22.7 C
Bojonegoro
Wednesday, May 31, 2023

Luangkan Waktu Sepuluh Menit untuk Menulis

- Advertisement -

Kesibukan sebagai dosen cukup menyita waktu Winarto Eka Wahyudi. Dia harus menyisihkan waktu untuk menulis tiga karya yang rencananya dirilis tahun ini. 

WINARTO Eka Wahyudi mulai menulis ketika menempuh pendidikan S1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya sekitar 2011. Dia sering menghadiri bedah buku dan melihat para narasumber memaparkan tulisannya. 

Eka juga sering membaca biografi para tokoh seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Gus Dur. Mereka semuanya memiliki karya. 

Dia menyimpulkan bahwa orang hebat itu tidak sekedar pandai di pendidikan atau bidang yang dikuasai, tapi yang bisa memiliki dan menghasilkan karya. “Minimal saya bisa mencontoh dan mendapatkan barokah dari para guru,” ujar dosen kelahiran 9 Maret 1990 itu. 

Setelah menekuni dunia tulis menulis, Eka berusaha menghasilkan karya. Awalnya, dia menulis opini yang diterbitkan salah satu surat kabar. Eka lalu menulis buku yang diterbitkan salah satu ponpes besar di Jawa Timur. Waktu itu dia mengangkat tema yang sedang hangat dibahas, Karya itu jawaban dari kegelisahannya. 

- Advertisement -

Sampai sekarang, Eka sudah menulis dua buku karya solo. Selain itu, dua karya ditulis berdua dengan teman, dan empat buku berbentuk antologi. 

Selama menulis, Eka juga menemukan kendala. Salah satunya, kosongnya inspirasi, gagasan, dan bahan yang akan ditulis. Selain itu, kesibukan dan rutinitas pekerjaannya. 

Dia berusaha memotivasi diri untuk selalu konsisten menulis. Minimal, meluangkan waktu 5 – 10 menit. “Sebenarnya harus memaksakan untuk menulis supaya bisa tetap berkarya,” terang Sekretaris Umum Asosiasi Penulis-Peneliti Islam Nusantara itu. 

Sebagai seorang penulis, dia selalu bangga apabila karyanya bisa dinikmati pembaca. Bagi penulis, kepuasan pembaca menjadi penghargaan yang luar biasa. Eka juga berkeinginan untuk mengajak orang sekitar menulis. Dia sering mengisi pelatihan menulis, baik menulis buku, esai, dan karya tulis lain. 

Bahkan, dia mendirikan penerbitan untuk membantu penulis pemula agar karyanya bisa terbit dan dinikmati pembaca. “Alhamdulillah, banyak teman-teman dosen dan kolega lain yang berhasil menerbitkan karya mereka hasil sharing dengan kami,” tutur dosen yang beralamat di Desa Tawangrejo, Kecamatan  Turi itu. 

Saat ini, ada beberapa draf 3 – 4 naskah buku yang belum diselesaikan. Dia menargetkan bisa tuntas tahun ini. Buku-buku yang sedang ditulis itu banyak mengungkap tentang keislaman, kebangsaan, dan pendidikan. 

Menurut Ketua Program Study Magister Pendidikan Islam, Sekolah Pascasarjana Unisla, itu menulis merupakan bagian dari mengutarakan aspirasi. Kadang bagian dari luapan emosi juga yang dikemas dengan bahasa nyentrik agar lebih mengena ke pembaca. Beberapa karya yang berhasil diterbitkan baik secara pribadi maupun antologi di antaranya berjudul Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Barat, Tokoh Pemuda Indonesia, Teologi Multikultural: Tafsir Tematik Ayat-ayat Multikulturalisme, Pergulatan antara Resistensi dan Adaptasi di Era Kolonial.

Kesibukan sebagai dosen cukup menyita waktu Winarto Eka Wahyudi. Dia harus menyisihkan waktu untuk menulis tiga karya yang rencananya dirilis tahun ini. 

WINARTO Eka Wahyudi mulai menulis ketika menempuh pendidikan S1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya sekitar 2011. Dia sering menghadiri bedah buku dan melihat para narasumber memaparkan tulisannya. 

Eka juga sering membaca biografi para tokoh seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Gus Dur. Mereka semuanya memiliki karya. 

Dia menyimpulkan bahwa orang hebat itu tidak sekedar pandai di pendidikan atau bidang yang dikuasai, tapi yang bisa memiliki dan menghasilkan karya. “Minimal saya bisa mencontoh dan mendapatkan barokah dari para guru,” ujar dosen kelahiran 9 Maret 1990 itu. 

Setelah menekuni dunia tulis menulis, Eka berusaha menghasilkan karya. Awalnya, dia menulis opini yang diterbitkan salah satu surat kabar. Eka lalu menulis buku yang diterbitkan salah satu ponpes besar di Jawa Timur. Waktu itu dia mengangkat tema yang sedang hangat dibahas, Karya itu jawaban dari kegelisahannya. 

- Advertisement -

Sampai sekarang, Eka sudah menulis dua buku karya solo. Selain itu, dua karya ditulis berdua dengan teman, dan empat buku berbentuk antologi. 

Selama menulis, Eka juga menemukan kendala. Salah satunya, kosongnya inspirasi, gagasan, dan bahan yang akan ditulis. Selain itu, kesibukan dan rutinitas pekerjaannya. 

Dia berusaha memotivasi diri untuk selalu konsisten menulis. Minimal, meluangkan waktu 5 – 10 menit. “Sebenarnya harus memaksakan untuk menulis supaya bisa tetap berkarya,” terang Sekretaris Umum Asosiasi Penulis-Peneliti Islam Nusantara itu. 

Sebagai seorang penulis, dia selalu bangga apabila karyanya bisa dinikmati pembaca. Bagi penulis, kepuasan pembaca menjadi penghargaan yang luar biasa. Eka juga berkeinginan untuk mengajak orang sekitar menulis. Dia sering mengisi pelatihan menulis, baik menulis buku, esai, dan karya tulis lain. 

Bahkan, dia mendirikan penerbitan untuk membantu penulis pemula agar karyanya bisa terbit dan dinikmati pembaca. “Alhamdulillah, banyak teman-teman dosen dan kolega lain yang berhasil menerbitkan karya mereka hasil sharing dengan kami,” tutur dosen yang beralamat di Desa Tawangrejo, Kecamatan  Turi itu. 

Saat ini, ada beberapa draf 3 – 4 naskah buku yang belum diselesaikan. Dia menargetkan bisa tuntas tahun ini. Buku-buku yang sedang ditulis itu banyak mengungkap tentang keislaman, kebangsaan, dan pendidikan. 

Menurut Ketua Program Study Magister Pendidikan Islam, Sekolah Pascasarjana Unisla, itu menulis merupakan bagian dari mengutarakan aspirasi. Kadang bagian dari luapan emosi juga yang dikemas dengan bahasa nyentrik agar lebih mengena ke pembaca. Beberapa karya yang berhasil diterbitkan baik secara pribadi maupun antologi di antaranya berjudul Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Barat, Tokoh Pemuda Indonesia, Teologi Multikultural: Tafsir Tematik Ayat-ayat Multikulturalisme, Pergulatan antara Resistensi dan Adaptasi di Era Kolonial.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/