BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Krisis air bersih di Bojonegoro masih terus terjadi. Jumlahnya kini mencapai 65 desa tersebar di 18 kecamatan. Jumlah itu diperkirakan akan terus merangkak naik.
’’Musim kemarau diperkirakan masih akan berlangsung hingga bulan ini,’’ kata Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro Umar Ghoni kemarin (4/10).
Umar menjelaskan, dalam sehari BPBD mengirimkan 18 rit air ke desa-desa. Namun, dalam sehari pengiriman air tidak bisa langsung ke 65 desa itu. Sebab, harus dikirimkan secara bergilir. ’’Hingga kini sudah menghabiskan sebanyak 875 rit air,’’ jelasnya.
Umar melanjutkan, pengiriman air itu dari pengajuan pemerintah desa (pemdes). Desa yang mengalami krisis air bersih mengajukan ke kecamatan. Selanjutnya, kecamatan mengajukan ke BPBD. ’’Dari situ diketahui berapa banyak desa mengalami krisis air bersih,’’ terang dia.
Hingga kini penanggulangan krisis air bersih masih sekadar mengirimkan air ke daerah krisis. Pemkab belum menemukan solusi tepat menanggulangi krisis yang terjadi setiap tahun itu.
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro Sukur Priyanto menjelaskan, krisis air bersih selalu terjadi setiap tahun. Hingga kini belum ada solusi mengatasi masalah itu secara permanen. Karena itu, dia mendorong pemkab mencari solusinya. ’’Harus ada solusi atas masalah tahunan itu,’’ jelasnya.
Menurut Sukur, jika hanya dikirimi air, tahun depan akan terus seperti itu. Sebab, sebagian wilayah Bojonegoro itu gersang. ’’Ini harus menjadi tantangan bagi pemkab untuk menyelesaikannya,’’ jelas politikus Partai Demokrat itu.
Tahun ini anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Bojonegoro sangat besar. Yakni, Rp 7,1 triliun. Karena itu Bojonegoro harus bisa menyelesaikan masalah krisis air bersih itu.
Menurut Sukur, kekeringan adalah salah satu masalah serius di Bojonegoro. Penanganannya juga membutuhkan perhatian serius semua pihak. ’’Saya yakin masalah ini bisa diatasi’’ ujar dia. (zim/rij)