SEJAK TK, Nova Andriyanto tak bisa lepas dari kuas atau pensil warna. Ia menyukai ilustrasi dan sketsa karakter realis. Kini, ia lebih nyaman menggambar kaligrafi.
Pertemuan singkat dengan Nova Andriyanto di salah satu warung kopi di Jalan Gajah Mada, Bojonegoro, kemarin (19/9) cukup berkesan. Semangat mudanya begitu terlihat. Meski, selama ini dikenal pegiat literasi, tetapi ternyata pemuda asal Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, itu memiliki keahlian seni rupa. Ia juga menggeluti kaligrafi.
Sembari menyesap kopi susu, pemuda akrab disapa Andri itu mengeluarkan portofolionya dari dalam tas. Portofolio tebal itu terdapat ratusan karyanya yang diarsipkan dengan rapi. Andri tak jauh beda dengan teman segenerasinya. Pemuda kelahiran November 1993 itu tergolong generasi Y, terlihat perilakunya menyukai eksplorasi. Sehingga, sejak lulus kuliah dari Universitas Trunojoyo Madura 2018 lalu, ia tak pernah betah kerja kantoran.
Andri mengatakan, paling lama kerja kantoran selama enam bulan. Dulu ia pernah kerja sebagai tentor di salah satu lembaga bimbingan belajar, karyawan sebuah event organizer, bahkan pernah menjajal jadi jurnalis di salah satu media daring.
Perasaannya saat kerja kantoran, banyak batasan yang membuatnya kurang nyaman. Terutama adanya target. Ia selalu berpikir agar mampu berdiri sendiri. “Meski dulu sempat kerja kantoran, sebenarnya saya tak pernah berhenti menggambar,” ujar alumnus ilmu komunikasi itu.
“Karena bagi saya seni itu luas. Ada banyak lini bisa saya pelajari agar tetap berada di jalur berkarya,” lanjut anak bungsu dari empat bersaudara tersebut.
Alumni SMKN 2 Bojonegoro itu puluhan tahun sebelumnya menggeluti aliran seni realis. Suka menggambar ilustrasi atau sketsa karakter. Tetapi, di dalam hatinya ada banyak hal mulai merisak. Salah satunya tentu ajaran agamanya yang mendorong menghindari menggambar karakter menyerupai manusia.
Sehingga, mulai jalan dua tahun ini, Andri beralih urusan menggambar. Akhirnya ia menemukan seni kaligrafi. Sejak SMK sebenarnya pernah mempelajari kaligrafi. Sehingga ia tinggal memoles keahliannya. Karena dari dulu ia tak pernah memiliki guru, semuanya ia pelajari secara otodidak.
“Karena itu saya pilih fokus kaligrafi saja, lebih nyaman. Tapi saya masih kok menggambar karakter manusia. Namun tidak menggambar kedua mata. Biasanya saya gambar pakai kacamata,” ujarnya dengan senyum.
Pesanan kado nikah dan wisuda tak datang dari orang Bojonegoro saja. Pernah dari Surabaya, Gresik, Lumajang, Blora, dan lainnya. Per bulan setidaknya ada 15 pelanggan. Di luar bikin kaligrafi, ia juga pekerja lepas di salah satu penerbitan buku.
Andri juga mengeksplorasi kaligrafi melalui dekorasi interior. Termasuk merancang kaligrafi di kaus. Andri juga aktif di beberapa komunitas literasi, karena ia juga suka membaca dan menulis. Ia tergabung dalam komunitas Bojaksara, Ngaostik, dan B-Sunsa. Andri beberapa kali ikut menjadi relawan pengajar Kelas Inspirasi.