23.8 C
Bojonegoro
Friday, June 9, 2023

Sukadi Tidak Tega Melihat Istri dan Anaknya Susah Makan

- Advertisement -

TUBAN – Tewasnya Sukadi, 60, di tangan dua pemuda usai mencuri tandan pisang meninggalkan kisah pilu. Kehidupan kakek pekerja serabutan tersebut sangat jauh dari kata layak. Berikut cerita dari keluarga Sukadi di Desa/Kecamatan Semanding.

Mata Tasun, 46, masih memerah. Ketika menerima para pelayat, dia sering mengusap air matanya menggunakan jilbabnya. Begitu pula ketika diwawancarai wartawan koran ini senin (11/6) pagi. Beberapa kali mata Tasun terlihat tak kuat membendung air mata yang terus bercucuran. Maklum, Sukadi, pria yang begitu dia cintai merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga.

Karena tangan dan kaki kirinya diserang stroke sejak setahun terakhir, Sukadi tidak lagi laku sebagai kuli batu. Dia pun harus mencari pekerjaan serabutan lain. Terkadang mencari kapuk randu atau kayu bahan bakar untuk dijual kembali. Terlihat belasan sak berisi randu masih bertumpuk di samping kayu bakar. Namun karena sulit laku, belasan sak kapuk dan kayu bakar tersebut masih berjejer di teras rumah yang terbuat dari papan kayu dan sesek bambu.

Ya, kondisi rumah yang ditinggali Sukadi beserta istrinya, Tasun dan satu anak kecil Fatimah Lailatul Nuromadoni, 6, tersebut sangat memprihatinkan. Selain dinding rumah yang terbuat dari papan kayu bekas dan sesek bambu, sejumlah atapnya pun terlihat menganga. Jika hujan, mereka hanya menambal gentengnya dengan menggunakan asbes atau kayu bekas seadanya. ‘’Ya begini kondisinya, untuk makan kami sering kesulitan,’’ tutur Tasun.

Pasangan suami-istri ini sebenarnya mempunyai tiga anak. Yaitu, Rohmat Wahyu Okinawa,32; Agung Dwi Prasetyo, 27; dan Fatimah Lailatul Nuromadoni, 6. Namun Oki, sapaan akrab Rohmat Wahyu Okinawa sudah berumah tangga, bekerja di bengkel dan tinggal di rumah mertuanya. Sementara Agung, anak kedua kerja sebagai kuli batu dan jarang di rumah. Sehingga pasutri tersebut di rumah menghidupi satu anak bungsunya. ‘’Terkadang Agung kalau tidak dapat pekerjaan ya ikut hidup bersama kami,’’ kata Tasun.

- Advertisement -

Kondisi sulit itulah yang diduga memicu Sukadi mencuri tandan pisang di halaman dan tegal milik sejumlah warga Desa Prunggahan Wetan, Semanding. Tiga bulan terakhir, Tasun mengaku tidak tahu kalau suaminya sering mencuri. Ketika malam hari, Sukadi kerap diam-diam keluar rumah dengan alasan mencari angin. Hal itu sering dilakukan selama tiga bulan terakhir. ‘’Ya tidak curiga soalnya rumah sempit dan panas, mungkin bapaknya sumuk (kepanasan, Red),’’ kata dia.

Kecurigaan Tasun bermula saat beberapa kali dia menemukan baju Sukadi berlumuran getah pohon pisang dan tanah liat. Ketika ditanya, Sukadi selalu berkilah kalau getah tersebut dari tegal atau hutan hasil dari berburu randu. Kecurigaan Tasun kian memuncak ketika suatu hari dia membawa pulang belanjaan satu kantong kresek. Ketika ditanya, Sukadi berkilah kalau belanjaan tersebut hasil utang dari warung.

Dari situ Tasun sudah curiga kalau Sukadi mencuri. Namun dia tidak mau berburuk sangka terhadap suaminya. Mengingat Sukadi adalah suami yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Tiap anak bungsunya mengeluh kelaparan, Sukadi langsung bergerak menawarkan diri untuk menjadi buruh kasar atau buruh tani ke rumah-rumah tetangganya hanya demi uang untuk menghidupi istri dan anaknya. ‘’Suami tidak tega melihat istri dan anaknya susah makan,’’ tutur Tasun yang tak bisa lagi membendung air matanya.

TUBAN – Tewasnya Sukadi, 60, di tangan dua pemuda usai mencuri tandan pisang meninggalkan kisah pilu. Kehidupan kakek pekerja serabutan tersebut sangat jauh dari kata layak. Berikut cerita dari keluarga Sukadi di Desa/Kecamatan Semanding.

Mata Tasun, 46, masih memerah. Ketika menerima para pelayat, dia sering mengusap air matanya menggunakan jilbabnya. Begitu pula ketika diwawancarai wartawan koran ini senin (11/6) pagi. Beberapa kali mata Tasun terlihat tak kuat membendung air mata yang terus bercucuran. Maklum, Sukadi, pria yang begitu dia cintai merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga.

Karena tangan dan kaki kirinya diserang stroke sejak setahun terakhir, Sukadi tidak lagi laku sebagai kuli batu. Dia pun harus mencari pekerjaan serabutan lain. Terkadang mencari kapuk randu atau kayu bahan bakar untuk dijual kembali. Terlihat belasan sak berisi randu masih bertumpuk di samping kayu bakar. Namun karena sulit laku, belasan sak kapuk dan kayu bakar tersebut masih berjejer di teras rumah yang terbuat dari papan kayu dan sesek bambu.

Ya, kondisi rumah yang ditinggali Sukadi beserta istrinya, Tasun dan satu anak kecil Fatimah Lailatul Nuromadoni, 6, tersebut sangat memprihatinkan. Selain dinding rumah yang terbuat dari papan kayu bekas dan sesek bambu, sejumlah atapnya pun terlihat menganga. Jika hujan, mereka hanya menambal gentengnya dengan menggunakan asbes atau kayu bekas seadanya. ‘’Ya begini kondisinya, untuk makan kami sering kesulitan,’’ tutur Tasun.

Pasangan suami-istri ini sebenarnya mempunyai tiga anak. Yaitu, Rohmat Wahyu Okinawa,32; Agung Dwi Prasetyo, 27; dan Fatimah Lailatul Nuromadoni, 6. Namun Oki, sapaan akrab Rohmat Wahyu Okinawa sudah berumah tangga, bekerja di bengkel dan tinggal di rumah mertuanya. Sementara Agung, anak kedua kerja sebagai kuli batu dan jarang di rumah. Sehingga pasutri tersebut di rumah menghidupi satu anak bungsunya. ‘’Terkadang Agung kalau tidak dapat pekerjaan ya ikut hidup bersama kami,’’ kata Tasun.

- Advertisement -

Kondisi sulit itulah yang diduga memicu Sukadi mencuri tandan pisang di halaman dan tegal milik sejumlah warga Desa Prunggahan Wetan, Semanding. Tiga bulan terakhir, Tasun mengaku tidak tahu kalau suaminya sering mencuri. Ketika malam hari, Sukadi kerap diam-diam keluar rumah dengan alasan mencari angin. Hal itu sering dilakukan selama tiga bulan terakhir. ‘’Ya tidak curiga soalnya rumah sempit dan panas, mungkin bapaknya sumuk (kepanasan, Red),’’ kata dia.

Kecurigaan Tasun bermula saat beberapa kali dia menemukan baju Sukadi berlumuran getah pohon pisang dan tanah liat. Ketika ditanya, Sukadi selalu berkilah kalau getah tersebut dari tegal atau hutan hasil dari berburu randu. Kecurigaan Tasun kian memuncak ketika suatu hari dia membawa pulang belanjaan satu kantong kresek. Ketika ditanya, Sukadi berkilah kalau belanjaan tersebut hasil utang dari warung.

Dari situ Tasun sudah curiga kalau Sukadi mencuri. Namun dia tidak mau berburuk sangka terhadap suaminya. Mengingat Sukadi adalah suami yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Tiap anak bungsunya mengeluh kelaparan, Sukadi langsung bergerak menawarkan diri untuk menjadi buruh kasar atau buruh tani ke rumah-rumah tetangganya hanya demi uang untuk menghidupi istri dan anaknya. ‘’Suami tidak tega melihat istri dan anaknya susah makan,’’ tutur Tasun yang tak bisa lagi membendung air matanya.

Artikel Terkait

Most Read

Laki-Laki di Pertigaan

Konsep Taman Harus Bisa Diakses Disabilitas

Bupati Harus Jelaskan ke Publik

Artikel Terbaru


/