DUKA tiga korban, yakni Puji Astutik, Hartinah, dan Guntur, belum usai. Mereka justru digugat oleh Kunardi, terdakwa dugaan pemalsuan melalui jalur perdata di Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro.
Tiga korban itu digugat bersama 20 tergugat lainnya selaku ahli waris. Bahkan, terdakwa menggugat 23 orang itu senilai Rp 1,7 miliar. Padahal, tanahnya telah disita pihak bank pada 2018 karena sertifikat tanah semula atas nama Sastrosentono itu dibalik nama menjadi nama Kunardi.
Menurut penasihat hukum (PH) korban, Jasmadi, sertifikat tanah telah dibalik nama itu dijadikan agunan di bank PT PNM (Permodalan Nasional Madani) pada 2013. Terdakwa diketahui meminjam uang Rp 100 juta.
Namun, terdakwa tidak melakukan pelunasan. Sehingga sertifikat dilelang. Saat ini telah ada pihak pemenang lelang atas nama Arif Handoko. “Karena sudah ada pemenang lelang, sehingga tanah itu dieksekusi pada 2018 lalu,” jelas pria yang juga berasal dari Desa Kunci, Kecamatan Dander.
Langkah terdakwa menggugat korban, menurut Jasmadi, itu hanya akal-akalan terdakwa. Karena terdakwa seharusnya bisa membuktikan dulu keabsahan sertifikat tanah tersebut.
Selain itu, 23 orang yang digugat oleh terdakwa ada 2 orang yang sudah meninggal dunia atas nama Kumiati dan Sumiasih. Bahkan, sidang perdata dimulai 4 September 2019 lalu telah berjalan empat kali.
Rencananya hari ini (2/10) akan menjalani sidang kelima dengan agenda pencabutan gugatan penggugat. “Kemungkinan besar gugatan dicabut. Saya kebetulan sempat berkomunikasi dengan penasihat hukum terdakwa apabila eksepsi terdakwa ditolak majelis hakim,” terangnya.
Saat sidang perdata, terdakwa diketahui menggugat para tergugat dengan nilai sengketa sebesar Rp 1,7 miliar. Hal tersebut menurutnya juga sangat tidak masuk akal. Dasar terdakwa menilai kerugian materiil sangat tidak jelas.
Jasmadi berharap kasus ini bisa dikembangkan lebih lanjut atau dibongkar pihak kepolisian. Khususnya para saksi dari pihak desa serta akta jual beli (AJB) Nomor 446 Tahun 2013 sertifikat nomor 32 atas nama terdakwa yang diterbitkan oleh PPAT Eni Zubaidah.
Sementara itu, Jawa Pos Radar Bojonegoro sudah mencoba menghubungi Eni Zubaidah. Namun, saat tersambung, telepon dimatikan.