KOTA – Pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) mengancam Lamongan, seiring pesatnya perkembangan industri di Kota Soto tersebut. Sebab pengelolaannya nyaris tanpa pengawasan. Menurut Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lamongan, Puji Nawatiningsih, pihaknya terkendala masalah pendataan perusahaan. Karena pihaknya hanya bisa memberikan rekomendasi izin tempat pengelolaan sementara (TPS) limbah B3. ‘’Sedangkan yang pengeluarkan izin dan pengawasannya pada instansi lain, sehingga mekanismenya sedikit panjang,’’ujarnya rabu (6/2).
Selain itu, lanjut dia, perusahaan skala besar, seperti perusahaan yang memanfaatkan batu bara sebagai bahan bakar, diwajibkan mengurus izin. Namun masa aktif perizinannya bukan menjadi kewenangannya. ‘’Sehingga perusahaan yang belum dan sudah mengurus izin pengelolaan limbah B3 tidak terpantau secara pasti,’’ tukasnya. Dia mengungkapkan, perusahaan yang mengajukan rekomendasi pengelolaan limbah kepadanya masih sedikit. Sepanjang 2017 baru 40 perusahaan saja. Padahal jumlahnya ratusan.
Menurut dia, minimnya perusahaan mengajukan rekomendasi pengolahan limbah karena kebanyakan beralasan pengelolaan limbah butuh biaya tinggi karena harus bekerjasama dengan perusahaan pengolah limbah swasta. ‘’Alasannya, biaya yang harus dikeluarkan cukup tinggi,’’ ungkapnya.
Puji melanjutkan, perusahaan-perusahaan skala kecil paling banyak melanggar. Selain beralasan butuh biaya besar untuk pengolahan limbah, mereka juga belum menyadari dampak dan bahaya dari limbah yang dihasilkan perusahaannya. Biasanya perusahaan baru. Sedangkan DLH tidak bisa memantau sebab tidak ada kegiatan monitoring. “Fokus kami hanya memberikan rekomendasi perizinan bahwa perusahaan tersebut wajib mengurus izin TPS,” ujarnya.
Menurut Puji, apapun perusahaannya pasti menghasilkan limbah Hanya volumenya berbeda, menyesuaikan skala perusahaan. Namun ada beberapa kriteria perusahaan tidak memerlukan pengurusan TPS limbah B3. Misalnya bengkel skala kecil. Apalagi bengkel di Lamongan rata-rata sudah mengantongi surat pernyataan pengelolaan limbah (SPPL) sehingga tidak memerlukan izin TPS limbah B3.
Tapi kalau perusahaan tersebut mengantongi upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL), perusahaan tersebut wajib mengurus izin TPS limbah B3. “Karena tertera dalam PP nomor 101 2014,” ungkapnya.
Dia menambahkan, untuk mengendalikan perusahaan yang melanggar pengelolaan limbah B3 bisa dengan cara pemerintah membuat fasilitas pengelolaan limbah B3, yang melayani pengelolaan limbah B3 berbagai perusahaan. Sehingga biayanya bisa ditekan, dibanding fasilitas pengelolaan limbah B3 milik swasta yang ada saat ini. Dan perusahaan tidak bisa beralasan lagi tidak mampu melakukan pengolahan limbah B3-nya. ‘’Namun pemerintah ada keterbatasan anggaran,’’ tukasnya.