- Advertisement -
KOTA – Dominasi tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok di Lamongan belum tergeser. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lamongan, hingga bulan ini ada 95 TKA yang bekerja di sejumlah perusahaan.
‘’Sebanyak 80 persen di antaranya masih dari Tiongkok,’’ tutur Kepala Disnakertrans Lamongan, M Kamil kepada Jawa Pos Radar Lamongan, senin (7/5). Jumlah TKA itu menurun. Sebab, akhir 2017 terdata 112 TKA yang mengais rezeki di Kota Soto ini. Kamil menilai hal itu wajar karena siklusnya tiap beberapa bulan sekali bisa berubah.
‘’Jadi ada yang sudah habis, lalu kembali ke negaranya, serta ada juga yang datang baru. Siklusnya selalu seperti itu,’’ ujar Kamil saat dikonfirmasi via ponsel. Mayoritas industri di kawasan pantura yang mengimpor tenaga asing. Terutama di bidang kemaritiman, yang membutuhkan tenaga khusus di sejumlah bidang. Menurut Kamil, tiap perusahaan bisa memekerjakan TKA asalkan sesuai aturan yang ditetapkan.
‘’Terutama kelengkapan dokumen dan peraturan bidang untuk TKA. Selama dijalankan seperti itu, maka tidak akan ada masalah,’’ tutur Kamil. Keberadaan TKA di Lamongan perlu diawasi penuh. Sebab secara aturan, TKA yang bekerja di Indonesia harus menempati bidang keahlian khusus. Namun, problem yang didapat ketika dilakukan pengawasan, mayoritas TKA tak bisa berbahasa Indonesia. ‘’Itu memang menjadi salah satu kendala,’’ tuturnya.
Selain itu, perusahaan yang memekerjakan tak menyediakan guide khusus. Sehingga, ketika petugas dari lintas sektoral melakukan sidak, tak bisa berkomunikasi dengan TKA. ‘’Seharusnya memang harus bisa berbahasa Indonesia, sehingga memudahkan berkomunikasi ketika ada pengawasan ke lapangan,’’ ujar Kamil.
KOTA – Dominasi tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok di Lamongan belum tergeser. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lamongan, hingga bulan ini ada 95 TKA yang bekerja di sejumlah perusahaan.
‘’Sebanyak 80 persen di antaranya masih dari Tiongkok,’’ tutur Kepala Disnakertrans Lamongan, M Kamil kepada Jawa Pos Radar Lamongan, senin (7/5). Jumlah TKA itu menurun. Sebab, akhir 2017 terdata 112 TKA yang mengais rezeki di Kota Soto ini. Kamil menilai hal itu wajar karena siklusnya tiap beberapa bulan sekali bisa berubah.
‘’Jadi ada yang sudah habis, lalu kembali ke negaranya, serta ada juga yang datang baru. Siklusnya selalu seperti itu,’’ ujar Kamil saat dikonfirmasi via ponsel. Mayoritas industri di kawasan pantura yang mengimpor tenaga asing. Terutama di bidang kemaritiman, yang membutuhkan tenaga khusus di sejumlah bidang. Menurut Kamil, tiap perusahaan bisa memekerjakan TKA asalkan sesuai aturan yang ditetapkan.
‘’Terutama kelengkapan dokumen dan peraturan bidang untuk TKA. Selama dijalankan seperti itu, maka tidak akan ada masalah,’’ tutur Kamil. Keberadaan TKA di Lamongan perlu diawasi penuh. Sebab secara aturan, TKA yang bekerja di Indonesia harus menempati bidang keahlian khusus. Namun, problem yang didapat ketika dilakukan pengawasan, mayoritas TKA tak bisa berbahasa Indonesia. ‘’Itu memang menjadi salah satu kendala,’’ tuturnya.
Selain itu, perusahaan yang memekerjakan tak menyediakan guide khusus. Sehingga, ketika petugas dari lintas sektoral melakukan sidak, tak bisa berkomunikasi dengan TKA. ‘’Seharusnya memang harus bisa berbahasa Indonesia, sehingga memudahkan berkomunikasi ketika ada pengawasan ke lapangan,’’ ujar Kamil.