YANG kumiliki hanya tekad dan niak yang baik. Semua ini semata-mata demi meneruskan cita-cita leluhurku. Yang kutahu, Tuban dulu besar dan digdaya. Dan mendatang adalah harapan, mendatang adalah impian, mendatang adalah hal yang harus diwujudkan bersama. Bersama dalam mendatang adalah mutlak, adalah bagian yang kuat, adalah bagian penting untuk membangun Tuban,’’ Itulah kalimat yang disampaikan Adi Widodo dalam prolog biografinya.
Ya, dia tak datang dari luar Tuban dan juga bukan dari trah konglomerat.
Dia justru datang membawa semangat perubahan dengan program kerja yang terukur agar Bumi Wali mendatang lebih baik.
Adi Widodo, tumbuh sebagai remaja di lingkungan nahdliyin. Dia belajar mengaji di Ponpes Al Balagh Bangilan milik almarhum KH Misbach Musthofa.
Dia juga mengikuti organisasi pencak silat Persaudaraan Setia Hari Terate (PSHT). Dengan berbekal latihan fisik dan kerohanian selama hampir lima tahun, dia disahkan sebagai warga PSHT pada 1993.
Beranjak dewasa, bakat cerdas sudah terlihat sejak dia duduk di bangku SMPN 1 Bangilan dan SMAN 1 Jatirogo. Nilai akademisnya yang baik mengantarkan Adi Widodo ke jurusan fisika (A1) di SMA.
Setelah lulus SMA, dia memutuskan kuliah teknik elektro di Surabaya dan menjadi salah satu mahasiswa yang lulus tercepat. Bahkan, dia sempat mendapatkan beasiswa program pemerintah selama empat semester.
Kini, kembalinya dia ke Tuban adalah panggilan hati; Jika tanah kelahirannya memerlukan tenaga dan pikirannya.
Sudah waktunya sosok muda dari Kecamatan Bangilan muncul dan mengantarkan masyarakat Tuban menjadi lebih baik di masa mendatang.