26 C
Bojonegoro
Sunday, May 28, 2023

Gunakan Barang Bekas Pertanian sebagai Alat Musik

- Advertisement -

TUBAN – Grup musik tidak selalu identik memainkan alat musik mainstream seperti gitar, drum, atau drum. Di tangan orang kreatif, perkakas pertanian dan barang bekas lainnya pun bisa mengisi alunan musik yang enak di dengar. Seperti dilakukan grup musik kontemporer Unen-Unen ini.

Enam pemuda terlihat sibuk memainkan barang-barang unik di tangannya. Sekilas, aktivitas mereka hanya duduk-duduk nongkrong sambil bercerita di atas batu cadas eks tambang batu kumbung Desa/Kecamatan Rengel. Namun ketika mendekat, alunan suara musik mendayu-dayu terdengar. Tembang yang mereka lantunkan tanpa vokal. Hanya instrumen musik ala tembang Jawa yang bisa membuat pendengarnya larut dalam irama.

Mereka adalah grup musik kontemporer Unen-Unen. Berbeda dengan grup musik pada umumnya, Unen-Unen memadukan alat musik tradisional dengan barang-barang bekas. Alat musik yang mereka gunakan hanyalah sapek, sitar, dan suling. Selebihnya perkakas bekas seperti kentongan, gagang pacul yang sudah dimodifikasi layaknya biola, dan plastik untuk menimbulkan bunyi ala terompet. ‘’Tiap sore kami mengisi waktu sambil latihan membuat irama musik,’’ jelas Agus Hewod, salah satu personel grup ini.

Bagi seniman musik di Tuban, Unen-Unen bukanlah grup musik baru. Sejak terbentuk 2015, mereka kerap mengisi panggung-panggung seni dan hiburan. Baik di Tuban maupun luar kota. Beberapa kali Unen-Unen bongkar-pasang personel dan gonta-ganti alat musik yang digunakan. Namun, yang khas dari grup ini, mereka tidak pernah meninggalkan aliran musik kontemporer yang memanfaatkan barang-barang bekas dan alat pertanian.

Agar nuansa musiknya tetap terasa, Agus cs menggunakan sejumlah alat musik tradisional seperti sitar, sapek, dan suling. Alat-alat musik tersebut memang asing bagi sebagian besar masyarakat Jawa. Mereka sengaja memilih alat tradisional agar tidak punah. Selain tampil dari panggung ke panggung, Unen-Unen kerap melatih anak-anak desa setempat untuk bermusik. ‘’Ini sebagai upaya kami melestarikan alat musik tradisional. Sehingga kami sukarela mengajarkannya pada anak-anak,’’ tutur pria berkulit sawo matang tersebut.

- Advertisement -

Unen-Unen lahir atas keprihatinan para musisi desa setempat dengan  alat tradisional yang perlahan punah. Selain sulit didapat, pemain alat tradisional asli Nusantara tersebut juga sulit ditemui. Terlebih, generasi saat ini sudah tidak tertarik mendalami musik-musik tersebut. Di sekolah pun, pelajaran seni musik hampir dipastikan selalu mengajarkan musik modern seperti band atau orkestra. ‘’Kalau semua bermusik band, lalu siapa yang melanjutkan warisan budaya kita sendiri,’’ ucap musisi muda tersebut.

Tiap manggung, Unen-Unen tidak pernah memasang tarif tertentu. Tak jarang jasa mereka disewa hanya dibayar dengan nasi kotak. Agar tetap bisa menghidupi para seniman yang bergabung, grup musik kreatif tersebut menjual merchandise seperti kaus, gantungan kunci, dan lainnya. Agus mengatakan, memang cukup sulit menghidupi  musisi di kota kecil. Terlebih, musik yang dibawakan tidak sesuai selera pasaran. ‘’Kami ingin membuktikan bahwa alat apa pun bisa jadi musik dengan irama merdu,’’ tutur Agus.

Tak jarang Unen-Unen diajak manggung bareng sejumlah musisi kontemporer dari Eropa dan Australia yang mengadakan tur di Jawa Timur. Untuk kembali membumikan musik kontemporer dengan alat tradisional tersebut, Unen-Unen selalu mendokumentasikan penampilannya di Youtube. Kini, sejumlah penampilannya bisa dinikmati di internet.

TUBAN – Grup musik tidak selalu identik memainkan alat musik mainstream seperti gitar, drum, atau drum. Di tangan orang kreatif, perkakas pertanian dan barang bekas lainnya pun bisa mengisi alunan musik yang enak di dengar. Seperti dilakukan grup musik kontemporer Unen-Unen ini.

Enam pemuda terlihat sibuk memainkan barang-barang unik di tangannya. Sekilas, aktivitas mereka hanya duduk-duduk nongkrong sambil bercerita di atas batu cadas eks tambang batu kumbung Desa/Kecamatan Rengel. Namun ketika mendekat, alunan suara musik mendayu-dayu terdengar. Tembang yang mereka lantunkan tanpa vokal. Hanya instrumen musik ala tembang Jawa yang bisa membuat pendengarnya larut dalam irama.

Mereka adalah grup musik kontemporer Unen-Unen. Berbeda dengan grup musik pada umumnya, Unen-Unen memadukan alat musik tradisional dengan barang-barang bekas. Alat musik yang mereka gunakan hanyalah sapek, sitar, dan suling. Selebihnya perkakas bekas seperti kentongan, gagang pacul yang sudah dimodifikasi layaknya biola, dan plastik untuk menimbulkan bunyi ala terompet. ‘’Tiap sore kami mengisi waktu sambil latihan membuat irama musik,’’ jelas Agus Hewod, salah satu personel grup ini.

Bagi seniman musik di Tuban, Unen-Unen bukanlah grup musik baru. Sejak terbentuk 2015, mereka kerap mengisi panggung-panggung seni dan hiburan. Baik di Tuban maupun luar kota. Beberapa kali Unen-Unen bongkar-pasang personel dan gonta-ganti alat musik yang digunakan. Namun, yang khas dari grup ini, mereka tidak pernah meninggalkan aliran musik kontemporer yang memanfaatkan barang-barang bekas dan alat pertanian.

Agar nuansa musiknya tetap terasa, Agus cs menggunakan sejumlah alat musik tradisional seperti sitar, sapek, dan suling. Alat-alat musik tersebut memang asing bagi sebagian besar masyarakat Jawa. Mereka sengaja memilih alat tradisional agar tidak punah. Selain tampil dari panggung ke panggung, Unen-Unen kerap melatih anak-anak desa setempat untuk bermusik. ‘’Ini sebagai upaya kami melestarikan alat musik tradisional. Sehingga kami sukarela mengajarkannya pada anak-anak,’’ tutur pria berkulit sawo matang tersebut.

- Advertisement -

Unen-Unen lahir atas keprihatinan para musisi desa setempat dengan  alat tradisional yang perlahan punah. Selain sulit didapat, pemain alat tradisional asli Nusantara tersebut juga sulit ditemui. Terlebih, generasi saat ini sudah tidak tertarik mendalami musik-musik tersebut. Di sekolah pun, pelajaran seni musik hampir dipastikan selalu mengajarkan musik modern seperti band atau orkestra. ‘’Kalau semua bermusik band, lalu siapa yang melanjutkan warisan budaya kita sendiri,’’ ucap musisi muda tersebut.

Tiap manggung, Unen-Unen tidak pernah memasang tarif tertentu. Tak jarang jasa mereka disewa hanya dibayar dengan nasi kotak. Agar tetap bisa menghidupi para seniman yang bergabung, grup musik kreatif tersebut menjual merchandise seperti kaus, gantungan kunci, dan lainnya. Agus mengatakan, memang cukup sulit menghidupi  musisi di kota kecil. Terlebih, musik yang dibawakan tidak sesuai selera pasaran. ‘’Kami ingin membuktikan bahwa alat apa pun bisa jadi musik dengan irama merdu,’’ tutur Agus.

Tak jarang Unen-Unen diajak manggung bareng sejumlah musisi kontemporer dari Eropa dan Australia yang mengadakan tur di Jawa Timur. Untuk kembali membumikan musik kontemporer dengan alat tradisional tersebut, Unen-Unen selalu mendokumentasikan penampilannya di Youtube. Kini, sejumlah penampilannya bisa dinikmati di internet.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/