Radar Bojonegoro – Di masa new normal ini, rapid test seakan-akan pentingnya menyamai e-KTP. Menjadi syarat utama masuk kampus hingga perkantoran.
Syarat wajib masuk pondok pesantren (ponpes). Juga syarat bepergian naik pesawat. Bahkan, menjadi persyaratan ikut seleksi lowongan pekerjaan di sebuah perusahaan.
Begitu pentingnya rapid test membuat semua pihak harus melakukan tes hanya sekitar 5-10 menit tersebut. Namun, banyak pihak yang mengeluhkan biaya rapid test.
Sebab, tingginya kebutuhan jasa rapid test ini rentan menjadi ladang baru untuk bisnis di masa pandemi. Apalagi, keterbatasan pemerintah melayani rapid test.
Tak hanya rumah sakit, bahkan klinik kesehatan juga melayani rapid test. Terkesan bersaing dalam pelayanan, indikasinya dari harganya yang terpaut.
Rapid test itu penting namun jangan sampai dimanfaatkan penyedia jasa pelayanan kesehatan mengeruk keuntungan pribadi di tengah pandemi.
‘’Memang rapid test itu penting. Tapi jangan sampai dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan,’’ ujar Wakil Bupati (Wabup) Bojonegoro Budi Irawanto kemarin (23/6).
Dia mengatakan, sektor swasta membuka pelayanan rapid test itu bagus untuk mendeteksi dini penyebaran virus korona. Namun, jangan sampai disalahgunakan mengeruk keuntungan pribadi.
‘’Semangatnya harus dijaga, bersama-sama mempersempit ruang gerak virus korona,’’ ujar Mas Wawan sapaan akrabnya itu. Wawan menuturkan, semua lembaga jasa pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta bisa membuka pelayanan rapid test.
Rumah sakit milik pemerintah hingga puskesmas, pelayanannya terbatas karena tingginya permintaan dari masyarakat. Karena, menurut dia, rapid test selama new normal kini menjadi syarat mutlak untuk aktivitas ke luar kota atau pelamar pekerjaan.
Bahkan, santri yang hendak balik ke ponpes di luar juga diminta rapid test. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro Ani Pujiningrum mengatakan, rapid test bisa dilakukan oleh semua fasilitas kesehatan (faskes).
‘’Semua bisa melakukan rapid test. Tidak hanya faskes milik pemerintah saja,’’ jelasnya. Menurut Ani, rapid test bukanlah diagnosa. Namun, hanya skrining awal mengetahui indikasi adanya Covid-19 di tubuh.
Hasil rapid test hanya reaktif atau nonreaktif. Jika reaktif, diindikasi ada virus di tubuh. Sehingga, harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, yaitu swab test.
Saat ini, alat rapid test bisa didapatkan dengan mudah. Yakni, melalui distributor yang ada di Jakarta. Faskes bisa membelinya melalui distributor tersebut.
Namun, dia memastikan rapid test dari dinkes tidak dipungut biaya. Semua biaya sudah ditanggung pemerintah daerah. Berbeda dengan rapid test mandiri, tentu dikenakan biaya.
‘’Mengenai besaran biaya tergantung faskes masing-masing,’’ ujarnya. Meski demikian, hasil rapid test tetap harus dilaporkan ke dinkes. Sebab, jika ada yang reaktif penanganan akan dilakukan secepatnya.
Ani menjelaskan, rapid test sebenarnya tidaklah masuk dalam protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Namun, rapid test dibutuhkan untuk antisipasi agar tidak terjadi penularan virus korona.
‘’Jadi, jika ditemukan ada yang reaktif, tidak dicampur dengan yang nonreaktif,’’ ujar mantan direktur RSUD Padangan itu. Rapid test hanya sebagai skrining awal. Sehingga, bisa dilakukan langkah untuk mencegah penularan Covid-19.