WARUNG kopi “giras” milik Rohman termasuk warung kopi terbesar di desanya. Tempat parkirnya memadai, lokasinya strategis, aneka menu baik makanan maupun minuman tersedia. Di antaranya ada menu nasi pecel, nasi rawon, dan nasi lodeh.
Ragam minuman seperti wedang kopi, jahe, teh, hingga wedang jeruk. Beragam kudapan. Mulai pisang goreng, ote-ote, gimbal tempe, dan makanan ringan camilan. Tempat duduknya diatur sedemikian rupa sehingga konsumen nyaman. Ada yang berbentuk meja kursi sehingga konsumen duduk sambil menghadap kursi dengan leluasa menghadapi aneka menu yang dipesan.
Di samping itu tersedia tempat duduk lesehan agar konsumen leluasa menikmati fasilitas. Warung kopi buka 24 jam itu tersedia fasilitas berupa televisi dan free wifi. Sehingga konsumen kerasan dan nyaman. Mereka tinggal pilih, mau nonton televisi sambil menikmati aneka menu atau menjelajah di dunia maya.
Tidak hanya aneka menu makanan, namun juga menjual aneka menu untuk ‘konsumsi’ HP (handphone) seperti pulsa, paket data, serta chip. Karena itu, para konsumen merasa puas karena segala kebutuhan terpenuhi.
Karena sudah terkenal, warung “giras” didatangi konsumen tidak hanya warga desa, tetapi luar desa pun turut meramaikan dengan menu serba ada itu. “Mas Rohman, kopi satu ya,”pinta Aang sambil menghisap rokok dan duduk lesehan di pojok.
“Jahe merah Mas,”pesan Syauki sambil mencari tempat duduk nyaman.
“Mas, chip 60.000 ya,” ujar Tresno sambil duduk bersandar seraya ngemil keripik.
Malam itu benar-benar ramai sekali pengunjung “giras”. Kursi dan tempat lesehan hampir penuh. Ada hanya sekadar menonton televisi. Ada yang asyik membuat status di Facebook. Ada juga meramaikan grup WhatsApp (WA). Paling banyak main game online domino.
Rohman pun kewalahen melayani para konsumen membeli chip untuk main game online domino.
Ketika Tresno telah terlayani membeli chip, bergegas tancap gas main domino. Saking fokus dan konsentrasinya, aroma kopi panas pun sampai dingin belum diminum. “Kurang ajar, kalah lagi, kalah lagi,” gerutu Tresno sambil memandang HP.
“Tres, gimana? Kalah lagi ta? Sini aku ajari” ledek Yanto.
“He, Yan kamu jangan ngece aku ya. Nanti kalau aku menang, aku akan bersedekah kepadamu. Minta berapa? Kamu tinggal ngomong,” jawab Tresno.
Sementara itu para penggila game online domino lainnya juga khusyuk dengan permainannya. Duduk bersila sambil menundukkan kepala serta pandangan mata tertuju pada HP, jemarinya terus terampil dan memainkan game domino. Begitu chip habis bergegas pesan tidak pakai lama. Jika tidak punya uang. Utang.
“Mas, chip lagi Rp 60.000 ya,” ujar Tresno.
“Tres, kamu sejak kemarin sudah hutang Rp 250.000 ,” tanya Rohman.
“Beres, masa gak percaya. Besok pasti lunas,” janji Tresno.
Hingga dini hari Tresno masih asyik main domino. Perut belum terisi makanan apa pun hanya diisi wedang kopi. Karena perut kosong dan sakit melilit, Tresno pun meninggalkan warung “giras” untuk pulang. Sesampai di rumah dia rebahkan badannya di kamar. Namun mata tak bisa dipejamkan.
Pagi itu, ibunya membangunkan sambil menanyakan sehari semalam kok tidak pulang. “Memangnya kamu sehari semalam kemana saja kok gak pulang ?.’’
Tresno pun tak menjawab sepatah kata. Sambil memegangi perutnya dia merintih kesakitan. “Mak, perutku sakit.”
“Ya itu akibat ngeluyur terus,” sahut ibunya.
”Ayo, bangun, mandi, Salat Subuh.”
“Makanya kamu bangun. Perutmu kosong itu. Ngluyur terus gak ngurusi makan.”
Tresno pun bangun, mandi, salat dan sarapan. Andai dia tidak takut dengan ayahnya, dia tidak akan bangun. Karena dia masih kelelahan pikirannya sehari semalam main game online domino tiada henti hingga lupa makan.
Dengan langkah gontai dan sempoyongan menuju kamar mandi hampir saja dia jatuh. “Tres, kamu mau kemana itu ? Masa sudah lupa dengan kamar mandi. Itu kandang kambing,” tutur ibu dengan rasa jengkel.
Memang saat itu Tresno sudah benar-benar sakit dan staminanya ngedrop. Usai mandi, Treno salat dan sarapan, staminanya berangsur pulih. Dia sempoyongan tak berstamina karena perut kosong serta pikiran galau memikirkan utang chip di warung kopi telah menumpuk.
”Tres, setelah ini kamu kemana ?” tanya ibu sambil mendampinginya sarapan.
“Ya sekolah to Mak.” “Serius ? Jangan-jangan ke warung Rohman main domino ?” ledek ibu.
“Nggak lah Mak, masa aku bohong. Yang penting aku disangoni yang banyak ya.”
Pukul 07.00 Tresno baru berangkat ke sekolah. Sementara teman-temannya sudah berangkat sejak pukul 06.00. Berdandan serta berpakaian seragam semaunya dia mengendarai sepedanya yang sudah tak karoan bentuk bodinya.
Ayahnya geleng-geleng kepala melihat perilaku anaknya. Ayahnya sudah malas menasihatinya. Dalam hatinya yang ada hanya jengkel, jengkel, dan jengkel. “Untung dia anakku, darah dagingku. Andai bukan anakku sudah aku usir dari rumuh ini,” gumam sang ayah saking jengkelnya.
Dasar anak damblek. Berkata bohong sudah makanan sehari-hari. Janji bersekolah tetapi justru ke warung kopi. Janji tidak main domino lagi, tetapi uang sekolah pun untuk beli chip. Sepedanya diparkir di belakang warung kopi agar tidak ketahuan orang.
“Tres, la nggak ke sekolah ta?” tanya Rohman.
“Malas Mas.”
“Pokoknya aku nggak tanggung jawab jika orang tuamu tahu.” “Tenang saja. Aku yang tanggung jawab. Yang penting isi chip Rp 60.000. Nanti aku bayar termasuk yang utang kemarin.”
Rohman pun tak berdaya mendengar jawaban Tresno serbamanis. Kenyataannya bertentangan dengan kata-kata manisnya. Utang Tresno menumpuk hangga ratusan ribu. Itu baru di warung Rohman. Belum lagi di warung kopi lain. Konon katanya utangnya juga menumpuk dimana-mana.
Ayah, ibunya selama ini tidak pernah keluar ke warung tentu saja belum mendengar jika anaknya mempunyai utang menumpuk di warung-warung kopi dan penjual chip. Meski demikian lama-kelamaan terdengar juga ke telinga informasi tentang utang Tresno segunung itu ke telinga orang tuanya. Usut punya usut ternyata utang Tresno jika ditotal mencapai jutaan rupiah.
Rupa-rupanya kesabaran ayah ibunya sudah habis. Rasanya sudah tidak sabar ingin mencari di mana posisi anaknya malam itu. Dari warung kopi satu ke yang lain dicarinya tetapi hasilnya nihil. Karena sudah capek, mereka berdua pulang mengendarai sepeda onthel.
Sesampai di rumah orang tuanya telah mengancam kepada Tresno. Andai pulang malam ini entah apa yang terjadi. Namun, tidak lama kemudian datanglah Tresno mengendarai motor sudah tak karoan bentuk dan bodinya itu. Padahal, sejatinya motor tersebut tergolong masih baru. Begitu memasuki rumah, langsung disambut oleh orang tuanya dengan omelan.
“He Tres, kamu ini dari mana saja ? Ini ada laporan kepada Bapak, katanya kamu selama ini tidak pernah sekolah. Di warung kopi siang malam. Utang chip main domino. Di warung Rohman saja ratusan ribu. Di konter Kusen ratusan ribu. Di temanmu Roehan jualan pulsa, paket data, dan chip juga ratusan ribu. Belum lagi di konter-konter lainnya. Jika aku jumlah jutaan utangmu. Lalu untuk apa utangmu kok segunung itu? Terus apa yang kamu gunakan mengembalikan utang?” tegur ayahnya sambil marah-marah.
Sepatah kata pun Tresno tidak menjawab. Ibunya pun turut ngomel saking jengkelnya selama ini terpendam. “Pokoknya Tres, kalau kamu sudah tidak bisa membayar utangmu, aku pun tidak mau. Bila perlu sepedamu itu kamu jual untuk membayar utangmu. Aku sudah tidak peduli lagi apakah kamu sekolah atau tidak. Aku sudah capek memikirkanmu.”
Suasana rumah mencekam. Anggota keluarga tidak ada yang berani komentar karena sudah takut kalau menjadi sasaran ayah dan ibu. Tresno terus menundukkan kepala dan duduk di kursi menghadapi omelan dan cacian orang tuanya.
Hanya kakeknya berani bersuara guna menengahi kerumitan dalam keluarga. “Sudahlah, aku ini sebagai orang tua, tidak membela sana sini. Hanya menyarankan, sebagai orang tua harus arif dan bijaksana menyikapi permasalahan anak.’’
‘’Tresno juga begitu kamu masih pelajar harus konsentrasi belajar. Jangan main HP terus. Jangan main domino terus. Kalau kamu tidak fokus sekolah, hancur masa depanmu. Kalau kamu ingin hancur masa depanmu, teruskan! Aku sebagai orang tua hanya bisa mengingatkan. Kalau tidak mau, silakan semaumu.”
Akhirnya sekeluarga sama-sama menyadari bahwa dalam berkeluarga tentu ada permasalahan. Tentunya harus disikapi dengan kepala dingin dan dicarikan solusi terbaik. (*)
*Mustofa Efendi, guru SMPN 1 Kanor
*Qoharudin HS, guru SMPN 1 Gayam Bojonegoro