Tidak mudah mengajak masyarakat terutama anak muda untuk beternak. Namun, Muhammad Ali mempunyai metode mengajak warga beternak sapi. Yakni menyulap lahan satu hektare sebagai kebun rumput gajah.
KETIKA bersepeda di jalanan Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, tentu pesepeda terbiasa melihat hamparan lahan padi ketika musim hujan. Juga, lahan tembakau ketika musim kemarau. Namun, tidak dengan lahan milik Muhammad Ali. Lahannya penuh dengan hamparan rumput gajah menjulang.
Langkah Ali ini pun sempat menjadi heran warga setempat. Ali memberanikan diri mengubah pola pertanian padi menjadi tanaman peternakan, yakni rumput gajah. Tumbuhan dengan nama latin Pennisetum purpureum ini rumput berukuran besar bernutrisi tinggi untuk pakan sapi dan kambing. Rumput ini tahan cuaca panas.
Ada langkah hendak dituju dengan menanam rumput gajah. Setidaknya ia ingin menarik minat warganya menggeluti peternakan. Ternyata, cukup sulit mengajak warga tertarik mengikuti jejaknya beternak sapi.
“Kalau hanya mengajak warga desa hanya dengan omongan dan kata-kata, tentu tidak akan dilihat. Perlu adanya pembuktian,” tutur lelaki kelahiran 1980 tersebut.
Pria berusia 41 satu tahun tersebut saat ini berusaha mengajak warga bergabung dalam kelompok ternak. Setidaknya sudah ada 74 orang mulai dari kalangan muda hingga orang tua. “Mereka tertarik setelah ada hasil bisa dirasakan melalui usaha ternak,” ujar lelaki usai meraih penghargaan Manajemen Agribisnis Peternakan Dinas Peternakan Jawa Timur 2021.
Saat mengubah lahan satu hektare, Ali mengaku ide itu muncul dimulai dari kesadaran. Ketika memulai berusaha ternak, hal terpenting ialah terkait pakan. Jika sumber pakan tersedia, dan bisa diambil kapan saja, tentu peternak tidak akan khawatir dengan naik turun harga pakan.
”Pertimbangan ketika memulai usaha ternak yakni pakan harus tersedia terlebih dahulu,” ungkap alumni diploma satu jurusan desain grafis.
Bapak mempunyai dua anak tersebut tidak gampang putus asa mengajak warga beternak sapi. Berkegiatan di desa membutuhkan sikap pantang menyerah. Selain itu, percaya diri berusaha menjadi kunci.
Kali pertama Ali menanam rumput gajah pada 2012 lalu hingga akhir 2013. ”Satu tahun itu saya gunakan menyiapakan sumber pakan berkelanjutan. Jadi tidak sulit harus mencari,” tutur pria pernah mengambil paket C tersebut.
Hingga 2021 ini, kelompok ternaknya sudah mencapai 152 ekor sapi. Ketersediaan pakan ini karena sapi memerlukan takaran rumput atau pakan hayati lebih besar. Karena itu 80 persen dari makanan sapi diambilkan dari rumput ditanam atau pakan hijau. Sisanya 20 persen ia gunakan pakan berbahan konsentrat.
Pakan konsentrat merupakan olahan diproses oleh kelompok ternak. Tentu dibanding dengan bahan langsung jadi lebih mahal. Kelompoknya mendapat bahan juga dari desa sekitar, meliputi Kecamatan Tambakrejo, Ngasem, dan Sekar.
“Sedangkan bahan masih tidak ada di sekitar adalah kopra, karena harus mendatangkan dari luar daerah,” ungkap Ali.
Keseriusan ternak sapi ini, hingga Ali bisa melancong ke Australia untuk belajar peternakan. Selama di Negeri Kanguru itu, Ali banyak mengambil pelajaran, salah satunya perbandingan peternak luar negeri dengan di lokal, terletak pada teknologi. “Peternakan di sana (Australia) sudah 30 persen menggunakan teknologi,” tuturnya.
Memutar ide terus dilakukan dalam kelompok ternaknya. Kini merambah pengolahan kotoran menjadi pupuk dan membatik kain. Serta, kerja sama pengelolaan gerobak mi ayam, bakso, dan sosis.
“Sistem kami kerja sama, ada yang dari kelompok ternak sendiri ada yang dari luar anggota,” tuturnya.