Radar Bojonegoro – Jumlah organisasi massa (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak memiliki legalitas cukup banyak. Berdasar data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Bojonegoro, sekitar 65 LSM dan ormas belum memiliki legalitas dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
Padahal, banyaknya ormas maupun LSM dalam suatu daerah merupakan hal positif. Menunjukkan iklim demokrasi dalam suatu daerah itu bertumbuh. Meski demikian, terdapat LSM melenceng dari regulasi. Semestinya bergerak sektor ekonomi, namun juga mengurusi pemerintah dan politik. Bahkan, ada yang melanggar pidana.
Sekretaris Bakesbangpol Bojonegoro Aunur Rofiq mengatakan, jumlah total ormas dan LSM di Bojonegoro adalah 263 lembaga. Rinciannya, 114 LSM dan 149 adalah ormas. ‘’Dari jumlah itu ada 65 ormas dan LSM tidak ber SK Kemenkum HAM,’’ katanya kemarin (16/9).
Direktur IDfoS Indonesia Joko Hadi Purnomo mengatakan, banyaknya ormas maupun LSM suatu daerah merupakan hal positif. Menunjukkan iklim demokrasi suatu daerah itu bertumbuh. ‘’Tentu dalam satu hal ini positif dan bagus,” katanya kemarin (16/9). Menurut dia, sedianya setiap ormas maupun LSM memiliki kapasitas dan visi misi berbeda. Salah satunya seperti watchdoc. Secara umum tujuannya menunjukkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
‘’Gerakangerakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Contohnya, Indonesian Corruption Watch (ICW),” ujar dia. Juga, LSM bergerak bidang pemberdayaan. Harusnya memberikan kontribusi pemikiran dapat menguatkan masyarakat. Tetapi ada pula LSM peranannya terkadang kontraproduktif dengan fungsi aslinya.
‘’Jadinya menyimpang. Kalau terjadi pelanggaran hukum, tentunya penegakkan hukum harus dijalankan. Tindak pidana harus diproses secara hukum,” tandasnya.
Dengan adanya fenomena ini, peranan pemkab harus hadir dan bertanggung jawab. Salah satunya fungsi bakesbangpol secara peraturan perundang-undangan yakni melakukan pembinaan kepada seluruh organisasi masyarakat sipil. ‘’Harusnya bakesbangpol punya kegiatan-kegiatan yang bisa meningkatkan kapasitas para ormas maupun LSM,” tutur dia.
Sebab, katanya, jika tidak dilakukan pembinaan, akan semakin melahirkan stigamatisasi dan generalisasi di masyarakat. Kaitannya dengan keberadaan LSM. Sehingga turut mencoreng nama LSM lainnya yang benar-benar menjalankan peranan. ‘’Agar tidak terjadi penyimpangan dan tindak pidana,” lanjutnya. Di sisi lain, Joko juga mendorong masyarakat atau pihak yang dirugikan lebih berani.
Dalam menyikapi tindakan pidana dilakukan oknum-oknum dari ormas maupun LSM. Maksudnya berani melaporkan kepada aparat keamanan agar ditindak lanjuti. ‘’Karena bagaimanapun pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti. Kalau tidak salah ya jangan takut,” jelas dia.
Sementara itu, awal Juni lalu, kepolisian merilis penangkapan dua oknum LSM berusaha menakutnakuti dan memeras kepala desa (kades). Dua oknum pun dibekuk. Yakni Putut Sugiarto, 46, dan Kustiyono, 49. Korbannya Kades Kemiri, Kecamatan Malo, Jupri. Kedua tersangka asal Kecamatan Dander itu awalnya memeras Jupri Rp 40 juta. Namun, hanya diberikan uang Rp 10 juta. Merasa diperas, Jupri melapor ke polres. Penangkapan dua tersangka saat bertransaksi dengan korban di salah satu warung kopi di Jalan Veteran, 30 Mei lalu.