ANDAI mereka menyerahkan dan balik ke kampung halamannya di Desa Jatimulyo, Kecamatan Kecamatan Plumpang, tentulah Tanah Laut tak mengenal nama Edy Porwanto sebagai ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tala. Atau Akhmad Rozi, komisioner KPUK Tala. Kedua transmigran kakak beradik ini sukses berjuang hidup di tanah rantau.
Memutuskan ikut transmigrasi sekitar 40 tahun silam ke Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalimantan Selatan untuk mengadu nasib, Edy Porwanto dan Akhmad Rozi sempat ditentang keluarganya. Meski, ketika merantau di pulau seberang tersebut mereka mengikuti kedua orang tuanya, Suratman dan Rusmini. Setelah berlayar dengan kapal kurang lebih seminggu, keluarga transmigran asal Bumi Wali ini menetap di Desa Tajau Mulya, Kecamatan Kecamatan Batu Ampar.
Sekang, lokasi transmigrasi ini relatif mudah diakses denganmotor dan mobil dari Kota Pelaihari. Jalannya pun relatif mulus, untuk ukuran jalan di Kalimantan Selatan.
Kepada Jawa Pos Radar Banjarmasin, Suratman, 74, masih tampak sehat dan memiliki daya ingat yang cukup baik. Terbukti, saat wartawan koran ini meminta dia bercerita ketika mengikuti transmigrasi pada era Presiden Suharto kala itu, dia begitu lancar mengisahkannya.
Dituturkan dia, begitu keinginannya mengikuti transmigrasi disampaikan, keluarganya langsung menentang. Karena merantau ke tanah seberang sudah menjadi tekadnya, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan bujukan kerabatnya. Setelah
mengikuti pembekalan dan pelatihan untuk bekal kehidupan di tanah transmigrasi, dia bersama istri dan dua anaknya berangkat ke Kalimantan Selatan. ”Kepergian ditangisi para keluarga,” kenangnya.
Begitu menginjakkan kaki di Bumi Kalimantan Selatan, dia langsung dibawa ke lokasi Transmigrasi Tajau Pecah blok B Kecamatan Jorong yang kini berubah menjadi Desa Tajau Mulya. Ketika itu, Suratman mengaku terkejut setelah mengetahui kondisi kawasan transmigrasi yang ditempati merupakan kawasan hutan, seperti yang diceritakan keluarganya di kampung halaman.
Dia masih mengingat betul, rombongan transmigrasi yang berjumlah 140 kepala keluarga itu mendapat rumah beralaskan tanah plus perkarangan serta lahan perladangan. ”Dua tahun kami mendapat kebutuhan pokok,” tuturnya.
Kerja keras Suratman selama dua tahun mengolah ladang tidak memperlihatkan perubahan. Di masa-masa sulit tersebut, dia mengaku bersama istri dan kelima anaknya hanya makan nasi jagung dan singkong selama berbulan-bulan. ”Nasi itu makanan yang mewah,” ujar dia mengenang masa sulitnya.
Semangat baja dan rasa optimistis yang tinggi bersama warga transmigrasi lainnya lambat laun menjadikan kehidupannya mulai berubah. Lima tahun berjalan, dia bersama warga transmigrasi lainnya mampu merehab rumah. ”Saya juga mampu sekolahkan anak-anak,” ujar dia.
Seiring berjalannya waktu, kehidupannya pun jauh lebih layak. Di puncak pencapaiannya, Suratman bersama Istri melaksanakan ibadah haji pada 2011.
Sukses pasangan suami istri (pasutri) ini tidak hanya dinikmati sendiri. Lima anaknya, Akhmad Rokhim, Siti Rofiah, Akhmad Rozi, Rachmad, dan Edy Porwanto mampu menempuh pendidikan tinggi. Akhmad Rozi yang juga komisioner KPUK Tala menyelesaikan pendidikan S2. Sebelumnya, dia anggota Banwas Tala.
Edy Porwanto juga meraih kesuksesan. Selain menjadi manajer shop Dealer Yamaha Pelaihari, juga sebagai ketua DPD Partai Nasdem Tala, ketua KONI Tala dan wakil ketua PMI Provinsi Kalsel. ”Semua itu kami raih dengan perjuangan keras dan tak pantang menyerah,” ujar Suratman. (*/ds)