22.5 C
Bojonegoro
Saturday, June 10, 2023

DBH Migas Tahun Depan Diprediksi Anjlok

- Advertisement -

BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Nilai dana bagi hasil (DBH) migas tahun depan diprediksi turun. Bahkan, penurunannya cukup drastis. Mencapai 50 persen lebih dibanding tahun ini.

’’Kami juga kaget, kok bisa turun,’’ ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Herry Sudjarwo kemarin (27/9).

Penurunan itu diketahui dari website resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kini pemkab tengah menyiapkan surat resmi ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Perimbangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menanyakan hal itu.

’’Surat masih kami siapkan. Nanti ibu Bupati sendiri yang akan menanyakan ke pusat,’’ tegas Herry, sapaannya.

Herry menjelaskan, di website itu diperkirakan tahun depan DBH migas yang bakal diterima Bojonegoro hanya Rp 954 miliar. Jumlah itu hanya 43 persen dari DBH yang diterima pada 2018 lalu. ’’Jauh sekali,’’ ujar pria pernah menjadi kepala badan pengelolaan keuangan dan aset daerah (BPKAD) itu.

- Advertisement -

Pada 2018, Bojonegoro menerima DBH migas sebesar Rp 2,2 triliun. Sedangkan, tahun ini DBH migas yang bakal diterima Bojonegoro total mencapai Rp 2 triliun. Namun, hingga kini yang ditransfer baru Rp 1,5 triliun. ’’Perkiraan saya Rp 2 triliun,’’ jelasnya.

Menurut Herry, prediksi penurunan DBH migas itu dinilai tidak masuk akal. Sebab, tidak ada indikator yang menyebabkan DBH itu menurun. Yakni, penurunan produksi atau penurunan harga minyak. Sejauh ini produksi dan harga minyak masih stabil.

’’Bahkan, produksi meningkat dibanding tahun lalu,’’ ujar dia.

Puncak produksi migas Blok Cepu dimulai  sejak 2017 lalu. Produksinya sebesar 213 ribu barel per hari (bph). Kemudian, naik lagi pada 2018 mencapai 221 ribu bph. Pada 2019 ini produksi mencapai 225 ribu bph.

’’Bahkan, rencananya akan ada tambahan 10 ribu bph dari lapangan kedung kering,’’ jelasnya.

Sementara itu, untuk harga minyak pada triwulan kedua tahun ini mencapai 72,38 dolar AS per barel. Bahkan, itu jauh lebih mahal dibanding prediksi semula, yakni 70 dolar AS per barel. 

’’Itu sama artinya lifting minyak tahun depan hanya 94 ribu bph atau harga minyak Bojonegoro hanya dinilai sebesar 27 USD per barel. Ataukah ada koreksi asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp 5.805 per dolar,’’ tutur Herry.

Menurut Herry, itu hal yang akan ditanyakan pemkab ke pemerintah pusat secepatnya. Sebab, dalam waktu dekat ini pemkab dan DPRD akan melakukan pembahasan plafon anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2020.

’’Ini akan sangat memengaruhi percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan,’’ terang pria yang akan pensiun bulan depan.  

Kepala BPKAD Ibnu Soeyuthi menambahkan, jika DBH mengalami penurunan, tentu besaran APBD juga akan turun. Sebab, postur APBD paling banyak dari DBH migas.

’’DBH migas menyumbang paling banyak di APBD. Kalau DBH turun, tentu APBD juga akan turun,’’ ujar Ibnu dengan singkat.

BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Nilai dana bagi hasil (DBH) migas tahun depan diprediksi turun. Bahkan, penurunannya cukup drastis. Mencapai 50 persen lebih dibanding tahun ini.

’’Kami juga kaget, kok bisa turun,’’ ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Herry Sudjarwo kemarin (27/9).

Penurunan itu diketahui dari website resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kini pemkab tengah menyiapkan surat resmi ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Perimbangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menanyakan hal itu.

’’Surat masih kami siapkan. Nanti ibu Bupati sendiri yang akan menanyakan ke pusat,’’ tegas Herry, sapaannya.

Herry menjelaskan, di website itu diperkirakan tahun depan DBH migas yang bakal diterima Bojonegoro hanya Rp 954 miliar. Jumlah itu hanya 43 persen dari DBH yang diterima pada 2018 lalu. ’’Jauh sekali,’’ ujar pria pernah menjadi kepala badan pengelolaan keuangan dan aset daerah (BPKAD) itu.

- Advertisement -

Pada 2018, Bojonegoro menerima DBH migas sebesar Rp 2,2 triliun. Sedangkan, tahun ini DBH migas yang bakal diterima Bojonegoro total mencapai Rp 2 triliun. Namun, hingga kini yang ditransfer baru Rp 1,5 triliun. ’’Perkiraan saya Rp 2 triliun,’’ jelasnya.

Menurut Herry, prediksi penurunan DBH migas itu dinilai tidak masuk akal. Sebab, tidak ada indikator yang menyebabkan DBH itu menurun. Yakni, penurunan produksi atau penurunan harga minyak. Sejauh ini produksi dan harga minyak masih stabil.

’’Bahkan, produksi meningkat dibanding tahun lalu,’’ ujar dia.

Puncak produksi migas Blok Cepu dimulai  sejak 2017 lalu. Produksinya sebesar 213 ribu barel per hari (bph). Kemudian, naik lagi pada 2018 mencapai 221 ribu bph. Pada 2019 ini produksi mencapai 225 ribu bph.

’’Bahkan, rencananya akan ada tambahan 10 ribu bph dari lapangan kedung kering,’’ jelasnya.

Sementara itu, untuk harga minyak pada triwulan kedua tahun ini mencapai 72,38 dolar AS per barel. Bahkan, itu jauh lebih mahal dibanding prediksi semula, yakni 70 dolar AS per barel. 

’’Itu sama artinya lifting minyak tahun depan hanya 94 ribu bph atau harga minyak Bojonegoro hanya dinilai sebesar 27 USD per barel. Ataukah ada koreksi asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp 5.805 per dolar,’’ tutur Herry.

Menurut Herry, itu hal yang akan ditanyakan pemkab ke pemerintah pusat secepatnya. Sebab, dalam waktu dekat ini pemkab dan DPRD akan melakukan pembahasan plafon anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2020.

’’Ini akan sangat memengaruhi percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan,’’ terang pria yang akan pensiun bulan depan.  

Kepala BPKAD Ibnu Soeyuthi menambahkan, jika DBH mengalami penurunan, tentu besaran APBD juga akan turun. Sebab, postur APBD paling banyak dari DBH migas.

’’DBH migas menyumbang paling banyak di APBD. Kalau DBH turun, tentu APBD juga akan turun,’’ ujar Ibnu dengan singkat.

Artikel Terkait

Most Read

Beras Berkutu-Bau Harus Diusut Tuntas

Desain Baju Sendiri

Truk v Truk, Jalan Plosowahyu Macet

Artikel Terbaru


/