Radar Bojonegoro – Angka kematian ibu (AKI) selama proses nifas dan masa melahirkan masih belum terbendung. Bulan ini ada tambahan satu ibu meninggal dunia. Per Oktober 2020, Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro mencatat ada 28 nyawa ibu melayang. Jumlah hingga Oktober ini melampaui komulatif AKI tahun lalu, sebanyak 26 kasus.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Bojonegoro Lucky Imroah mengungkapkan, bahwa 28 ibu meninggal dunia tersebut tersebar di berbagai kecamatan. Pihaknya hingga kini masih terus berusaha menekan agar jumlah AKI tidak bertambah lagi.
Adapun penyebab kematian ibu tahun ini didominasi akibat penyakit penyerta yakni 12 kasus. Di antaranya 4 ibu sakit kanker, 4 ibu sakit TBC, 2 ibu sakit jantung, 1 ibu sakit hipertiroid, dan 1 ibu sakit schizophrenia. Kemudian, ada 9 ibu meninggal akibat pendarahan, 5 ibu me ninggal akibat pra-eklampsia/eklampsia, dan 2 ibu meninggal akibat sepsis (komplikasi berbahaya karena infeksi).
“Meninggalnya ada yang masa nifas dan ketika masa kehamilan,” imbuh Lucky. Upaya menekan AKI, pihaknya mendorong seluruh fasilitas kesehatan (faskes) melakukan audit serta evaluasi internal setiap ada kematian ibu maupun bayi. Sehingga, bisa diketahui secara seksama penyebab kematian tersebut.
Pada intinya, seluruh faskes harus senantiasa memperbaiki layanannya. Terkait deteksi dini, petugas kesehatan di tingkat desa perlu ditingkatkan. Juga mendorong seluruh ibu hamil wajib antenatal care (ANC) atau pemeriksaan kehamilan sebanyak enam kali.
Dua kali saat trimester pertama, satu kali saat trimester kedua, dan tiga kali saat trimester ketiga. “Trimester pertama ini wajib ANC di dokter spesialias kandungan, guna skrining awal ada tidaknya penyakit penyerta. Selanjutnya bisa diselingi periksa di bidan desa setempat,” terangnya.
Lucky mengingatkan seluruh ibu hamil harus punya buku kesehatan ibu dan anak (KIA). Apabila belum punya, bisa minta ke puskesmas terdekat. Buku KIA sebagai penghubung saat pemeriksaan kehamilan agar urut rekam jejaknya.
Selain itu, para ibu hamil diharapkan tidak perlu khawatir terkait biaya. Sebab saat ini, Universal Health Coverage (UHC) sudah mencapai 98,76 persen. “Jadi, tidak ada alasan lagi untuk tidak melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak enam kali, karena sudah UHC,” katanya.
Sementara itu, Lucky menambahkan terkait jumlah angka kematian bayi (AKB) per Oktober 2020 sebanyak 125 kasus. Dibanding jumlah AKB tahun lalu cenderung menurun yang mana totalnya 161 kasus.
Penyebab AKB masih didominasi akibat lahir prematur. Akibatnya berat bayi lahir rendah (BBLR) di bawah 2,5 kilogram. “Penyebab prematur didominasi karena infeksi. Jenis infeksinya paling banyak yaitu infeksi gigi. Kemudian, infeksi menular seksual,” bebernya.
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Bojonegoro Qomariyah mengungkapkan, pihaknya akan meningkatkan upaya deteksi dini terhadap ibu-ibu hamil risiko tinggi (risti). Hamil risti itu ketikas masuk golongan 4-T. Yakni terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering, dan terlalu banyak.
“Peningkatan deteksi dini agar bisa segera dibuatkan rujukan ke puskesmas apabila diketahui berisiko tinggi,” ujar bidan yang dinas di Puskesmas Ngasem tersebut. Selain itu, peran suami juga penting, bisa diajak kerja sama menjaga kesehatan ibu hamil. Lalu ketika ibu sudah melahirkan, juga bisa kerja sama ikut membantu mengasuh bayi yang baru lahir tersebut. Sehingga si ibu pun tidak kelelahan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bojonegoro Askan menambahkan AKI hingga AKB telah menjadi atensi serius. Beberapa waktu lalu tenaga kesehatan beserta jajaran rumah sakit telah mendiskusikan ini bersama pemkab setempat.
”Ini sudah dibahas detil. Jadi sekarang semua pihak terkait harus terus memacu diri,” katanya kemarin (16/10). Sehingga, lanjut dia, beberapa langkah strategis menekan AKI hingga AKB segera diaplikasikan. Mulai dari deteksi dini, rujukan, hingga pelayanan di fasilitas kesehatan. Setiap tahapannya harus dijalankan dengan baik dan detil.
”Tindakannya harus cepat dan tepat. Koordinasi antar pihak juga harus berjalan baik,” tandasnya. Menurut Askan, tahun depan pemkab setempat bakal mengalokasikan anggaran sarana dan prasarana fasilitas kesehatan. Kaitannya menunjang kualitas pelayanan pada ibu hamil dan juga bayi.
”Karena ibu hamil dengan risiko tinggi perlu ditempatkan pada ICU. Itupun tidak bisa hanya tenaga kesehatan spesialis kandungan saja. Juga di bidang lain terkait dengan kondisinya (ibu hamil),” tutur dia.