- Advertisement -
KOTA – Sempat menjadi andalan masyarakat desa, nasib koperasi unit desa (KUD) saat ini seperti ‘mati enggan, hidup tak mau’. Kalau sebelumnya ada di setiap desa, saat ini hanya tinggal 29 unit di Lamongan. Itupun yang 10 unit berstatus tidak aktif.Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Lamongan, Anang Taufik mengakui kondisi KUD yang tidak berkembang di Kota Soto tersebut. ‘’Jumlah KUD di Lamongan sebanyak 29 unit. Yang dinyatakan masih aktif ada 19 unit,’’ ungkapnya jumat (4/5).
Menurut dia, keberadaan KUD semakin terdesak oleh maraknya keberadaan koperasi simpan pinjam dan sejenisnya gencar menarik anggota. Sehingga membuat KUD kehilangan gerak. ‘’Kiprah KUD memang kurang. Peran KUD dalam mengentaskan permasalahan ekonomi tingkat desa kurang berkembang,’’ ujarnya.
Menurut Anang, KUD sebenarnya butuh direvitalisasi. Salah satunya dengan merombak sumber daya manusia (SDM)-nya. Karena KUD harus mengikuti perkembangan zaman. KUD tidak bisa bergantung dengan mekanisme seperti dulu. “Jadi harus ada inovasi untuk mempertahankan kiprahnya,”ujarnya.
Dia menambahkan, seluruh koperasi memang harus berkembang, sebab persaingan sangat ketat seiring semakin banyaknya jenis koperasi. Masing-masing memberikan keuntungan sendiri bagi anggotanya. ‘’Karena itu KUD harus memiliki gebrakan supaya bisa mempertahankan eksistensinya,’’ tukas dia.
Terpisah Ketua Komisi B DPRD Lamongan, Syaifudin Zuhri mengatakan, keberadaan KUD seperti mati suri. Namun KUD tidak mungkin ditutup dengan berbagai alasan, meski keberadaannya tidak menguntungkan masyarakat. Keberadaannya saat ini tidak banyak memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan di desa. “Perannya tidak terasa. Permasalahannya masih di internal pengurus,” ungkapnya.
- Advertisement -
Syaifudin menambahkan, pengelolaan KUD kurang memuaskan. Keistimewaan yang diberikan pemerintah dulu tidak bisa diemban dengan baik. Saat itu KUD merupakan distributor pupuk resmi ditunjuk pemerintah. Bahkan pembayaran tagihan listrik hanya bisa dilakukan di KUD. Tapi perannya tidak bisa dipertanggung jawabkan, sehingga kepercayaan tersebut seperti dicabut dan dialihkan ke swasta. “Keberadaan KUD yang bisa menilai hanya para anggotanya. Apakah masih dibutuhkan atau tidak,” imbuhnya.
KOTA – Sempat menjadi andalan masyarakat desa, nasib koperasi unit desa (KUD) saat ini seperti ‘mati enggan, hidup tak mau’. Kalau sebelumnya ada di setiap desa, saat ini hanya tinggal 29 unit di Lamongan. Itupun yang 10 unit berstatus tidak aktif.Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Lamongan, Anang Taufik mengakui kondisi KUD yang tidak berkembang di Kota Soto tersebut. ‘’Jumlah KUD di Lamongan sebanyak 29 unit. Yang dinyatakan masih aktif ada 19 unit,’’ ungkapnya jumat (4/5).
Menurut dia, keberadaan KUD semakin terdesak oleh maraknya keberadaan koperasi simpan pinjam dan sejenisnya gencar menarik anggota. Sehingga membuat KUD kehilangan gerak. ‘’Kiprah KUD memang kurang. Peran KUD dalam mengentaskan permasalahan ekonomi tingkat desa kurang berkembang,’’ ujarnya.
Menurut Anang, KUD sebenarnya butuh direvitalisasi. Salah satunya dengan merombak sumber daya manusia (SDM)-nya. Karena KUD harus mengikuti perkembangan zaman. KUD tidak bisa bergantung dengan mekanisme seperti dulu. “Jadi harus ada inovasi untuk mempertahankan kiprahnya,”ujarnya.
Dia menambahkan, seluruh koperasi memang harus berkembang, sebab persaingan sangat ketat seiring semakin banyaknya jenis koperasi. Masing-masing memberikan keuntungan sendiri bagi anggotanya. ‘’Karena itu KUD harus memiliki gebrakan supaya bisa mempertahankan eksistensinya,’’ tukas dia.
Terpisah Ketua Komisi B DPRD Lamongan, Syaifudin Zuhri mengatakan, keberadaan KUD seperti mati suri. Namun KUD tidak mungkin ditutup dengan berbagai alasan, meski keberadaannya tidak menguntungkan masyarakat. Keberadaannya saat ini tidak banyak memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan di desa. “Perannya tidak terasa. Permasalahannya masih di internal pengurus,” ungkapnya.
- Advertisement -
Syaifudin menambahkan, pengelolaan KUD kurang memuaskan. Keistimewaan yang diberikan pemerintah dulu tidak bisa diemban dengan baik. Saat itu KUD merupakan distributor pupuk resmi ditunjuk pemerintah. Bahkan pembayaran tagihan listrik hanya bisa dilakukan di KUD. Tapi perannya tidak bisa dipertanggung jawabkan, sehingga kepercayaan tersebut seperti dicabut dan dialihkan ke swasta. “Keberadaan KUD yang bisa menilai hanya para anggotanya. Apakah masih dibutuhkan atau tidak,” imbuhnya.