membuat wayang. Di usianya sudah tak lagi muda, Muriyadi ingin menghabiskan hari-harinya bertani dan membantu istrinya berjualan di pasar. Tetapi, di sela-sela waktu ia manfaatkan mengukir kayu dijadikan wayang thengul.
Tak sulit mencari rumahnya, karena jaraknya tak jauh dengan Pasar Desa Purwosari, sekitar 500 meter. Jawa Pos Radar Bojonegoro pernah menemui Mbah Muri, Februari 2019 lalu. Saat itu, Mbah Muri menunjukkan dua karung berisi wayang thengul buatannya. Mengusap setiap wayang yang berdebu.
Mbah Muri bersemangat bercerita seputar seni wayang thengul, meski begitu jelas guratan keriput di wajahnya. Kakek lahir April 1955 itu tak ingin berhenti berkarya. Peralatannya membuat wayang thengul masih lengkap. Meski sejak pertengahan 90-an, wayang thengul semakin sepi tanggapan.
Ia menyadari perkembangan kesenian masa kini memang cepat dan tak memungkiri kalau anak muda rata-rata kurang tertarik kesenian tradisional. Bahkan, semua anak Mbah Muri, tiga orang tidak ada yang meneruskan jejaknya. Dulunya, mulai usia 20 tahun, Mbah Muri sudah ngamen dari rumah ke rumah memainkan wayang thengul.
Ia bukan dalangnya, namun sebagai panjak yaitu memainkan gamelan. Selain ngamen, terkadang ada tanggapan dari berbagai kecamatan se-Bojonegoro.
Disinggung pernah jadi dalang main wayang thengul, Mbah Muri mengatakan hanya pernah menggantikan dalang berhalangan hadir. Setelah itu, ia merasa bahwa jiwanya tidak sebagai dalang, tapi panjak atau pengrawit.
“Saya sukanya jadi panjak, karena saya suka dan bisa main gamelan sejak SD,” katanya. Mbah Muri tak berharap banyak wayang thengul bisa hidup kembali. Sejauh ini, harga jual wayang thengulnya seharga Rp 250 ribu per karakter. “Saya tetap suka bikin wayang thengul, karena tak semua orang bisa bikin,” jelasnya.