Selamatnya tujuh, dari sebelas korban selamat perahu tenggelam di Penyeberangan Bengawan Solo Kecamatan Rengel, Tuban dengan Kecamatan Kanor, Bojonegoro tak lepas dari peran M. Wajid, 28, Kasmijan, 59, Nur Alfi, 23, dan Nur Rohmad, 29. Warga Desa Semambung, Kecamatan Kanor itu spontan berbagi tugas mengevakuasi korban di detik-detik tenggelamnya perahu.
SEKITAR 800 meter dari tempat kejadian bencana (TKB) tenggelamnya perahu penyeberangan terdapat rumah sederhana, rumah menghadap ke utara itu tempat tinggal Kasmijan serta anak-anaknya yang telah berperan penting menyelamatkan korban selamat.
“Angkaat…!!! angkat balita di dekat perahu itu segera,” tutur Nur Rahmad kemarin (4/11), saat menceritakan tindakan spontan saat melihat balita korban perahu tenggelam Rabu (3/11).
Bayangan itu masih terngiang di memorinya, perahu tersebut digunakan untuk menyelamatkan orang yang terseret arus. Ia mengetahuinya setelah mendengar suara ayahnya yang terpantul dari pinggiran sungai
“Yang melihat pertama kali balita malah bapak saya yang ada di pinggir,” ujarnya Rahmad dengan menengadah mengingat tragedi tergulingnya perahu di penyeberangan Kanor-Rengel.
Kasmijan bapak Nur Rohmad, dan Nur Alfi. Sedangkan Muhammad Wajid keponakan Kasmijan. Saat kejadian mereka sedang bekerja sebagai menambang pasir manual di tepi Bengawan Solo wilayah Kecamatan Rengel.
Saat menyelamtkan korban, satu keluarga itu peran, Kasmijan fokus di di tepi untuk memantau dan memberikan instruksi. Sedangkan yang berada di perahu ada lima orang, yakni Nur Alfi sebagai pengemudi perahu, Nur Rohmad berada di bagian ujung depan, Joko atau dodit berada di belakang berdekatan dengan pengemudi, M. Wajid di tengah dengan seorang relawan yang tidak diketahui identitasnya.
Nur Rohmad masih tidak percaya, menganggap peristiwa itu suatu keajaiban, saat perahu dijalankan beberapa meter dari landasan posisi balita berada tepat menempel di bagian belakang perahu, sehingga lima orang di atasnya tidak dapat melihat.
Untungnya di seberang ada Kasmijan, dengan suara lantang berteriak kepada anaknya itu. “Bayi itu hanya kelihatan tangan dan kakinya, dan masih bergerak,” terangnya.
Karena posisi Rohmad berada di depan perahu, kemudian mengintruksikan Joko untuk mengangkat balita tersebut. Setelah diangkat, ternyata ada dua korban, balita satunya menggantung di bawah korban yang diangkat tersebut.
“Setelah diangkat ternyata ada dua balita merangkul balita yang kelihatan tangan dan kakinya itu,” paparnya.
Saat korban diangkat dan diletakkan di atas perahu, balita yang berada di atas masih bisa menangis, sedangkan bayi yang merangkul di bawahnya terlihat sudah pucat.
Dengan cepat, Rohmad berteriak kepada Joko menyuruhnya mengangkat kaki balita dengan posisi kaki di atas dengan kepala di bawah.
“Saat itu saya juga sedang fokus memberikan tampar kepada korban hanyut lain, saya lihat joko masih diam saja melihat balita yang pucat itu, tak bengoki dekne,” tuturnya.
Akhirnya, dengan tindakan yang penuh dramatis itu, kemudian air di dalam tubuh korban balita keluar dari dalam mulut, dan korban bisa menangis.
Rohmad mengaku tidak pernah belajar medis, hanya ingat saat melihat TV dan media sosial, jika terdapat orang tenggelam airnya perlu dikeluarkan. “Saya suruh itu juga spontan tiba-tiba difikiran saya terlintas cara tersebut,” ungkap Rohmad sambil menggelengkan kepalanya.
Setelah balita selamat, kemudian Rohmad berusaha maksimal menjangkau korban lain terbawa arus. Baik itu dengan menggunkan tali tampar atau bambu untuk menarik korban hanyut agar bisa pegangan dan merapat di perahu penyelamat.
“Wah, saat di atas perahu itu suara minta tolong bersahut-sahutan, sampai saya bingung, akhirnya kami putuskan untuk yang bisa terjangkau dan anak-anak terutama,” ungkapnya.
Tindakan heroik juga dilakukan Muhamad Wajid, dengan berenang di Bengawan Solo menolong ibu dengan anaknya yang meminta pertolongan.
Mengambil keputusan berani itu setelah beberapa kali melemparkan tali tampar kepada ibu yang menggendong anaknya. “Saya harus menyeburkan diri untuk memberikan tali tampar agar sampai,” ujar Wajid sambil menahan tetesan air mata.
Setelah sesampainya di dekat perahu, Joko, Rohmad, dan satu relawan yang tidak diketahui identitasnya mengangkat. Sedangkan Wajid mendorongnya dari bawah dengan posisi masih pegang tali berada di sungai.
Alkhamdulillah, korban ibu dengan anaknya itu bisa tertolong. “Berat karena orangnya besar, kuwalahan saya mendorongnya dari bawah,” ungkap pemuda kelahiran 1998 tersebut.
Kunci keberhasilan keluarga relawan itu tidak bisa terlepaskan dari sang operator perahu yakni Nur Alfi, tanpa dia sudah pasti perahu tidak bisa dioperasikan.
Saat kali pertama sempat grogi, tepatnya saat menyalakan mesin diesel. “Padahal saya sudah lama mengoperasikan perahu, lha dilalah saat itu tangan saya gemetar, awak rasane gak karuan,” ungkap pemuda kelahiran 1998 tersebut.
Sebelum perahu terbalik, Nur Alfi sempat membicarakan cara mengemudi perahu yang tenggelam itu, karena terlihat terlalu berani melawan arus. Selain itu, dia sempat ingin pergi pulang kerumah dengan menaiki perahu penyeberangan tersebut.
Karena melihat arus yang deras dan tidak yakin dengan yang pengemudi, akhirnya membatalkan niatnya. “Saya sempat mau ikut, tapi gak jadi, terus saya rasani cara mengemudi dari atas dengan teman saya, lha dalah malah terjadi beneran,” ungkapnya dengan nada kaget.
Pemuda berambut gondrong itu sempat terkendala mengoperasikan perahunya untuk mengevakuasi korban, karena baling-baling mesin perahu tersangkut ransel yang hanyut.
Kemungkinan milik korban yang terbawa arus. Setelah berusaha melepasnya dengan menggerakkan sedikit demi sedikit, akhirnya pengahalang tersebut bisa terlepas.
Dari perjuangan keluarga relawan tersebut, telah diselamatkan 7 orang dengan rincian 4 orang dewasa, dua balita, dan satu anak dengan perkiraan sudah duduk di bangku sekolah dasar.
Kejadian dramatis tersebut jauh sebelum BPBD datang ke tempat kejadian bencana, bahkan masyarakat belum banyak berdatangan. “Ada 6 yang kami angkut dengan perahu, yang satu langsung ditarik ke pinggir,” pungkasnya.