Dahulu, Bojonegoro memiliki dua sosok pemimpin perhatian dengan pembangunan. Raden Adipati (RA) Aryo Reksokusumo dan Raden Adipati Aryo Kusumoadinegoro alias Kanjeng Sumantri. Mulai menggagas pengeboran minyak di Desa Kawengan, Kecamatan Kedewan, hingga membenahi Masjid Agung Darussalam pada 1925.
MUHDANY Y. LAKSONO, Radar Bojonegoro
Raden Adipati Aryo Reksokusumo merupakan Bupati Bojonegoro periode 1890-1916. Jabatannya diteruskan sang putra, yakni Raden Adipati Aryo Kusumoadinegoro atau biasa disebut Kanjeng Sumantri. Sang anak menjabat Bupati Bojonegoro periode 1916-1936.
Makam kedua sosok tersebut berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Mojokampung, Kecamatan Bojonegoro Kota. Kemarin (9/2) makam ayah dan anak di kompleks makam TPU Mojokampung itu diresmikan sebagai tempat wisata religi.
Pantauan Jawa Pos Radar Bojonegoro kemarin sore, kompleks makam di kawasan perkotaan ini cukup bersih. Tak jauh dari permukiman warga. Ada gang-gang. Sehingga kesan kompleks makam terdapat keturuan bangsawan ini seakan menyatu dengan permukiman warga setempat.
Tinton Suprapto, cucu Kanjeng Sumantri dan merupakan buyut dari Raden Adipati Aryo Reksokusumo mengatakan, leluhurnya Raden Adipati Aryo Reksokusumo merupakan salah satu penemu dan penggagas pengeboran minyak di Desa Kawengan.
‘’Leluhur saya salah satu penemu minyak (sekarang) 30 persen sumber devisa negara itu dari Bojonegoro,” katanya saat sarasehan secara virtual bersama jajaran Pemkab Bojonegoro kemarin siang.
Sarasehan ini juga dibuka oleh Bupati Anna Mu’awanah. Tinton menjelaskan, Kanjeng Sumantri dikenal merupakan pemprakarsa pembenahan Masjid Agung Darussalam, sekitar 1925. Ketika itu usia masjid sudah mencapai satu abad. Mengingat bangunan Masjid Agung Darussalam Bojonegoro kali pertama dibangun 1825. Masjid di barat alun-alun itu dibangun di atas tanah wakaf milik salah satu tokoh Pasukan Laskar Pangeran Diponegoro bernama Patih Pahal.
Pembangunan juga dilakukan Pasukan Laskar Pangeran Diponegoro bersama masyarakat Desa Kauman. ‘’Awalnya bangunan masih berbentuk semipermanen dan hanya bagian ruang salat saja yang memiliki pondasi. Selebihnya hanya berbahan baku kayu,” ujar Ketua Pembina Yayasan Mangunkusumo itu.
Kembali pada langkah pembangunan Masjid Agung Darussalam oleh Kanjeng Sumantri, beberapa bangunan lain juga ditambahkan. Selain pembangunan areal utama. Bangunan tambahan gagasan Kanjeng Sumantri meliputi serambi, kantor urusan agama, juga madrasah pengkaderan umat muslim pada waktu itu.
‘’Namun saat ini sudah diubah menjadi MIN 1 Bojonegoro (sebelumnya dimaksud madrasah),” tandasnya. Mengutip buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro (Menyingkap Kehidupan dari Masa ke Masa) 1988, Bupati Raden Adipati Aryo Reksokusumo merupakan pengganti Bupati Raden Mas Sosrokusumo semula sebagai pengganti Bupati Raden Mas Tumenggung Tirtonoto II. Sedianya, Raden Adipati Aryo Reksokusumo merupakan seorang Patih Kabupaten Bojonegoro.
Dengan nama Raden Mas Ngabei Reksokusumo. Namun, pada 1890 mulai ditetapkan sebagai bupati dengan gelar Raden Adipati Aryo Reksokusumo. Kurun waktu pemerintahannya mulai lahir usaha proyek besar. Yakni pengeboran minyak tanah di Desa Kawengan dan proyek irigasi Solo Valley.
Terkait pengeboran minyak tanah, kawasan tambang mineral ini sedianya mulai diteliti pada 1889. Setelah positif terdapat sumbernya, pada tahun itu juga diadakan pengeboran. Tak kurang terdapat 10 menara pengeboran. Sementara hasil produksi minyak mentah itu dialirkan ke Cepu. Merupakan pusat pertambangan minyak tanah ditangani Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Atau perusahaan asing pertama di Indonesia yang mengelola minyak. Kemudian untuk proyek irigasi Solo Valley, merupakan gagasan pemerintah berusaha membuat aliran sungai baru sebagai pemecah Sungai Bengawan Solo.
Kala itu mulai membahayakan daerah Kota Bojonegoro karena dangkal dan berakibat banjir. Galian baru ini dinamai Bengawan Suwang. Jadi Bengawan Suwang ini dimaksudkan pengendalian banjir mulai mengancam. Sekaligus untuk keperluan pengairan pertanian masyarakat pada musim kemarau. Meski lambat laun proyek Solo Valley ini dihentikan.
Sementara itu, sarasehan secara virtual kemarin, Bupati Anna Mu’awanah menjelaskan, awal mula bupati menerima surat dari Yayasan Mangunkusumo. ‘’Saya langsung respek. Disposisi dengan dinas pariwisata agar ditindaklanjuti. Perlu dikaji, karena bicara sejarah butuh bukti-bukti otentik,’’ ujarnya dengan optimisme.
Bu Anna memastikan, ini permohonan dari keluarga dan mengapresiasi masih menyimpan dokumen. ‘’Keluarga Mangunkusumo masih memegang (dokumen-dokumen). Mencatat dengan baik. Ini semakin menguatkan, kita harus ingat cikal bakal kabupaten Bojonegoro,’’ jelas bupati perempuan pertama di Bojonegoro ini.