Radar Bojonegoro – Lampu-lampu di Gereja GPdI Alfa Omega mulai menyala. Pijar lampu memancar bersanding serasi dengan cat bangunan megah dengan enam pilar besar.
Sore itu (23/12), aktivitas persiapan Hari Natal mulai terasa. Gereja dengan bangunan besar tersebut menghadap ke utara. Tak jauh dari Sungai Bengawan Solo, hanya sekitar 50 meter. Berada di Jalan Hayam Wuruk. Atau berada di kawasan Pecinan atau banyak dihuni warga keturunan Tionghoa.
Ke timur terus juga terdapat beberapa gereja. Ada banyak gereja dan rumah ibadah di Kecamatan Kota. Sementara tata letaknya juga banyak berkutat di kawasan Pecinan. Seperti di Kelurahan Karangpacar, Kelurahan Kepatiham, dan Kelurahan Banjarejo.
Meskipun setiap gereja memiliki latar belakang aliran tersendiri. Berdasar data dihimpun ada 14 gereja dan rumah ibadah di Kecamatan Kota. Sedangkan, total se Bojonegoro ada 50 gereja atau rumah ibadah. Menyebar di Kecamatan Kalitidu, Dander, Purwosari, Padangan, Kedungadem, Baureno, Sumberrejo, Kapas, Tambakrejo.
Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (Bamag) Bojonegoro Iwan Sukmono mengatakan, di Kecamatan Kota ada 14 gereja dan rumah ibadah. Paling banyak ada di Kelurahan Karang Pacar. Yakni sekitar tujuh gereja.
Ia merasa ada keunikan tersendiri pada Kelurahan Karangpacar. Ada beberapa tempat ibadah dari beberapa agama. Selain tujuh gereja, ada pula satu bangunan kelenteng dan beberapa masjid serta musala. ‘’Tapi saya melihat fenomena itu (tata letak gereja di kawasan Pecinan) sebagai hal di luar perkiraan dan terjadi secara kebetulan,” katanya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro.
Menurut dia, dari segi aliran dianut hingga arsitektur bangunan tidak sama. Juga bentuk arsitekturnya dirasa tidak mengacu aspek teologis atau makna tertentu. Arsitekturnya rerata modern.
Di sisi lain, menurut Iwan, setiap gereja memiliki sejarah berbeda pula. Sehingga dari beberapa hal tersebut, ia belum meyakini suatu hal melandasi gereja-gereja terletak di kawasan Pecinan. ‘’Tapi yang pasti keberadaan gereja dipengaruhi oleh sosok membawa (ajaran) dulu. Juga latar belakang masyarakat atau jemaat di sekitarnya,” ujar pria juga pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) Bojonegoro itu.
Sedianya keberadaan gereja di Kecamatan Kota masih tergolong menyebar. Namun, pastinya berada di pusat kota. Atau jika ditilik dari kondisi geografis Kecamatan Kota, gereja tidak berada di selatan rel kereta api. ‘’Keberadaan gereja itu di pusat kota. Karena mobilisasi jemaatnya berada diseputaran itu. Dengan latar belakang profesi yang berbeda,” tuturnya.
Yonathan Rahardjo, seorang budayawan Bojonegoro menambahkan keberadaan gereja di pusat kota Bojonegoro dipengaruhi latar belakang masyarakat sekitarnya. Utamanya tentang agama dianut. Rerata berada di pusat kota serta areal kini biasa disebut kawasan Pecinan.
‘’Keberadaan gereja itu menyebar. Tapi memang letaknya berada di pusat kota Bojonegoro. Setelah perpindahan dari sebelumnya Rajegwesi di sekitaran Kecamatan Dander dan juga kota lama di Kecamatan Padangan,” jelasnya.