24.2 C
Bojonegoro
Thursday, June 1, 2023

Suwaji, Penguji Kayu Perhutani KPH Mojokerto yang Juga Seorang Dalang

- Advertisement -

Tidak ada batasan usia untuk belajar. Suwaji, 49, belajar menjadi dalang justru setelah dirinya menjadi bapak satu anak.

M. GAMAL AYATULLAH, Radar Lamongan

Menjadi seorang dalang dibutuhkan kepiawaian dalam memainkan watak dan tokoh lakon yang dimainkan. Tak banyak orang yang mau belajar menjadi dalang. Salah satunya, Suwaji, 49, asal Desa Wateswinangun, Kecamatan Sambeng.

‘’Saya belajar bukan usia remaja, akan tetapi sudah tua dan mempunyai anak satu,’’ ujarnya. Namun, sejak kelas 4 SD Suwaji menyukai wayang. Dia ingin sekolah yang ada ilmu mendalang.

Namun, harapan itu tidak terkabul. Dengan berbagai alasan, orang tuanya juga tidak ingin Suwaji menjadi dalang. Setelah lulus SMA, dia masih memendam keinginan kuliah seni yang di dalamnya terdapat mata kuliah mendalang. Namun, orang tuanya tetap menolak.

- Advertisement -

‘’Dari situlah akhirnya bakat saya menjadi dalang saya pendam untuk mencari kerja yang lainya,’’ kenangnya. Pada 1993, Suwaji diterima bekerja di Perhutani KPH Mojokerto. Tiga tahun kemudian, dia menikah.

Berkeluarga tak membuatnya melupakan dunia perwayangan. Suwaji masih ingin menjadi dalang. Meskipun, umurnya tak muda lagi. ‘’Setelah melihat salah satu pertunjukan wayang di Jombang, mendekati dalang untuk belajar,’’ tuturnya.

Suwaji mulai belajar dalang pada 2003. Dia belajar kepada Ki Anom Karnoto, asal Kecamatan Ploso, Jombang, yang waktu itu masih hidup. Dia harus menyiasati waktunya karena juga harus bekerja dan menjadi kepala rumah tangga.

‘’Pada saat belajar saya berumur 32 tahun karena sudah mempunyai istri dan anak satu,’’ ujarnya. Sang istri yang penasaran, pernah diajak Suwaji saat belajar di rumah Ki Anom Karnoto.

Setelah belajar selama 66 hari, dia hapal tentang cerita dan karakter toko perwayangan. ‘’Kalau saya belajar tepat selama 66 hari selesai menghapalkan wayang dan bisa memainkan,’’ kata pria yang kini memiliki dua anak ini.

Suwaji kali pertama tampil pada April 2004. Penampilan perdananya berjalan lancar. Grogi yang dialaminya hanya di awal. Lama – kelamaan, Suwaji terbiasa. ‘’Yang paling berat itu lakon Bima Suci, Lahirnya Rahwana dan Dosomuko,’’ tutur Penguji Kayu Perhutani KPH Mojokerto ini.

Sampai saat ini, dia masih ‘’nyambi’’ menjadi dalang. Namun, masa pandemi Covid-19 membuat Suwaji tak bisa banyak pentas. Dia hanya dua kali memainkan wayang di panggung. Itupun, waktunya dibatasi hanya hingga tengah malam.

Tidak ada batasan usia untuk belajar. Suwaji, 49, belajar menjadi dalang justru setelah dirinya menjadi bapak satu anak.

M. GAMAL AYATULLAH, Radar Lamongan

Menjadi seorang dalang dibutuhkan kepiawaian dalam memainkan watak dan tokoh lakon yang dimainkan. Tak banyak orang yang mau belajar menjadi dalang. Salah satunya, Suwaji, 49, asal Desa Wateswinangun, Kecamatan Sambeng.

‘’Saya belajar bukan usia remaja, akan tetapi sudah tua dan mempunyai anak satu,’’ ujarnya. Namun, sejak kelas 4 SD Suwaji menyukai wayang. Dia ingin sekolah yang ada ilmu mendalang.

Namun, harapan itu tidak terkabul. Dengan berbagai alasan, orang tuanya juga tidak ingin Suwaji menjadi dalang. Setelah lulus SMA, dia masih memendam keinginan kuliah seni yang di dalamnya terdapat mata kuliah mendalang. Namun, orang tuanya tetap menolak.

- Advertisement -

‘’Dari situlah akhirnya bakat saya menjadi dalang saya pendam untuk mencari kerja yang lainya,’’ kenangnya. Pada 1993, Suwaji diterima bekerja di Perhutani KPH Mojokerto. Tiga tahun kemudian, dia menikah.

Berkeluarga tak membuatnya melupakan dunia perwayangan. Suwaji masih ingin menjadi dalang. Meskipun, umurnya tak muda lagi. ‘’Setelah melihat salah satu pertunjukan wayang di Jombang, mendekati dalang untuk belajar,’’ tuturnya.

Suwaji mulai belajar dalang pada 2003. Dia belajar kepada Ki Anom Karnoto, asal Kecamatan Ploso, Jombang, yang waktu itu masih hidup. Dia harus menyiasati waktunya karena juga harus bekerja dan menjadi kepala rumah tangga.

‘’Pada saat belajar saya berumur 32 tahun karena sudah mempunyai istri dan anak satu,’’ ujarnya. Sang istri yang penasaran, pernah diajak Suwaji saat belajar di rumah Ki Anom Karnoto.

Setelah belajar selama 66 hari, dia hapal tentang cerita dan karakter toko perwayangan. ‘’Kalau saya belajar tepat selama 66 hari selesai menghapalkan wayang dan bisa memainkan,’’ kata pria yang kini memiliki dua anak ini.

Suwaji kali pertama tampil pada April 2004. Penampilan perdananya berjalan lancar. Grogi yang dialaminya hanya di awal. Lama – kelamaan, Suwaji terbiasa. ‘’Yang paling berat itu lakon Bima Suci, Lahirnya Rahwana dan Dosomuko,’’ tutur Penguji Kayu Perhutani KPH Mojokerto ini.

Sampai saat ini, dia masih ‘’nyambi’’ menjadi dalang. Namun, masa pandemi Covid-19 membuat Suwaji tak bisa banyak pentas. Dia hanya dua kali memainkan wayang di panggung. Itupun, waktunya dibatasi hanya hingga tengah malam.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/