31.6 C
Bojonegoro
Sunday, June 4, 2023

Petani Ale Gantungkan Bibit Dari Luar Daerah

- Advertisement -

KAPAS – Sejumlah petani ale di Desa Bogo, Kecamatana Kapas, masih menggantungkan bibit ale dari luar daerah. Seperti, Banyuwangi, Lumajang, dan Situbondo. Sebab, di Bojonegoro belum ada bibit ale.

Kusmiadi, salah satu petani ale, mengaku bahwa pihaknya mendapat bibit ale dari luar daerah. Pria berusia 46 tahun itu lebih sering membeli bibit ale di Banyuwangi. Itu pun tidak bisa setiap bulan, melainkan setahun sekali. ’’Masih menggantungkan bibit ale dari luar daerah,” katanya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro kemarin (10/8).

Ketersediaan bibit ale, lanjutnya, hanya ada di bulan-bulan tertentu. Misalnya, Agustus dan November. Jika tidak musim ale, maka tidak ada bibit ale. Sehingga, setiap membeli bibit ale 5 hingga 10 ton. Namun, bulan ini hanya mendatangkan 2 ton bibit ale. Sebab, pohon klampis mulai berkurang. Harga bibit ale Rp 13.000 per kilogram (kg). ’’Bibit ale itu biji dari pohon klampis,” katanya.

Dia menambahkan, harga bibit ale mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir. Pada 2015 harga bibit ale Rp 6.500 per kg. Naik menjadi Rp 9.000 per kg pada 2016. Sedangkan tahun ini, harga bibit ale naik mencapai Rp 13.000. Sedangkan harga jual ale setabil, Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kg. ’’Saya tidak tahu penyebabnya. Bagi kami, harga bibit tergolong mahal,” katanya.

Sekarang ini dia memiliki 10 tempat (lahan) pembudidaya ale. Masing-masing berukuran 2,5×1 meter. Kini, usia ale miliknya baru berumur tiga hari. ’’Ale bisa dipanen kalau sudah berumur 5 sampai 7 hari,” katanya.  

- Advertisement -

Kasti, petani ale lainnya, mengatakan, masih menggantunkan bibit ale dari luar daerah. Pasalnya, di Bojonegoro belum ada bibit ale. ’’Mau membuat bibit ale sediri belum bisa, ya mau gimana lagi. Kalau di Bojonegoro ada bibit ale, kami pasti beli kota sendiri,” katanya.

Sementara itu, pemasaran ale tidak mengalami kesulitan. Pasalnya, setiap pembudidaya sudah memiliki pelanggan di sejumlah pasar di Bojonegoro. Seperti, Pasar Sumberrejo, Pasar Bojonegoro Kota, Pasar Kalitidu. Bahkan, pelanggannya juga ada di Pasar Rengel Tuban. ’’Terkadang saya antar ke pasar, terkadang mereka ke sini pagi-pagi,” ujarnya.

Dia menambahkan, perawatan ale cukup simpel. Tidak memerlukan tenaga ekstra. Sebab, kata dia, tanaman ale tidak memiliki penyakit. Selain itu, tidak ada hama yang mengganggu. Hanya, di musim kemarau ini harus disiram air. ’’Cukup disiram sehari sekali pada waktu pagi hari,” ujarnya.

Dia berharap, tahun depan harga bibit ale turun. Pasalnya, jika harga bibit tahun depan mengalami kenaikan. Bakal dipastikan harga jual ale juga bakal mengalami kenaikan. Pihaknya tidak ingin mengecewakan pelanggannya. ’’Sehingga, harapannya harga bibit ale turun,” imbuhnya.

KAPAS – Sejumlah petani ale di Desa Bogo, Kecamatana Kapas, masih menggantungkan bibit ale dari luar daerah. Seperti, Banyuwangi, Lumajang, dan Situbondo. Sebab, di Bojonegoro belum ada bibit ale.

Kusmiadi, salah satu petani ale, mengaku bahwa pihaknya mendapat bibit ale dari luar daerah. Pria berusia 46 tahun itu lebih sering membeli bibit ale di Banyuwangi. Itu pun tidak bisa setiap bulan, melainkan setahun sekali. ’’Masih menggantungkan bibit ale dari luar daerah,” katanya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro kemarin (10/8).

Ketersediaan bibit ale, lanjutnya, hanya ada di bulan-bulan tertentu. Misalnya, Agustus dan November. Jika tidak musim ale, maka tidak ada bibit ale. Sehingga, setiap membeli bibit ale 5 hingga 10 ton. Namun, bulan ini hanya mendatangkan 2 ton bibit ale. Sebab, pohon klampis mulai berkurang. Harga bibit ale Rp 13.000 per kilogram (kg). ’’Bibit ale itu biji dari pohon klampis,” katanya.

Dia menambahkan, harga bibit ale mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir. Pada 2015 harga bibit ale Rp 6.500 per kg. Naik menjadi Rp 9.000 per kg pada 2016. Sedangkan tahun ini, harga bibit ale naik mencapai Rp 13.000. Sedangkan harga jual ale setabil, Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kg. ’’Saya tidak tahu penyebabnya. Bagi kami, harga bibit tergolong mahal,” katanya.

Sekarang ini dia memiliki 10 tempat (lahan) pembudidaya ale. Masing-masing berukuran 2,5×1 meter. Kini, usia ale miliknya baru berumur tiga hari. ’’Ale bisa dipanen kalau sudah berumur 5 sampai 7 hari,” katanya.  

- Advertisement -

Kasti, petani ale lainnya, mengatakan, masih menggantunkan bibit ale dari luar daerah. Pasalnya, di Bojonegoro belum ada bibit ale. ’’Mau membuat bibit ale sediri belum bisa, ya mau gimana lagi. Kalau di Bojonegoro ada bibit ale, kami pasti beli kota sendiri,” katanya.

Sementara itu, pemasaran ale tidak mengalami kesulitan. Pasalnya, setiap pembudidaya sudah memiliki pelanggan di sejumlah pasar di Bojonegoro. Seperti, Pasar Sumberrejo, Pasar Bojonegoro Kota, Pasar Kalitidu. Bahkan, pelanggannya juga ada di Pasar Rengel Tuban. ’’Terkadang saya antar ke pasar, terkadang mereka ke sini pagi-pagi,” ujarnya.

Dia menambahkan, perawatan ale cukup simpel. Tidak memerlukan tenaga ekstra. Sebab, kata dia, tanaman ale tidak memiliki penyakit. Selain itu, tidak ada hama yang mengganggu. Hanya, di musim kemarau ini harus disiram air. ’’Cukup disiram sehari sekali pada waktu pagi hari,” ujarnya.

Dia berharap, tahun depan harga bibit ale turun. Pasalnya, jika harga bibit tahun depan mengalami kenaikan. Bakal dipastikan harga jual ale juga bakal mengalami kenaikan. Pihaknya tidak ingin mengecewakan pelanggannya. ’’Sehingga, harapannya harga bibit ale turun,” imbuhnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/