- Advertisement -
SOLOKURO – Petani di Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro mengeluhkan penyakit yang menyerang tanaman cabainya. Penyakit itu membuat buah cabai mudah busuk. Lebih dikeluhkan lagi, penyakit itu belum ada obatnya. ‘’Kalau orang sini menyebutnya pellet,’’ tutur Marfuah, salah satu petani cabai setempat kepada Jawa Pos Radar Lamongan senin (26/2).
Menurut dia, penyakit tersebut membuat cabai berwarna coklat yang terlihat membusuk dan tidak bisa dikonsumsi. Dalam satu tanaman terdapat tiga hingga empat butir cabai yang terkena penyakit. Akibatnya hasil panennya menjadi tidak maksimal. Lebih merugikan, penyakit itu menyerang menjelang panen. ‘’(Yang terkena penyakit,Red) ada yang masih menempel di tanaman, tapi ada juga yang rontok ke tanah,’’ ujarnya sembari menunjukkan beberapa cabai yang membusuk tersebut.
Marfuah menjelaskan, penyakit tersebut menyerang sejak bulan ini atau awal musim panen. Namun hingga kini petani belum menemukan cara untuk mengatasi penyakit tersebut. ‘’Belum ada obat yang bisa mengatasinya,’’ ungkap perempuan paruh baya tersebut.
Dia memperkirakan, penyakit itu muncul akibat intensitas hujan yang tinggi. Sehingga mudah membawa penyakit. ‘’Kemungkinan juga karena hujan membawa penyakit pada cabai,’’ ujar perempuan berjilbab tersebut.
Menurut dia, yang melegakan, penyakit tersebut tidak menular ke tanaman cabai lainnya. Sehingga masih ada cabai yang bisa dipanen. ‘’Untungnya harga cabai minggu ini cukup tinggi. Walaupun ada beberapa cabai yang busuk, saya tidak terlalu merugi,’’ katanya.
- Advertisement -
Dia menambahkan, harga cabai di tingkat petani mencapai Rp 41 ribu per kilogram (kg). Petani melakukan panen seminggu sekali. ‘’Sebenarnya hasilnya lebih bisa maksimal, jika penyakit itu bisa diatasi,’’ tukasnya.
SOLOKURO – Petani di Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro mengeluhkan penyakit yang menyerang tanaman cabainya. Penyakit itu membuat buah cabai mudah busuk. Lebih dikeluhkan lagi, penyakit itu belum ada obatnya. ‘’Kalau orang sini menyebutnya pellet,’’ tutur Marfuah, salah satu petani cabai setempat kepada Jawa Pos Radar Lamongan senin (26/2).
Menurut dia, penyakit tersebut membuat cabai berwarna coklat yang terlihat membusuk dan tidak bisa dikonsumsi. Dalam satu tanaman terdapat tiga hingga empat butir cabai yang terkena penyakit. Akibatnya hasil panennya menjadi tidak maksimal. Lebih merugikan, penyakit itu menyerang menjelang panen. ‘’(Yang terkena penyakit,Red) ada yang masih menempel di tanaman, tapi ada juga yang rontok ke tanah,’’ ujarnya sembari menunjukkan beberapa cabai yang membusuk tersebut.
Marfuah menjelaskan, penyakit tersebut menyerang sejak bulan ini atau awal musim panen. Namun hingga kini petani belum menemukan cara untuk mengatasi penyakit tersebut. ‘’Belum ada obat yang bisa mengatasinya,’’ ungkap perempuan paruh baya tersebut.
Dia memperkirakan, penyakit itu muncul akibat intensitas hujan yang tinggi. Sehingga mudah membawa penyakit. ‘’Kemungkinan juga karena hujan membawa penyakit pada cabai,’’ ujar perempuan berjilbab tersebut.
Menurut dia, yang melegakan, penyakit tersebut tidak menular ke tanaman cabai lainnya. Sehingga masih ada cabai yang bisa dipanen. ‘’Untungnya harga cabai minggu ini cukup tinggi. Walaupun ada beberapa cabai yang busuk, saya tidak terlalu merugi,’’ katanya.
- Advertisement -
Dia menambahkan, harga cabai di tingkat petani mencapai Rp 41 ribu per kilogram (kg). Petani melakukan panen seminggu sekali. ‘’Sebenarnya hasilnya lebih bisa maksimal, jika penyakit itu bisa diatasi,’’ tukasnya.