Pedagang makanan pedas dihadapkan dua pilihan terhadap kenaikan harga cabai. Menaikkan harga jual dagangan atau mengurangi citra rasa pedas.
Salah satu penjual pecel lele, Firly, mengatakan, penjual harus bisa mengatur agar cita rasa tidak berubah, tapi harganya tetap terjangkau. Dia tetap memenuhi permintaan rasa pedas dari pembeli, meski keuntungannya menipis.
“Kalau konsumen minta pedas tetap dikasih, masih belum ada kenaikan harga jual signifikan. Tapi tetap ada antisipasi harga,” katanya.
Salah satu cara menekan harga yang bisa dilakukan pedagang dengan mengubah cara meracik sambal. Jika biasanya sambal diulek, maka bisa disiasati dengan menggunakan alat blender. Secara hasil, sambal dari blender lebih banyak karena ada air yang dimasukkan.
‘’Kalau mau menyiasati bisa seperti itu,’’ jelasnya.
Penjual ceker pedas, Yoga, memilih menaikkan harga jual dagangannya sekitar Rp 2 ribu per potong. Jika tidak dinaikkan, maka keuntungannya menipis. Apalagi, harga ayam juga naik.
Harga per porsi yang biasanya Rp 10 ribu, maka kini Rp 12 ribu. Yoga memilih tidak merubah takaran bumbu atau porsinya. Dia hanya menjelaskan ke konsumen bahwa ada kenaikan. “Kalau bumbu dikurangi malah tidak baik, saya milih jujur saja kalau harga cabai tinggi,” tuturnya.
Penjual pentol pedas, Dadang, mengatakan, kenaikan harga cabai berdampak pada penjualannya. Sebab, pentol yang dijual bercita rasa pedas. Jika biasanya dia menjual Rp 5 ribu per porsi, maka sekarang Rp 7 ribu per porsi.
Menurut dia, kenaikan itu mengikuti bahan baku. Kalau harga di pasar turun, maka harganya bakal menyesuaikan.