BOJONEGORO – lantai dua salah satu pusat jajanan serba ada (pujasera) di sekitar Alun-Alun Bojonegoro itu terlihat ramai. Di lantai dua itu dijadikan coffee shop kekinian menjual beragam jenis kopi nusantara. Mulai cara menyeduh secara manual maupun barista lihai menyajikan kopi.
Kamis (1/11) malam itu, banyak pemuda berkaus hitam asyik mengobrol. Satu per satu pemuda lain datang. Ketika gayeng mengobrol, mereka mengeluarkan isi tasnya. Buku menggambar, pensil, bolpoin, penghapus, dan sejenisnya.
Meja kafe pun terlihat berserakan. Mereka bertukar ide dan saran terhadap gambarnya masing-masing. Bahkan, ada salah satu pengunjung nyeletuk ingin membeli satu gambar milik salah satu pemuda tersebut.
Karena penasaran, wartawan Jawa Pos Radar Bojonegoro pun menanyakan kegiatan para pemuda itu. Terjawablah, ternyata mereka merupakan komunitas Bojonegoro Collective Art (BCA). Salah satu pemuda sebagai inisiator komunitas ini pun menghampiri.
Pria gempal dan berambut gundul itu bernama Gustomi. Dia akrab disapa Tomi. Ternyata dia juga merupakan gitaris band beraliran blackened bernama Obat Bius. Di sela mengobrol dengan Tomi, delapan temannya sudah melingkar di meja kafe, lalu menggambar.
Tomi mengatakan, komunitasnya selalu berkumpul setiap dua bulan lalu. Sebenarnya, komunitas ini hanya sekadar wadah membuat kegiatan menggambar bisa rutin. “Karena anggota komunitas ini sebelumnya sudah menjadi lingkaran pertemanan, karena latar belakang rata-rata anak band,” jelasnya.
Seingatnya, komunitas ini terbentuk baru dua bulan lalu. Dia menginisiasinya bersama Yanizha salah satu artwork artist sekaligus crafter asal Kelurahan Banjarejo. Dia merasa potensi seni anak-anak muda Bojonegoro sangat apik. Sehingga, dirasa penting membuat komunitas menggambar.
“Anak muda Bojonegoro bidang seni gambar perlu diberi wadah, agar bisa berkolektif dan berkarya bersama,” ujar pria asal Desa Kauman itu.
Meski anggotanya baru sembilan pemuda, tapi dia yakin lingkaran itu lekas membesar. Dia tak menutup diri bagi siapapun ingin belajar menggambar. Karena di dalam BCA sudah banyak seniman karyanya dipesan. Baik luar kota bahkan luar Indonesia.
“Di dalam komunitas tidak ada senioritas. Semua melebur jadi satu, belajar bersama, kalau ada yang sudah jago bisa dijadikan mentor bagi teman-teman tertarik dunia menggambar,” ucapnya.
Aliran gambar-gambar dari anggota BCA sangat variatif. Tetapi kebanyakan bertema horor, punk, dan gore. Biasanya karya-karyanya dibeli para pemilik clothing line atau band. “Kadang teman-teman itu dapat pesanan desain kaus-kaus bertema horor. Atau biasanya desain untuk cover album band-band cadas,” terangnya.
Jejaring mereka sudah terbentuk sedari awal, jadi juga bisa dimanfaatkan untuk saling lempar job. “Saling menguntungkan satu sama lain. Jadi pemesan gambar bisa melihat sekaligus menilai karakter gambar teman-teman,” ucapnya.
Perjalanan komunitas BCA, menurut Tomi, masih panjang. Target jangka panjangnya pameran karya. Rencananya pameran bisa dikolaborasikan dengan gigs-gigs lokal. Sehingga, iklim berkarya di kalangan anak muda semakin tumbuh.
“Karena selama ini gigs lokal belum pernah mengombinasikan sub acara lain di luar main band. Jadi mungkin pameran karya sekaligus workshop bisa jadi opsi tepat,” jelas pria kelahiran 1990 itu.