30.4 C
Bojonegoro
Thursday, March 23, 2023

Devi Rosyida, Perajin Batik Daun Berbasis Pohon di Pekarangan Rumah

- Advertisement -

BOJONEGORO – Devi Rosyida membikin batik unik. Setiap batik dia bikin, berasal dari daun-daun tumbuh di pekarangan rumahnya. Ciri khas ini membuatnya batik berbasis lingkungan. Belasan lembar kain menggantung di ruang tamu. Empat di antaranya, posisi atas menempel pada kelambu. Sisanya di bawah, bersandar penyangga jemuran. Sekilas melihat lebih dalam, terdapat motif dedaunan cokelat tiap helai kain. 

Motif-motif itu berasal dari bahan alami. Yakni dedaunan tumbuh di pekarangan rumah Devi Rosyida. Ditemui di rumahnya Di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Kapas, kemarin (26/12), Devi sapaannya begitu antusias menceritakan aktivitasnya. 

Dia baru berhenti bekerja di salah satu bank di Bojonegoro karena kontraknya habis. Dia bertekad mencari pekerjaan lain. Awalnya, dia tak sengaja menonton televisi. Di sanalah, ide membuat batik dari bahan alami itu muncul.

Tak mudah baginya mengeksekusi gagasan tersebut. Butuh waktu dan percobaan berkali-kali. Menurut perhitungannya, dia telah gagal 10 kali. Sebelum di percobaan ke-sebelas menuai hasil menggembirakan. Dia berhasil membuat batik dari daun. Meskipun belum sempurna betul.

‘’Itu aku coba-coba sih. Sekali-dua kali sampai 10-11 kali. Dan ke sebelas kali mulai aku publikasikan,’’ kata perempuan 23 tahun itu.

- Advertisement -

Selama ini, Devi memasarkan hasil kreasinya ke laman online. Dari sekali postingan, rata-rata memperoleh dua hingga tiga pelanggan. Devi berkisah proses pembuatan batik dari dedaunan tidak mudah. Dia memilih dua teknik. Yakni kukus dan pounding alias pukul. Tetapi, dia lebih suka yang pertama. Alasannya, bahan baku relatif mudah ditemukan.

‘’Kalau saya sementara pakai teknik kukus, setelah kain direndam, habis itu dibiarkan sampai satu sampai tiga hari, untuk pencucian warna,’’ jelasnya.

Devi banyak mencari bahan baku pembuatan di sekitar rumah. Hampir segala jenis daun di pohon bisa dipakai. Tetapi sejauh ini dia masih menggunakan daun jati, mangga, dan mlandingan.

Di musim seperti ini, mencari daun, terutama jenis jati, relatif susah ditemukan. Mengingat, daun dia cari harus utuh. Tanpa cacat. Tak jarang banyaknya ulat amat menyulitkan pekerjaannya. Sebab banyak daun jati bolong. 

Dan itu membuatnya terganggu. Meski begitu, dia mengaku tak susah. Sebab daun yang bolong juga bisa jadi motif bagus. ‘’Karena ini musim hujan dan banyak ulat, dedaunan sering habis. Saya jadi rebutan sama ulat. Ccari daun yang sempurna susah, tetapi kadang sengaja cari yang bolong biar ada variasi,’’ ucap alumnus sosiologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu.

Selama menekuni kegiatan tersebut, dia dibantu seorang tetangganya. Dalam sekali produksi, Devi bisa menggarap delapan pakaian. Karyanya pun mulai dikenali pasar. Bahkan, bisa menjangkau pelanggan luar daerah. Dari Surabaya, Malang, Sidoarjo, bahkan Garut Jawa Barat.

Bisa membuat kreasi itu membikin Devi senang. Ada kebahagiaan ketika menghasilkan produk dinamai batik ecoprint itu. Sebab dari tiap daun dia poles, hasilnya tidak bisa ditebak. Secara alami menghasilkan keindahan beragam.

‘’Kalau ecoprint itu tidak ada kesalahan, saat pembuatan itu memberi kejutan tersendiri. Secara natural. Meskipun, misalnya, abstrak gini nanti kalaui dipakai tetap bagus,’’ ujarnya  menunjukan contoh batik. 

Selama ini batik buatannya juga sering dilirik tetangga. Biasanya kalangan ibu-ibu. Mereka tak segan meminta Devi mengajari. Agar bisa membuat karya serupa di rumah masing-masing. Ke depan, Devi berharap usahanya bisa menginspirasi generasi muda. Dia ingin banyak menjajal membuat batik ecoprint. Sebab selain lebih praktis dari batik biasanya, juga menghasilkan keindahan mengesankan.

BOJONEGORO – Devi Rosyida membikin batik unik. Setiap batik dia bikin, berasal dari daun-daun tumbuh di pekarangan rumahnya. Ciri khas ini membuatnya batik berbasis lingkungan. Belasan lembar kain menggantung di ruang tamu. Empat di antaranya, posisi atas menempel pada kelambu. Sisanya di bawah, bersandar penyangga jemuran. Sekilas melihat lebih dalam, terdapat motif dedaunan cokelat tiap helai kain. 

Motif-motif itu berasal dari bahan alami. Yakni dedaunan tumbuh di pekarangan rumah Devi Rosyida. Ditemui di rumahnya Di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Kapas, kemarin (26/12), Devi sapaannya begitu antusias menceritakan aktivitasnya. 

Dia baru berhenti bekerja di salah satu bank di Bojonegoro karena kontraknya habis. Dia bertekad mencari pekerjaan lain. Awalnya, dia tak sengaja menonton televisi. Di sanalah, ide membuat batik dari bahan alami itu muncul.

Tak mudah baginya mengeksekusi gagasan tersebut. Butuh waktu dan percobaan berkali-kali. Menurut perhitungannya, dia telah gagal 10 kali. Sebelum di percobaan ke-sebelas menuai hasil menggembirakan. Dia berhasil membuat batik dari daun. Meskipun belum sempurna betul.

‘’Itu aku coba-coba sih. Sekali-dua kali sampai 10-11 kali. Dan ke sebelas kali mulai aku publikasikan,’’ kata perempuan 23 tahun itu.

- Advertisement -

Selama ini, Devi memasarkan hasil kreasinya ke laman online. Dari sekali postingan, rata-rata memperoleh dua hingga tiga pelanggan. Devi berkisah proses pembuatan batik dari dedaunan tidak mudah. Dia memilih dua teknik. Yakni kukus dan pounding alias pukul. Tetapi, dia lebih suka yang pertama. Alasannya, bahan baku relatif mudah ditemukan.

‘’Kalau saya sementara pakai teknik kukus, setelah kain direndam, habis itu dibiarkan sampai satu sampai tiga hari, untuk pencucian warna,’’ jelasnya.

Devi banyak mencari bahan baku pembuatan di sekitar rumah. Hampir segala jenis daun di pohon bisa dipakai. Tetapi sejauh ini dia masih menggunakan daun jati, mangga, dan mlandingan.

Di musim seperti ini, mencari daun, terutama jenis jati, relatif susah ditemukan. Mengingat, daun dia cari harus utuh. Tanpa cacat. Tak jarang banyaknya ulat amat menyulitkan pekerjaannya. Sebab banyak daun jati bolong. 

Dan itu membuatnya terganggu. Meski begitu, dia mengaku tak susah. Sebab daun yang bolong juga bisa jadi motif bagus. ‘’Karena ini musim hujan dan banyak ulat, dedaunan sering habis. Saya jadi rebutan sama ulat. Ccari daun yang sempurna susah, tetapi kadang sengaja cari yang bolong biar ada variasi,’’ ucap alumnus sosiologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu.

Selama menekuni kegiatan tersebut, dia dibantu seorang tetangganya. Dalam sekali produksi, Devi bisa menggarap delapan pakaian. Karyanya pun mulai dikenali pasar. Bahkan, bisa menjangkau pelanggan luar daerah. Dari Surabaya, Malang, Sidoarjo, bahkan Garut Jawa Barat.

Bisa membuat kreasi itu membikin Devi senang. Ada kebahagiaan ketika menghasilkan produk dinamai batik ecoprint itu. Sebab dari tiap daun dia poles, hasilnya tidak bisa ditebak. Secara alami menghasilkan keindahan beragam.

‘’Kalau ecoprint itu tidak ada kesalahan, saat pembuatan itu memberi kejutan tersendiri. Secara natural. Meskipun, misalnya, abstrak gini nanti kalaui dipakai tetap bagus,’’ ujarnya  menunjukan contoh batik. 

Selama ini batik buatannya juga sering dilirik tetangga. Biasanya kalangan ibu-ibu. Mereka tak segan meminta Devi mengajari. Agar bisa membuat karya serupa di rumah masing-masing. Ke depan, Devi berharap usahanya bisa menginspirasi generasi muda. Dia ingin banyak menjajal membuat batik ecoprint. Sebab selain lebih praktis dari batik biasanya, juga menghasilkan keindahan mengesankan.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

Suka Mewarnai Pemandangan

Terungkap saat Disel Dijual di FB

Amankan Dua Motor tak Standar

Pikap v Motor, Bapak – Anak Tewas


/