BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Pemkab Bojonegoro dan DPRD akhirnya menyepakati menerima sanksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan menangguhkan sebagian dana alokasi umum (DAU). Hal itu dilakukan dalam rapat anggaran dilaksanakan di gedung DPRD kemarin (6/5).
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DRPD Lasuri mengatakan, pembahasan dipastikan bahwa pemkab lebih memilih menerim sanksi Kemenkeu daripada mengikuti surat keputusan bersama (SKB) dua menteri. Sebab, sanksi Kemenkeu atas DAU jauh lebih ringan daripada SKB dua menteri.
‘’Kalau SKB dua menteri harus mengurangi 50 persen belanja APBD. Sedangkan sanksi Kemenkeu hanya menunda 35 persen DAU,’’ ujar politikus PAN itu.
Menurut Lasuri, mengurangi 50 persen belanja dalam APBD akan sangat berdampak pada banyak program. Sejumlah program yang mulai jalan bisa dihentikan mendadak. ‘’Jadi, ini memang pilihan sulit. Tapi memang harus dilakukan,’’ ujar pria asal Kecamatan Baureno itu.
Dengan pilihan itu, lanjut Lasuri, pemkab akan menerima penundaan DAU sebesar 35 persen. Hal itu akan berlangsung selama tahun ini. ‘’Tapi bulan ini kita dapat transfer kekurangan DBH migas 2018 dan 2019. Itu yang akan digunakan menutup kekurangan DAU itu,’’ jelas anggota komisi B itu.
Anggota tim anggaran pemkab Ibnu Soeyuthi menjelaskan, tim anggaran sudah menentukan untuk menerima sanksi Kemenkeu itu. Hal itu disampaikan oleh ketua tim anggaran. ‘’Tadi dalam rapat sudah disampaikan oleh ketua tim anggaran,’’ ujarnya dihubungi usai rapat.
Ibnu menjelaskan, tahun ini DAU yang diterima Bojonegoro mencapai 956 miliar. Jumlah itu sudah berkurang untuk periode Januari hingga April lalu. ‘’Sisanya itulah yang akan dikenakan sanksi 35 persen,’’ jelasnya.
Sesuai itungan, lanjut Ibnu, DAU yang akan hilang karena sanksi Kemenkeu itu adalah Rp 192 miliar. Jumlah itu sudah sampai Desember. ‘’Per bulannya adalah Rp 24,9 miliar,’’ ujar pria menjabat kepala badan pendapatan daerah (bapenda) itu.
Namun, lanjutnya, baru-baru ini Bojonegoro mendapatkan transfer dari pemerintah pusat. Yakni, kekurangan dana bagi hasil (DBH) migas 2018 dan 2019 lalu. Totalnya mencapai Rp 241 miliar. ‘’Untuk 2018 sebesar Rp 239 miliar dan 2019 sebesar Rp 1,9 miliar,’’ terang mantan kepala BPKAD itu.
Sehingga, lanjut dia, Bojonegoro tidak kehilangan anggaran belanja. Kegiatan masih akan terus berjalan meskipun ada sanksi DAU. Tahun ini DAU yang diterima Bojonegoro mencapai Rp 956 miliar. DAU setiap bulan ditransfer untuk kebutuhan gaji dan operasional. Nilai ditransfer setiap bulan mencapai Rp 80 miliar.