KOTA – Diduga banyak tower provider tak berizin di Lamongan. Indikasinya, jumlah tower yang berizin hanya 206 unit. Sedangkan jumlah di lapangan diperkirakan lebih dari itu. ‘’Kalau ditelusuri jumlah tower tidak berizin kemungkinan masih banyak,’’ kata Bidang Pelayanan Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Lamongan, Sapto Priyono selasa (13/2).
Namun, dia mengakui, penertiban bagi tower provider yang tidak mengantongi izin pendirian cukup sulit. Karena pengawasannya terkendala akses. Artinya, pengawasan hanya bisa dilakukan untuk tower berizin saja. Sedangkan untuk tower tidak berizin bukan menjadi kewenangannya. ‘’Bukan kewenangan kita untuk menertibkan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pembiaran pendirian tower tidak berizin membahayakan banyak pihak. Selain membuat pengaturan frekuensi menjadi tidak jelas, dikhawatirkan juga akan membahayakan lingkungan. Misalnya, bila tiba-tiba ambruk.
Berbeda kalau berizin, menurut dia, tower berizin pasti akan mengantongi izin pemanfaatan ruang dan izin pendirian bangunan (IMB). ‘’Secara otomatis bisa dipertanggungjawabkan apabila terjadi permasalahan. Selain itu ada tim pengawas khusus yang terdiri dari instansi terkait,’’ ungkapnya.
Sapto menjelaskan, izin pendirian tower memang dikeluarkan instansinya. Tapi secara teknis, rekomendasinya dari berbagai instansi. Antara lain, rekomendasi tentang tata ruang, konstruksi bangunan, serta model bangunan.
Dia melanjutkan, pendirian tower harus mengacu pada zonasi. Idealnya satu zona hanya untuk tiga tower. Jaraknya dan titik koordinat dari masing-masing provider harus jelas. “Karena berkaitan dengan frekuensi pesawat melintas,” ungkapnya. Menurut dia, sekarang banyak berdiri tower kamuflase untuk menyamarkan tower konvensional, untuk mengakali perizinan. “Tower kamuflase merupakan salah satu trik supaya tidak terlihat seperti hutan tower,” tukasnya.