TUBAN– Permasalahan yang dihadapi Rumah Makan Kebun Sugih Tuban tak berhenti pada penggerebekan satpol PP setempat. Masalah lain yang membelit adalah sulitnya mengurus surat izin. Baik HO (izin gangguan) maupun Izin mendirikan bangunan (IMB). Pihak rumah makan mengklaim sudah berusaha melengkapi surat izin tersebut sejak kali pertama buka pada September 2016. Namun, izin tersebut tidak juga klir di perangkat Desa Sugihwaras, Kecamatan Jenu.
Kondisi ini yang membuat pengelola rumah makan belum melanjutkan pengurusan izin gangguan maupun izin mendirikan bangunan ke institusi terkait. Problem itu seakan membuka tabir betapa peliknya membuka usaha rumah makan di Bumi Wali. Selain harus berhadapan dengan perda, juga bersentuhan dengan oknum perangkat desa yang mempersulit tahapan perizinan.
Kepada Jawa Pos Radar Tuban, Suryono Sumaji, pengelola rumah makan ini menjelaskan, izin belum bisa naik ke dinas perizinan karena perangkat desa belum memberikan tanda tangan pengesahan.
Dikatakan dia, satu-satunya syarat yang belum dilengkapi adalah surat persetujuan kepala desa. Sementara untuk dinas terkait dan kecamatan diakuinya sudah klir. ‘’Padahal, semua tetangga sudah memberi izin hitam di atas putih untuk izin HO, tapi pemerintah desa masih mempersulit,’’ tutur dia.
Kasmuri, mantan Camat Jenu mengatakan, ketika masih menjabat camat setempat, pihaknya pernah memediasi dua belah pihak. Dia menduga ada permasalahan pribadi yang berimbas pada perizinan yang sulit dikeluarkan. Kasmuri mengaku enggan berkomentar lebih banyak karena sudah tidak lagi menjabat di Kecamatan Jenu. ‘’Hanya saya sarankan kalau ada masalah pribadi jangan dibawa ke institusi. Harus profesional,’’ tegas dia.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Sugihwaras, Kecamatan Jenu M. Na’im membenarkan pihaknya belum menandatangani surat perizinan dimaksud. Pertimbangannya, salah satu warga masih keberatan dan menolak tanda tangan karena tanah di sebelah timur rumah makan tersebut belum dibeli. ‘’Kalau semua warga sepakat tanda tangan, saya pastikan, saya juga tanda tangani,’’ tutur dia yang mengklaim ingin menaati prosedur.
Naim secara tegas menolak jika dianggap mempersulit perizinan usaha di wilayahnya. Dia justru mengaku mendukung jika desanya dijadikan lahan perekrutan tenaga kerja. Hanya saja, dia ingin segala sektor bisnis di wilayahnya berjalan sesuai prosedur tanpa ada masalah di kemudian hari. ‘’Saya tidak pernah mempersulit izin. Orang lama pasti tahu bagaimana dua periode kepemimpinan saya di sini,’’ tandas dia.
Menanggapi hal tersebut, Yono membenarkan ada lahan seluas 20 meter persegi di timur rumah makan yang diklaim statusnya masih milik warga. Tanah tersebut posisinya tepat di depan pintu gerbang masuk rumah makan. Merasa dibelit permasalahan tersebut, pria kelahiran Trowulan, Mojokerto itu mengaku siap membeli lahan tersebut sesuai permintaan.
Namun, pihak pemerintah desa, menurut Yono, selalu berkilah ketika ditanya terkait surat kepemilikan tanah dan harga yang dipatok. Pihak desa hanya memberitahu kepemilikan lahan tersebut atas nama salah satu perangkat desa. ‘’Saya sudah sanggupi untuk membeli asalkan ada sertifikat kepemilikaan tanah. Sampai saat ini saya tidak pernah lihat surat itu, apa yang harus saya beli?’’ tegas dia.