BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Tiga warga Desa Kunci, Kecamatan Dander, menuntut keadilan. Mereka didampingi belasan tetangga dan keluarganya mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, kemarin(1/10) siang.
Warga merasa iba dengan kondisi menimpa Hartinah, Puji Astutik, dan Guntur. Sebaliknya, korban merasa kesal dengan ulah Kunardi, terdakwa pemalsuan surat. Tindakan terdakwa mengakibatkan tanah milik tiga korban tiba-tiba dieksekusi bank pada 2018. Kunardi membalikkan nama sertifikat tanah itu. Padahal, terdakwa sebagai pengacara ini merupakan tetangga korban.
Yang menyedihkan, Puji Astutik ini mengajak adiknya Pujianto, saat persidangan kemarin siang. Karena disabilitas, Pujianto harus digendong memasuki ruang persidangan.
Hartinah merasa emosional ketika menceritakan kasus yang ia hadapi. Nada suaranya bergetar dan mata berkaca-kaca ketika menceritakan jerih payahnya membeli sepetak tanah pada 2004 silam.
Ia dulu beli sepetak tanah seharga Rp 7,5 juta dari si pemilik sertifikat tanah yang induk atas nama Sastrosentono. Perjuangan menabung uang dengan berkerja sebagai buruh di luar Jawa bahkan Malaysia tiba-tiba dirampas begitu saja.
“Saya ini hanya orang kecil. Dulu gaji saya hanya Rp 25 ribu per bulan, jadi buruh pindah-pindah hingga pernah juga merantau ke luar Jawa maupun Malaysia. Lalu akhirnya tabungan saya bisa beli sepetak tanah tiba-tiba dieksekusi,” jelasnya ditemui di PN Bojonegoro.
Puji Astutik juga merasakan hal serupa. Rasa sedihnya tak terbendung kala berhadapan dengan kasusnya. Keluarga Puji Astutik juga membeli sepetak tanah milik Sastrosentono sebelum Hartinah, sekitar 2002. Ia membelinya seharga Rp 4 jutaan. Ia sangat berharap keadilan bisa ditegakkan.
“Kami semua sedih dan kaget, tiba-tiba tanah kok disita,” ucapnya.
Persidangan dengan agenda putusan sela dimulai sekitar pukul 15.00. Majelis hakim akhirnya memutuskan eksepsi yang diajukan terdakwa ditolak. Sidang selanjutnya pemeriksaan para saksi korban.
Terdakwa sempat mengajukan pengalihan status tahanan rumah. Namun, majelis hakim masih mempertimbangan. Saat sidang berlangsung, terdakwa sebagai pengacara tak tanggung-tanggung didampingi lima penasihat hukum (PH). Atas perbuatannya, terdakwa diancam pasal 266 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya pidana penjara maksimal enam tahun.
Jasmadi, pengacara korban menerangkan, kasus yang dihadapi para korban terbilang menyedihkan. Tiga korban itu merupakan keluarga kurang mampu. Bahkan, dua dari tiga korban itu, anaknya penyandang disabilitas. Ketiga korban menuntut keadilan.
“Karena imbasnya dari dugaan pemalsuan surat itu, tanah yang digarap dan dimiliki tiga korban itu telah dieksekusi oleh bank,” terangnya.
Ketiga korban itu telah membeli dan menggarap sawah yang mana sertifikatnya atas nama Sastrosentono. Satu sertifikat tanah itu sudah dibagi jadi tiga. Namun, sertifikat belum dipecah menjadi tiga. Karena warga kampung menjunjung tinggi asas saling percaya.
Ternyata sekitar 2012 silam, salah satu ahli waris tanah, Riyanto datang ke tempat terdakwa. Dan, minta solusi cara mendapatkan pinjaman dengan jaminan sertifikat. Riyanto pun menyerahkan sertifikat atas nama Sastrosentono kepada terdakwa.
Selanjutnya terdakwa berkomunikasi dengan para petugas di berbagai bank. Sempat mencoba memasukkan permohonan pinjaman di bank, namun ditolak karena penjamin sudah lanjut usia.
“Karena lama tidak ada kelanjutannya, Riyanto meminta sertifikat dari terdakwa. Namun berdalih sertifikat ketlisut (lupa menaruh di mana). Namun, beberapa tahun, pada 2018 itu tanahnya dieksekusi oleh bank dan sudah balik nama atas nama terdakwa,” jelasnya.
Merasa iba, warga Desa Kunci pun melakukan aksi solidaritas. “Sekitar 40 warga Desa Kunci bersolidaritas patungan untuk mengawal kasus ini, uang yang dikumpulkan dari warga itu digunakan untuk ketiga korban tersebut,” ujar Palti Aritonang, salah satu tetangga korban.
Sunaryo Abumain pengacara terdakwa mengatakan, akan mengikuti proses hukum yang berlangsung. Dan berharap permohonan status tahanan dikabulkan. Apalagi, terdakwa sebagai Sekretaris Perkumpulan Pengacara Indonesia (Perari) Bojonegoro.