23.4 C
Bojonegoro
Sunday, April 2, 2023

Sudah Ada Laporan Kekeringan

- Advertisement -

 SUGIO – Meski musim hujan baru sekitar dua pekan berakhir, sejumlah petani di Lamongan mulai ada yang mengalami kesulitan mendapatkan air irigasi. Kebanyakan petani di wilayah Lamongan selatan. Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Lamongan, Hartiwi Sisri Utami mengungkapkan, musim kemarau saat ini mundur dari perkiraan. Sehingga banyak petani yang baru mulai melakukan tanam padi kedua, karena dikira masih ada hujan.

‘’Akibatnya tanaman padi yang baru ditanam banyak yang mengering karena kekurangan air,’’ ujarnya selasa (8/5). Menurut Tiwi, prediksi cuaca bisa berubah setiap saat. Mundurnya musim kemarau saat ini dipengaruhi angin La Nina. Mundurnya sekitar 15 hari dari sebelumnya. Sementara itu pertanian Lamongan masih banyak yang mengandalkan tadah hujan. Termasuk petani tambak. Sehingga mereka kerap mengalami kekeringan saat kemarau.

“Dampak perubahan cuaca itu membuat kebutuhan air menjadi permasalahan mendasar,” terangnya. Dia melanjutkan, sampai saat ini petani Lamongan masih mengeluhkan masalah kelebihan air saat musim penghujan yang bisa menimbulkan banjir. Serta kekurangan air saat kemarau. Permasalahan tersebut sulit diuraikan karena kondisi wilayah Lamongan, khususnya di selatan, jauh dari Bengawan Solo sebagai sumber air utama. Sehingga banyak petani mulai melaporkan kekeringan.

“Sudah ada beberapa laporan kekeringan, tapi masih kita tampung,” ungkapnya. Tiwi mengatakan, selain di-crosscheck ke lapangan, juga dilakukan pengecekan apakah petani sudah mendaftarkan asuransi pertanian. ‘’Sejauh ini masih sebatas laporan kekeringan, belum sampai puso. Kami juga mengecek apakah petani tersebut memiliki asuransi pertanian atau belum, karena bermanfaat bila terjadi gagal panen,’’ paparnya. Menurut dia, kesadarannya petani terhadap asuransi masih rendah.

Mereka baru mendaftar asuransi ketika terjadi bencana. Padahal biaya asuransi cukup murah, hanya Rp 18 Ribu per hectare. Petani akan mendapatkan klaim apabila terjadi kerusakan dan subsidi langsung dari pemerintah. “Wawasan petani perlu ditambah, apalagi klaim ini bisa menjadi modal tambahan bagi mereka,” tukasnya.

 SUGIO – Meski musim hujan baru sekitar dua pekan berakhir, sejumlah petani di Lamongan mulai ada yang mengalami kesulitan mendapatkan air irigasi. Kebanyakan petani di wilayah Lamongan selatan. Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Lamongan, Hartiwi Sisri Utami mengungkapkan, musim kemarau saat ini mundur dari perkiraan. Sehingga banyak petani yang baru mulai melakukan tanam padi kedua, karena dikira masih ada hujan.

‘’Akibatnya tanaman padi yang baru ditanam banyak yang mengering karena kekurangan air,’’ ujarnya selasa (8/5). Menurut Tiwi, prediksi cuaca bisa berubah setiap saat. Mundurnya musim kemarau saat ini dipengaruhi angin La Nina. Mundurnya sekitar 15 hari dari sebelumnya. Sementara itu pertanian Lamongan masih banyak yang mengandalkan tadah hujan. Termasuk petani tambak. Sehingga mereka kerap mengalami kekeringan saat kemarau.

“Dampak perubahan cuaca itu membuat kebutuhan air menjadi permasalahan mendasar,” terangnya. Dia melanjutkan, sampai saat ini petani Lamongan masih mengeluhkan masalah kelebihan air saat musim penghujan yang bisa menimbulkan banjir. Serta kekurangan air saat kemarau. Permasalahan tersebut sulit diuraikan karena kondisi wilayah Lamongan, khususnya di selatan, jauh dari Bengawan Solo sebagai sumber air utama. Sehingga banyak petani mulai melaporkan kekeringan.

“Sudah ada beberapa laporan kekeringan, tapi masih kita tampung,” ungkapnya. Tiwi mengatakan, selain di-crosscheck ke lapangan, juga dilakukan pengecekan apakah petani sudah mendaftarkan asuransi pertanian. ‘’Sejauh ini masih sebatas laporan kekeringan, belum sampai puso. Kami juga mengecek apakah petani tersebut memiliki asuransi pertanian atau belum, karena bermanfaat bila terjadi gagal panen,’’ paparnya. Menurut dia, kesadarannya petani terhadap asuransi masih rendah.

Mereka baru mendaftar asuransi ketika terjadi bencana. Padahal biaya asuransi cukup murah, hanya Rp 18 Ribu per hectare. Petani akan mendapatkan klaim apabila terjadi kerusakan dan subsidi langsung dari pemerintah. “Wawasan petani perlu ditambah, apalagi klaim ini bisa menjadi modal tambahan bagi mereka,” tukasnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/