23.8 C
Bojonegoro
Friday, June 9, 2023

Masjid Jami Al – Huda, Dikelola NU dan Muhammadiyah Secara Harmonis

- Advertisement -

Masjid Jami Al Huda Desa Bedahan Kecamatan Babat sangat menginspirasi bagi kokohnya ukuwah. Sebab, pengelolaannya dilakukan secara harmonis oleh dua organisasi Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah. 

M. GAMAL AYATULLAH, Radar Lamongan, Lamongan

Bangunan Masjid Jami Al Huda terlihat cukup kokoh dan megah. Masjid dua lantai tersebut sering dipakai jujukan pengguna jalan untuk salat sambil beristirahat. Apalagi saat Salat Jumat, selalu dijubeli jamaah. Karena lokasinya memang strategis di pintu masuk sebelah timur Kota Babat, tepatnya tepi jalan raya Surabaya-Babat-Tuban.

Kapasitas masjid sekitar 800 jamaah salat. Saat bulan Ramadan seperti saat ini, jumlah pengunjung selalu maksimal. Terutama saat Salat Isya dan Tarawih. ‘’Tapi jumlah jamaah dibatasi hanya separonya saja dan jamaah diwajibkan memakai masker, sesuai ketentuan protokol kesehatan,’’ kata Takmir Masjid, M. Abdul Gofar. Sepintas masjid yang selesai dibangun pada 1992 itu tidak berbeda dengan masjid pada umumnya.

Namun yang menarik, pengelolaan maupun pelaksanaan ritual ibadahnya dilakukan secara NU dan Muhammadiyah. Termasuk surat menyurat dan rekomendasinya, juga dari dua organisasi Islam terbesar tersebut. ‘’Sampai saat ini tak ada masalah. Pelaksanaan ibadah tetap berjalan dengan kusyuk setiap hari. Imam, katib maupun tata cara salat dilakukan secara NU dan Mummadiyah. Termasuk pada Ramadan,’’ tandas Abdul Gofar.

- Advertisement -

Dia menyontohkan, seperti saat salat tarawih pada bulan puasa Ramadan. Imamnya bergantian dari NU dan Muhammadiyah dua hari sekali. Saat imamnya dari Muhammadiyah, otomatis salat tarawihnya berjumlah delapan rakaat ditambah tiga rakaat salat witir. Sedangkan ketika imamnya dari NU salat tarawihnya 20 rakaat ditambah tiga rakaat salat witir. ‘’Tak ada masalah sama sekali. Saling toleransi satu dengan yang lainya,’’ ujarnya.

Sedangkan untuk salat jumat, tambah dia, juga dilakukan bergantian. Kalau imamnya dari NU, katibnya dari Muhammadiyah. Dan kalau imamnya dari Muhammadiyah, katibnya otomatis dari NU. ‘’Untuk salat lima waktu juga bergantian. Kalau salat duhur imamnya dari Muhammadiyah, salat asar imamnya dari NU, begitu seterusnya,’’ ungkap dia.

Termasuk dalam pengelolaan masjid, juga dilakukan secara kompak antara pengurus dari NU maupun Muhammadiyah. Misalnya, terkait penerapan prokes. Pengunjung wajib memakai masker dan menjaga jarak. Kalau ada yang tidak membawa masker, masjid menyediakan. Tapi, ketika stok masker masjid habis, pengunjung tidak diperbolehkan di dalam masjid, harus di luar.

Sebelum masuk masjid juga harus melewati satu pintu yang ada bilik steriliasai yang masih berfungsi sampai saat ini. ‘’Aturan-aturan pengelolaan masjid selalu dibahas secara bersama-sama oleh teman-teman pengurus dari NU dan Muhammadiyah secara kompak,’’ tandasnya.

Dalam susunan pengurus masjid juga diisi personil-personil dari warga Muhammdiyah dan Nu secara proporsional. Misalnya, untuk ketua yayasan dari Muhammadiyah dan wakilnya dari NU. Sedangkan untuk takmir, ketuanya dari NU dan wakilnya dari Muhammaidyah. ‘’Sehingga semuanya bisa berjalan dengan harmonis,’’ tandas Gofar.

Masjid Jami Al Huda Desa Bedahan Kecamatan Babat sangat menginspirasi bagi kokohnya ukuwah. Sebab, pengelolaannya dilakukan secara harmonis oleh dua organisasi Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah. 

M. GAMAL AYATULLAH, Radar Lamongan, Lamongan

Bangunan Masjid Jami Al Huda terlihat cukup kokoh dan megah. Masjid dua lantai tersebut sering dipakai jujukan pengguna jalan untuk salat sambil beristirahat. Apalagi saat Salat Jumat, selalu dijubeli jamaah. Karena lokasinya memang strategis di pintu masuk sebelah timur Kota Babat, tepatnya tepi jalan raya Surabaya-Babat-Tuban.

Kapasitas masjid sekitar 800 jamaah salat. Saat bulan Ramadan seperti saat ini, jumlah pengunjung selalu maksimal. Terutama saat Salat Isya dan Tarawih. ‘’Tapi jumlah jamaah dibatasi hanya separonya saja dan jamaah diwajibkan memakai masker, sesuai ketentuan protokol kesehatan,’’ kata Takmir Masjid, M. Abdul Gofar. Sepintas masjid yang selesai dibangun pada 1992 itu tidak berbeda dengan masjid pada umumnya.

Namun yang menarik, pengelolaan maupun pelaksanaan ritual ibadahnya dilakukan secara NU dan Muhammadiyah. Termasuk surat menyurat dan rekomendasinya, juga dari dua organisasi Islam terbesar tersebut. ‘’Sampai saat ini tak ada masalah. Pelaksanaan ibadah tetap berjalan dengan kusyuk setiap hari. Imam, katib maupun tata cara salat dilakukan secara NU dan Mummadiyah. Termasuk pada Ramadan,’’ tandas Abdul Gofar.

- Advertisement -

Dia menyontohkan, seperti saat salat tarawih pada bulan puasa Ramadan. Imamnya bergantian dari NU dan Muhammadiyah dua hari sekali. Saat imamnya dari Muhammadiyah, otomatis salat tarawihnya berjumlah delapan rakaat ditambah tiga rakaat salat witir. Sedangkan ketika imamnya dari NU salat tarawihnya 20 rakaat ditambah tiga rakaat salat witir. ‘’Tak ada masalah sama sekali. Saling toleransi satu dengan yang lainya,’’ ujarnya.

Sedangkan untuk salat jumat, tambah dia, juga dilakukan bergantian. Kalau imamnya dari NU, katibnya dari Muhammadiyah. Dan kalau imamnya dari Muhammadiyah, katibnya otomatis dari NU. ‘’Untuk salat lima waktu juga bergantian. Kalau salat duhur imamnya dari Muhammadiyah, salat asar imamnya dari NU, begitu seterusnya,’’ ungkap dia.

Termasuk dalam pengelolaan masjid, juga dilakukan secara kompak antara pengurus dari NU maupun Muhammadiyah. Misalnya, terkait penerapan prokes. Pengunjung wajib memakai masker dan menjaga jarak. Kalau ada yang tidak membawa masker, masjid menyediakan. Tapi, ketika stok masker masjid habis, pengunjung tidak diperbolehkan di dalam masjid, harus di luar.

Sebelum masuk masjid juga harus melewati satu pintu yang ada bilik steriliasai yang masih berfungsi sampai saat ini. ‘’Aturan-aturan pengelolaan masjid selalu dibahas secara bersama-sama oleh teman-teman pengurus dari NU dan Muhammadiyah secara kompak,’’ tandasnya.

Dalam susunan pengurus masjid juga diisi personil-personil dari warga Muhammdiyah dan Nu secara proporsional. Misalnya, untuk ketua yayasan dari Muhammadiyah dan wakilnya dari NU. Sedangkan untuk takmir, ketuanya dari NU dan wakilnya dari Muhammaidyah. ‘’Sehingga semuanya bisa berjalan dengan harmonis,’’ tandas Gofar.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/