KOTA – Belum semua desa memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Dari 419 desa di Bojonegoro, baru 217 desa yang memiliki. Bahkan, kinerja BUMDesa dinilai kurang maksimal karena mayoritas masih bergerak di bidang simpan-pinjam.
“Mayoritas masih bergerak di bidang simpan-pinjam, kami sudah peringatkan agar menguranginya, harusnya lebih fokus pada bidang jual-beli saja,” kata Kabid Ketahanan Masyarakat Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Bojonegoro, Imam Cahyono selasa (7/11).
Imam menjelaskan, hampir 80 persen BUMDesa masih bergerak di bidang simpan-pinjam, karena lebih mudah dan tidak ribet. Padahal, resikonya besar. Yakni, potensi kembalinya uang sulit. Selain itu, banyak simpan-pinjam BUMDesa yang kalah bersaing dari koperesi simpan-pinjam.
Selain itu, lanjut dia, banyak BUMDesa bergerak di bidang simpan-pinjam, tentu mengurangi fokus orientasi bisnis. Sebab, uang tidak bisa berputar secara normal. Alasanya, tidak bisa mengharapkan proses pengembalian uang. Kondisi itu harusnya sudah mulai dipikirkan masak-masak.
Dengan keberadaan uang turun di desa sekitar Rp 700 hingga Rp 800 juta pertahun dari Dana Desa (DD), ditambah lagi ADD sebesar Rp 1,6 miliar per desa per tahun, tentu sangat disayangkan jika hanya diputar untuk simpan-pinjam. Harusnya, kata dia, masing-masing desa memiliki BUMDesa harus mulai berorientasi pada jual-beli.
Baik material bangunan ataupun bidang lainnya. Sehingga, uang desa tidak bergerak kemana-mana. Melainkan bisa diputar di dalam desa. Selain itu, uang juga cepat kembali. “Jual-beli lebih menguntungkan dan uang bisa langsung diputar, tidak seperti simpan-pinjam,” imbuhnya.