27.8 C
Bojonegoro
Friday, June 2, 2023

Sempat Kursus Kilat di Belanda, Terpilih karena Bikin Lagu

- Advertisement -

BAGI Nove Zain Wisuda, gagal itu biasa. Pernah gagal berusaha kuliah ke luar negeri. Berbekal tekad, kerja keras, dan doa keluarganya, akhirnya impian belajar hingga ke Negeri Kincir Angin tiba juga.

Seperti bertemu sosok panutan, Nove Zain Wisuda seakan membangkitkan kembali impian terpendam. Ditemui di sela-sela rutinitas hariannya, Nove, sapaan akrabnya, membagikan kisah terkait impiannya melanjutkan studi ke luar negeri.

Langkahnya tegap saat menyeberangi jalanan RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo. Mengenakan seragam batik biru. Jabatan tangannya kuat, menandakan pribadi percaya diri dan berilmu pengetahuan.

Lalu, duduk santai dengan wartawan Jawa Pos Radar Bojonegoro. Memesan secangkir kopi untuk menemani perbincangan perjalanan hidupnya meraih beasiswa yang jatuh bangun. Gagal berkali-kali. Ditolak sana-sini.

Berangkat dari keluarga sederhana dan bersekolah di Kecamatan Ngasem, Nove pernah menjadi siswa nilai terbaik semasa SMP. Kesempatan melanjutkan ke bangku SMA di kota rupanya menjadi mimpi buruk semasa awal sekolah.

- Advertisement -

Nove sempat merasakan culture shock dan berkeinginan pindah sekolah. ’’Waktu itu tidak punya teman karena kebanyakan siswa di SMAN 1 Bojonegoro itu merupakan lulusan dari SMPN 1. Sementara saya dari desa,’’ ucap penerima beasiswa ke Belanda melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Namun, keikutsertaannya pada band membuat ia sedikit demi sedikit memiliki teman. Tidak terlalu mahir memainkan gitar, namun Nove bisa membuat lagu.

Semasa SMA, dia merilis tiga lagu hasil karyanya. Lagu pertama ia buat bertema antinarkoba. Judulnya No Narx. Sepenggal cerita manis dari SMA merilis lagu ternyata mengantarkan Nove menjemput beasiswa LPDP 2019 di usianya ke-34 tahun.

Dia menceritakan, sewaktu wawancara terakhir penerimaan beasiswa, musiklah yang membuat pemberi beasiswa tertarik kepadanya. Padahal, dia sempat merasakan short course di Belanda selama dua minggu pada 2016.

’’Itu yang menarik saat proses penerimaan. Itu keadaannya saya malu mengakuinya. Tapi ternyata karya musik bisa menarik mereka. Padahal, profil saya menunjukkan pernah menerima beasiswa NFP di Belanda juga,’’ ucapnya.

Dari pengalaman itulah, Nove sadar pentingnya pengalaman nonakademik bagi pengejar beasiswa. Walaupun nilai yang didapatkan luar biasa, jika tidak pernah ada pengalaman nonakademik, tidak ada nilai plus dari pemberi beasiswa.

Nove mengatakan, biasanya sewaktu-waktu kedutaan akan membutuhkan pelajar dari Indonesia yang memperkenalkan budaya. Untuk itu, prestasi nonakademik menjadi salah satu penilaian terpenting.

Berkali-kali ditolak mendapatkan beasiswa ke luar negeri, tidak melunturkan semangat pemuda asal Kecamatan Ngasem ini. Bahkan, ia juga pernah diterima di Curtin University of Technology di Australia pada 2006. Namun, ia tolak karena tidak mendapatkan sponsor.

Tentunya tanpa dukungan doa dari orang tua dan keluarga, Nove tidak akan pernah meraih impiannya. Saat ini ia sedang mempersiapkan keberangkatan studinya di Wageningen University and Research di Belanda, September nanti. Tentu, sebagai mahasiswa master programme nutrition dan health.

BAGI Nove Zain Wisuda, gagal itu biasa. Pernah gagal berusaha kuliah ke luar negeri. Berbekal tekad, kerja keras, dan doa keluarganya, akhirnya impian belajar hingga ke Negeri Kincir Angin tiba juga.

Seperti bertemu sosok panutan, Nove Zain Wisuda seakan membangkitkan kembali impian terpendam. Ditemui di sela-sela rutinitas hariannya, Nove, sapaan akrabnya, membagikan kisah terkait impiannya melanjutkan studi ke luar negeri.

Langkahnya tegap saat menyeberangi jalanan RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo. Mengenakan seragam batik biru. Jabatan tangannya kuat, menandakan pribadi percaya diri dan berilmu pengetahuan.

Lalu, duduk santai dengan wartawan Jawa Pos Radar Bojonegoro. Memesan secangkir kopi untuk menemani perbincangan perjalanan hidupnya meraih beasiswa yang jatuh bangun. Gagal berkali-kali. Ditolak sana-sini.

Berangkat dari keluarga sederhana dan bersekolah di Kecamatan Ngasem, Nove pernah menjadi siswa nilai terbaik semasa SMP. Kesempatan melanjutkan ke bangku SMA di kota rupanya menjadi mimpi buruk semasa awal sekolah.

- Advertisement -

Nove sempat merasakan culture shock dan berkeinginan pindah sekolah. ’’Waktu itu tidak punya teman karena kebanyakan siswa di SMAN 1 Bojonegoro itu merupakan lulusan dari SMPN 1. Sementara saya dari desa,’’ ucap penerima beasiswa ke Belanda melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Namun, keikutsertaannya pada band membuat ia sedikit demi sedikit memiliki teman. Tidak terlalu mahir memainkan gitar, namun Nove bisa membuat lagu.

Semasa SMA, dia merilis tiga lagu hasil karyanya. Lagu pertama ia buat bertema antinarkoba. Judulnya No Narx. Sepenggal cerita manis dari SMA merilis lagu ternyata mengantarkan Nove menjemput beasiswa LPDP 2019 di usianya ke-34 tahun.

Dia menceritakan, sewaktu wawancara terakhir penerimaan beasiswa, musiklah yang membuat pemberi beasiswa tertarik kepadanya. Padahal, dia sempat merasakan short course di Belanda selama dua minggu pada 2016.

’’Itu yang menarik saat proses penerimaan. Itu keadaannya saya malu mengakuinya. Tapi ternyata karya musik bisa menarik mereka. Padahal, profil saya menunjukkan pernah menerima beasiswa NFP di Belanda juga,’’ ucapnya.

Dari pengalaman itulah, Nove sadar pentingnya pengalaman nonakademik bagi pengejar beasiswa. Walaupun nilai yang didapatkan luar biasa, jika tidak pernah ada pengalaman nonakademik, tidak ada nilai plus dari pemberi beasiswa.

Nove mengatakan, biasanya sewaktu-waktu kedutaan akan membutuhkan pelajar dari Indonesia yang memperkenalkan budaya. Untuk itu, prestasi nonakademik menjadi salah satu penilaian terpenting.

Berkali-kali ditolak mendapatkan beasiswa ke luar negeri, tidak melunturkan semangat pemuda asal Kecamatan Ngasem ini. Bahkan, ia juga pernah diterima di Curtin University of Technology di Australia pada 2006. Namun, ia tolak karena tidak mendapatkan sponsor.

Tentunya tanpa dukungan doa dari orang tua dan keluarga, Nove tidak akan pernah meraih impiannya. Saat ini ia sedang mempersiapkan keberangkatan studinya di Wageningen University and Research di Belanda, September nanti. Tentu, sebagai mahasiswa master programme nutrition dan health.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

Lebih Suka Belajar Bersama

Terus Bersinergi dengan Media


/