Tuban sebagai salah satu kota tertua di Indonesia menyimpan berbagai benda-benda pusaka.
Tak ingin kehilangan identitas, sejumlah pemuda di Bumi Wali menggelar jamasan (penyucian) masal pertama benda-benda pusaka.
————————————
YUDHA SATRIA ADITAMA, Tuban
————————————
MINGGU (24/9) pagi itu suasana Jalan Hayam Wuruk, Gang Mojo, Desa Bejagung, Kecamatan Semanding tampak berbeda dari biasanya.
Puluhan pemuda terlihat mengenakan surjan dan bawahan sarung warna gelap lengkap dengan blangkonnya.
Suasana khas ala Keraton Solo pun benar-benar terasa kental di timur kawasan Ponpes Bejagung itu.
Pagi itu, para sejarawan, budayawan, dan kolektor benda pusaka se-Jawa Timur sudah berkumpul di wilayah pinggiran Tuban tersebut.
Agendanya, jamasan masal benda-benda pusaka. Benda bertuah tersebut beragam. Mulai keris, tombak, pedang, dan gunungan.
Baru kali ini, jamasan tosan aji atau besi aji berlangsung di Bumi Wali.
Acara khas bulan Sura itu memang diagendakan komunitas pelestari tosan aji Megalamat untuk pembersihan pusaka yang sudah berkarat dan tidak terurus.
Dulunya, para pelestari benda pusaka itu harus pergi ke Keraton Solo untuk penyucian pusaka.
Karena itu, jamasan masal pertama di Tuban tersebut dimanfaatkan para pelestari benda bersejarah di sejumlah kota di Jawa Timur.
Tercatat, 41 benda pusaka menjadi peserta penyucian masal tersebut. Mereka dibawa para kolektornya yang datang dari Blitar, Malang, Lamongan dan daerah lain.
Miga Fitri Ashari, salah satu sejarawan mengatakan, sejauh ini baru Keraton Solo dan Bali yang rutin menghelat jamasan masal pusaka setiap tahunnya.
Karena itulah, setiap Sura, para kolektor benda pusaka menyerbu ke sana. Begitu juga wisatawan.
Mereka tidak hanya menonton jamasan, namun juga pembuatan deder dan warangka.
Miga berharap, acara jamasan di Tuban bernasib sama, menjadi ikon wisata untuk menarik para wisatawan.
Bapak satu anak itu mengatakan, keris Tuban cukup dikenal di berbagai daerah karena kekhasannya tanpa luk (lekukan).
Keris khas Bumi Wali pun banyak dipajang di berbagai museum nasional.
Sehingga, sangat mungkin, ciri khas tosan aji tersebut bisa menambah daya tarik wisatawan yang ingin tahu keris asli Tuban dengan datang langsung. ‘’Ini langkah awal yang bagus.
Kolektor dari luar kota sudah banyak yang datang,’’ tambah dia.
Puguh Nugroho, ketua Megalamat mengatakan, diadakannya jamasan masal bertujuan untuk merawat benda-benda pusaka warisan leluhur.
Menurut dia, jamas benda pusaka tidak bisa dilakukan sembarangan. Membutuhkan orang yang ahli di bidangnya.
‘’Selain dicuci, pusaka juga diberi cairan khusus agar besi tidak mudah berkarat, jadi pusaka lebih awet,’’ tutur dia.
Dipilihnya Sura untuk membersihkan keris, menurut Puguh, cuma sebagai simbol.
Sebenarnya, kata dia, membersihkan pusaka bisa dilakukan kapan saja jika pusaka tersebut sudah korosi atau butuh perawatan.
Menurut general manajer salah satu diler motor di Tuban itu, orang zaman dulu percaya Sura sebagai momen yang sakral untuk pembersihan benda pusaka.
‘’Membersihkan pusaka pada awal tahun Hijriyah ini sebenarnya simbol untuk membersihkan diri dari penyakit hati,’’ tutur dia.