BOJONEGORO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro menetapkan seorang pegawai negeri sipil (PNS) tersangka dugaan penggelapan uang pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Suyono Hadi, 50, PNS bertugas di Kecamatan Kapas itu diduga melakukan penyelewengan senilai Rp 300 juta pada 2014 dan 2015.
Kemarin (9/3) tim jaksa penyidik memeriksa tiga saksi. Sehari sebelumnya, juga memeriksa tiga saksi. Tersangka warga Desa Pacul, Kecamatan Kota, itu diduga menyelewengkan pembayaran PBB-P2 di lima desa.
“Senin lalu periksa tiga orang dan hari ini (kemarin, Red) periksa lagi tiga orang. Besok (hari ini, Red) masih ada beberapa saksi lagi,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Achmad Fauzan.
Enam saksi yang diperiksa, yakni Kades Wedi Mashuri; Kaur Kesra Desa Wedi Nuryanto; Kades Tapelan Priyo Ugiarta; Kades Bangilan Sony Taufiq; Kasun Bangilan Siti Nuryati; dan Kaur Keuangan Tapelan Moch Rochan. Mereka dimintai keterangan terkait kebenaran dana sudah disetorkan ke tersangka. Namun oleh tersangka tidak dibayarkan.
“Kami periksa saksi untuk melengkapi BAP (berita acara pemeriksaan) yang mana membenarkan bahwa dana PBB sudah disetorkan kepada tersangka,” jelasnya.
Jumlah uang yang digelapkan tersangka senilai Rp 300 juta. Namun kerugian negara membengkak jadi Rp 444 juta. Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016, apabila PBB-P2 tidak dibayarkan, besaran dendanya sebesar 2 persen tiap bulannya. Adapun penghitungan dendanya maksimal 2 tahun.
“Kerugian negara mencapai Rp 444 juta, karena uang yang digelapkan Rp 300 juta itu dikalikan denda selama 2 tahun, yakni 48 persen,” tuturnya.
Mantan Kasi Datun Kejari Blitar itu menambahkan, kasus tersebut sebenarnya sudah dilidik sejak tahun lalu. Pihaknya juga sudah mendorong agar tersangka segera membayar uang yang digelapkannya agar bisa menjadi pendapatan asli daerah (PAD).
Namun ternyata, tersangka berkelit, akhirnya pihak kejari pun menaikkan status staf Kecamatan Kapas tersebut sebagai tersangka. “Kami sudah minta untuk mengembalikan, tapi tersangka terus berkelit. Akhirnya kami naikkan jadi tersangka,” ungkapnya.
Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka Senin (1/4) lalu, kejari belum menahannya. Alasannya, keterbatasan jaksa di bagian pidsus. Meski begitu, penahanan bisa dilakukan terutama setelah berkas perkara lengkap.
“Lebih baik saya tahan kalau semua BAP sudah lengkap. Takutnya jangka waktu penahanan habis karena jumlah personel kami yang terbatas,” katanya.
Atas perbuatannya, tersangka terancam pasal 415 KUHP atau lebih khusus lagi pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Pasal tersebut mengatur terkait pejabat umum yang melakukan penggelapan uang.
“Ancaman hukumannya minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun. Sedangkan denda minimal Rp 150 juta dan maksimal Rp 750 juta,” tuturnya.
Salah satu saksi Kades Bangilan Sony Taufiq usai diperiksa enggan berkomentar. Ia hanya mengaku diperiksa oleh jaksa selama 5 menit. Terkait apa saja pertanyaan yang ditanyakan oleh jaksa penyidik, Sony pun memilih tutup mulut.
“Iya tadi diperiksa, hanya 5 menit, mending langsung tanya ke jaksa saja mas,” katanya.
Camat Kapas Agus Purwanto membenarkan, stafnya telah menggelapkan uang PBB-P2 senilai Rp 300 juta. Ia mengatakan uang yang digelapkan berasal dari lima desa, terdiri atas Desa Bangilan, Tapelan, Wedi, Tanjungharjo, dan Bendo.
Pria menjabat sebagai Camat Kapas pada 2017 lalu itu merasa kurang tahu secara detail, karena uang digelapkan sudah 2014 silam. “Sekarang pun staf bagian penarikan PBB sudah silih berganti setelah Pak Yono,” pungkasnya.