27.4 C
Bojonegoro
Wednesday, June 7, 2023

Pemkab dan DPRD Enggan Susun Perda KTR

- Advertisement -

BOJONEGORO – Sebelum matahari memancarkan sinarnya, Maman salah satu pemilik kedai kopi di Jalan MH Thamrin, Bojonegoro, sudah tiba di warungnya. Menyapu warung menjadi rutinitas setiap pagi setelah tutup hingga dini hari. Yang bikin dia geleng-geleng kepala adalah sampah puntung rokok hampir separo ikrak (wadah mengambil sampah). 

“Banyak sekali puntung rokoknya per hari. Ini menandakan banyak yang merokok,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro.

Maman membayangkan, tumpukan limbah menggunung, jika seluruh sampah puntung rokok dikumpulkan dari semua warung di Kota Ledre, termasuk juga tercecer di ruang publik. Apa yang dibayangkan Maman bisa saja benar, apalagi belum ada satupun aturan pengendalian rokok di Bojonegoro, baik perda maupun perbup tentang kawasan tanpa rokok (KTR).

“Memang belum ada perda seperti itu. Kita hanya ada Perda Trantibum,” kata Kabag Hukum Pemkab Bojonegoro Faisal.

Perda Trantibum dimaksud Faisal adalah Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2015 mengenai Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum. Faisal mengatakan, hanya sedikit muatan mengenai pengendalian tembakau yang diatur dalam perda tersebut. Seperti pasal 7 yang hanya mengatur larangan orang merokok di dalam kendaraan umum.

- Advertisement -

“Merokok identik puntung dibuang seenaknya. Meskipun tidak signifikan memengaruhi sampah, tapi ini mengganggu keindahan,” ucap Faisal.

Faisal sadar betul, dengan titel kabupaten ramah HAM dan Kota Layak Anak (KLA), Bojonegoro membutuhkan regulasi pengendalian rokok. “Memang seharusnya seperti itu. Harus membatasi ruang gerak merokok. Bukan hanya aspek kesehatan, tapi ada aspek lebih besar, yakni etika,” ungkapnya.

Dia pun mengakui, hingga saat ini belum ada inisiatif dari pemerintah kabupaten, DPRD, maupun organisasi kemasyarakatan berinisiatif menyusun atau menyuarakan perda KTR. 

Apalagi menurutnya, studi kelayakan juga harus dilakukan sebelum pemerintah dan para pihak beritikad menyusun draf perda pengendalian rokok ini. “Membuat sebuah perda pengendalian merokok, harus ada studi kelayakan semacam responden. Setidaknya menggambarkan dominan masyarakat Bojonegoro itu merokok,” ujarnya.

Tidak adanya inisiatif para pihak juga diakui Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro Ali Mahmudi. Dia membenarkan para wakil rakyat belum punya inisiatif membuat perda KTR. “Belum ada inisiatif. Kalau di DPRD ditulisi larangan merokok saja, masih banyak tantangan,” selorohnya.

Dia juga pesimistis inisiatif penyusunan draf perda KTR bisa digarap seiring masih banyaknya kalangan anggota DPRD bebas merokok di ruang berpendingin (AC). Padahal dalam kode etik DPRD, anggota legislatif dilarang merokok di kantor dan ruangan berpendingin di gedung parlemen. “Apalagi kalau dibuat sebuah perda, saya tidak yakin kalau itu di-perdakan?,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. 

Dia sendiri sadar, kebiasaan merokok berimbas pada kesehatan dan kemiskinan warga. Sebab itu, dia menganggap penting, jika pemerintah dan DPRD menyusun perda KTR, seperti pemerintah kota dan kabupaten lain di Indonesia.

Dia menduga, Bojonegoro tidak memiliki perda KTR karena pemerintah tidak mau pendapatan daerah dari retribusi rokok dan tembakau menyusut. “Hal-hal seperti itu perlu untuk dipaksa. Ini wilayah pemerintah daerah, terkait peraturan. Kalau bisa seperti peraturan daerah,” ujar Ali sapaannya.

BOJONEGORO – Sebelum matahari memancarkan sinarnya, Maman salah satu pemilik kedai kopi di Jalan MH Thamrin, Bojonegoro, sudah tiba di warungnya. Menyapu warung menjadi rutinitas setiap pagi setelah tutup hingga dini hari. Yang bikin dia geleng-geleng kepala adalah sampah puntung rokok hampir separo ikrak (wadah mengambil sampah). 

“Banyak sekali puntung rokoknya per hari. Ini menandakan banyak yang merokok,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro.

Maman membayangkan, tumpukan limbah menggunung, jika seluruh sampah puntung rokok dikumpulkan dari semua warung di Kota Ledre, termasuk juga tercecer di ruang publik. Apa yang dibayangkan Maman bisa saja benar, apalagi belum ada satupun aturan pengendalian rokok di Bojonegoro, baik perda maupun perbup tentang kawasan tanpa rokok (KTR).

“Memang belum ada perda seperti itu. Kita hanya ada Perda Trantibum,” kata Kabag Hukum Pemkab Bojonegoro Faisal.

Perda Trantibum dimaksud Faisal adalah Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2015 mengenai Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum. Faisal mengatakan, hanya sedikit muatan mengenai pengendalian tembakau yang diatur dalam perda tersebut. Seperti pasal 7 yang hanya mengatur larangan orang merokok di dalam kendaraan umum.

- Advertisement -

“Merokok identik puntung dibuang seenaknya. Meskipun tidak signifikan memengaruhi sampah, tapi ini mengganggu keindahan,” ucap Faisal.

Faisal sadar betul, dengan titel kabupaten ramah HAM dan Kota Layak Anak (KLA), Bojonegoro membutuhkan regulasi pengendalian rokok. “Memang seharusnya seperti itu. Harus membatasi ruang gerak merokok. Bukan hanya aspek kesehatan, tapi ada aspek lebih besar, yakni etika,” ungkapnya.

Dia pun mengakui, hingga saat ini belum ada inisiatif dari pemerintah kabupaten, DPRD, maupun organisasi kemasyarakatan berinisiatif menyusun atau menyuarakan perda KTR. 

Apalagi menurutnya, studi kelayakan juga harus dilakukan sebelum pemerintah dan para pihak beritikad menyusun draf perda pengendalian rokok ini. “Membuat sebuah perda pengendalian merokok, harus ada studi kelayakan semacam responden. Setidaknya menggambarkan dominan masyarakat Bojonegoro itu merokok,” ujarnya.

Tidak adanya inisiatif para pihak juga diakui Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro Ali Mahmudi. Dia membenarkan para wakil rakyat belum punya inisiatif membuat perda KTR. “Belum ada inisiatif. Kalau di DPRD ditulisi larangan merokok saja, masih banyak tantangan,” selorohnya.

Dia juga pesimistis inisiatif penyusunan draf perda KTR bisa digarap seiring masih banyaknya kalangan anggota DPRD bebas merokok di ruang berpendingin (AC). Padahal dalam kode etik DPRD, anggota legislatif dilarang merokok di kantor dan ruangan berpendingin di gedung parlemen. “Apalagi kalau dibuat sebuah perda, saya tidak yakin kalau itu di-perdakan?,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. 

Dia sendiri sadar, kebiasaan merokok berimbas pada kesehatan dan kemiskinan warga. Sebab itu, dia menganggap penting, jika pemerintah dan DPRD menyusun perda KTR, seperti pemerintah kota dan kabupaten lain di Indonesia.

Dia menduga, Bojonegoro tidak memiliki perda KTR karena pemerintah tidak mau pendapatan daerah dari retribusi rokok dan tembakau menyusut. “Hal-hal seperti itu perlu untuk dipaksa. Ini wilayah pemerintah daerah, terkait peraturan. Kalau bisa seperti peraturan daerah,” ujar Ali sapaannya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/