25.1 C
Bojonegoro
Saturday, March 25, 2023

Nyai Hajah Asmanah, Perempuan dan Penebar Dakwah di Bojonegoro (3)

- Advertisement -

Nyai Asmanah sosok ulama perempuan yang peduli pendidikan. Tanahnya yang meluas rela untuk dibangun ponpes-ponpes. Estafet keabadian mendidik para santri itu kini diteruskan anak dan cucunya. Jadilah kawasan Kendal jadi sentra ponpes di Bojonegoro.

M. LUKMAN HAKIM, Bojonegoro, Radar Bojonegoro

Ada istilah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Itulah gambaran keluarga Nyai Asmanah. Keteladanan Nyai Asmanah mendidik putra-putrinya belajar agama, membawa anak-anaknya semua mendirikan pondok pesantren (ponpes). Semua berdiri di kawasan Kendal, Desa Sumbertlaseh, Kecamatan Dander, Bojonegoro.

Kawasan tak jauh dari Kecamatan Kota Bojonegoro itu, pun kini berubah menjadi sentra ponpes. Itu setelah ponpes berdiri berdekatan, berhimpitan, dan bergandengan. Nyai Asmanah menjadi sosok sentral setelah ditinggal wafat Kiai Abu Dzarrin, suaminya.

Sosok Nyai Asmanah menjadi embrio bagi putra-putrinya mendirikan ponpes. Nyai Asmanah merelakan tanahnya untuk diberikan putra-putrinya dan didirikan ponpes. Setidaknya ada enam bangunan ponpes berdiri di tanah yang dimiliki Nyai Asmanah.

- Advertisement -

Mulai dari ujung utara Ponpes Al-Ma’ruf, Ponpes Abu Dzarrin, Ponpes Abu Dzarrin Al-Ridhwan, Ponpes Al- Khuzi, Ponpes AlAsmanah, Ponpes Adnan AL-Charis, dan ponpes baru dari cucu-cucunya yaitu Al-Muniri serta An-Nuriyah. Lu’luatul Fuad putri Nyai Asmanah mengatakan, ibunya membesarkan anak-anaknya hingga menjadi sosok bermanfaat kemajuan pendidikan Islam, terutama ponpes.

Kali pertama, putranya kedua yakni Kiai Dimyathi mendirikan ponpes. Selanjutnya, dinamai Ponpes Abu Dzarrin. Lokasi pendirian ponpes tidak jauh dari rumah Nyai Asmanah. Persisnya utara Masjid As-Salafiyah Kendal, Sumbertlaseh. “Merujuk nama ayahnya,” ujar Lu’luatul Fuad kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro. Zaman terus bergerak. Selain dibangun ponpes, juga dibangun sekolah formal yang memberikan muatan ilmu umum. Mulai dari MI, MTs, dan MA.

Lu’luatul Fuad menceritakan, kedermawanan ibunya yang tidak eman (perhitungan) dengan harta, terutama untuk agama. Serta semangat mendorong bertumbuhnya ilmu di wilayah kawasan Kendal. “Tidak merasa merugi saat memberikan sesuatu baik itu kepada orang lain,” ujar dia. Menjadi bermanfaat dengan apa yang dimiliki Nyai Asmanah yang kini dicontoh oleh anak-anaknya.

Cara mendidik penuh ketekunan dan ketegasan, menjadikan anak anak dan keturunanya orang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan agama. “Saya sama saudara kadang berpikir, seumpama ibu (Nyai Asmanah) tidak menempa anak-anaknya akan jadi apa? Mungkin tidak akan jadi seperti sekarang, semuanya bisa mendirikan pondok,” tuturnya.

Ainun Na’im cucu Nyai Asmanah menambahkan, selain kedermawanan Nyai Asmanah, rasa penuh takdzim (patuh) kepada guru, orang tua, dan suaminya menjadi perangai melekat dalam diri cucu dan anak-anaknya.

Setiap usai Salat Duha selalu menghadap ke arah makam orang tua, guru, dan suaminya berada di seberang barat jalan dari kamar nenek yang menghadap ke timur. ”Tiada hari tanpa mendoakan orang tua,” ujar Gus Un sapaan akrabnya yang juga pengasuh Ponpes Al-Asmanah.

Perjuangan dengan penuh keikhlasan itu akan terus mengalir sampai akhir zaman. Menjadi legacy atau warisan yang akan terus dipelajari oleh anak, cucu, para santri, dan masyarakat sekitar.

Nyai Asmanah sosok ulama perempuan yang peduli pendidikan. Tanahnya yang meluas rela untuk dibangun ponpes-ponpes. Estafet keabadian mendidik para santri itu kini diteruskan anak dan cucunya. Jadilah kawasan Kendal jadi sentra ponpes di Bojonegoro.

M. LUKMAN HAKIM, Bojonegoro, Radar Bojonegoro

Ada istilah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Itulah gambaran keluarga Nyai Asmanah. Keteladanan Nyai Asmanah mendidik putra-putrinya belajar agama, membawa anak-anaknya semua mendirikan pondok pesantren (ponpes). Semua berdiri di kawasan Kendal, Desa Sumbertlaseh, Kecamatan Dander, Bojonegoro.

Kawasan tak jauh dari Kecamatan Kota Bojonegoro itu, pun kini berubah menjadi sentra ponpes. Itu setelah ponpes berdiri berdekatan, berhimpitan, dan bergandengan. Nyai Asmanah menjadi sosok sentral setelah ditinggal wafat Kiai Abu Dzarrin, suaminya.

Sosok Nyai Asmanah menjadi embrio bagi putra-putrinya mendirikan ponpes. Nyai Asmanah merelakan tanahnya untuk diberikan putra-putrinya dan didirikan ponpes. Setidaknya ada enam bangunan ponpes berdiri di tanah yang dimiliki Nyai Asmanah.

- Advertisement -

Mulai dari ujung utara Ponpes Al-Ma’ruf, Ponpes Abu Dzarrin, Ponpes Abu Dzarrin Al-Ridhwan, Ponpes Al- Khuzi, Ponpes AlAsmanah, Ponpes Adnan AL-Charis, dan ponpes baru dari cucu-cucunya yaitu Al-Muniri serta An-Nuriyah. Lu’luatul Fuad putri Nyai Asmanah mengatakan, ibunya membesarkan anak-anaknya hingga menjadi sosok bermanfaat kemajuan pendidikan Islam, terutama ponpes.

Kali pertama, putranya kedua yakni Kiai Dimyathi mendirikan ponpes. Selanjutnya, dinamai Ponpes Abu Dzarrin. Lokasi pendirian ponpes tidak jauh dari rumah Nyai Asmanah. Persisnya utara Masjid As-Salafiyah Kendal, Sumbertlaseh. “Merujuk nama ayahnya,” ujar Lu’luatul Fuad kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro. Zaman terus bergerak. Selain dibangun ponpes, juga dibangun sekolah formal yang memberikan muatan ilmu umum. Mulai dari MI, MTs, dan MA.

Lu’luatul Fuad menceritakan, kedermawanan ibunya yang tidak eman (perhitungan) dengan harta, terutama untuk agama. Serta semangat mendorong bertumbuhnya ilmu di wilayah kawasan Kendal. “Tidak merasa merugi saat memberikan sesuatu baik itu kepada orang lain,” ujar dia. Menjadi bermanfaat dengan apa yang dimiliki Nyai Asmanah yang kini dicontoh oleh anak-anaknya.

Cara mendidik penuh ketekunan dan ketegasan, menjadikan anak anak dan keturunanya orang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan agama. “Saya sama saudara kadang berpikir, seumpama ibu (Nyai Asmanah) tidak menempa anak-anaknya akan jadi apa? Mungkin tidak akan jadi seperti sekarang, semuanya bisa mendirikan pondok,” tuturnya.

Ainun Na’im cucu Nyai Asmanah menambahkan, selain kedermawanan Nyai Asmanah, rasa penuh takdzim (patuh) kepada guru, orang tua, dan suaminya menjadi perangai melekat dalam diri cucu dan anak-anaknya.

Setiap usai Salat Duha selalu menghadap ke arah makam orang tua, guru, dan suaminya berada di seberang barat jalan dari kamar nenek yang menghadap ke timur. ”Tiada hari tanpa mendoakan orang tua,” ujar Gus Un sapaan akrabnya yang juga pengasuh Ponpes Al-Asmanah.

Perjuangan dengan penuh keikhlasan itu akan terus mengalir sampai akhir zaman. Menjadi legacy atau warisan yang akan terus dipelajari oleh anak, cucu, para santri, dan masyarakat sekitar.

Artikel Terkait

Most Read

Mobdin Tak Boleh Dipakai Mudik

Gadis ini Senang Banyak Kegiatan

Gadis ini Kerjakan Skripsi Sambi Jualan

Artikel Terbaru

Fokus Belajar Mapel Kimia

Bupati Ingatkan Jangan Malas

Pengaspalan Minggu Depan


/