- Advertisement -
BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Kepala Desa (Kades) Kapas nonaktif Adi Saiful Alim pidana penjara tiga tahun enam bulan (3,5 tahun) atas kasus penipuan proyek fiktif. Sehingga penasihat hukum (PH) terdakwa, R. Teguh Santoso saat sidang pledoi atau nota pembelaan, memohon majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro agar terdakwa dibebaskan.
Di dalam pledoinya, Teguh menilai JPU tidak dapat membuktikan di persidangan dalam perkara pidana ini, sebagaimana tertuang dalam tuntutan yakni pasal 378 KUHP. Sebab berdasar fakta persidangan, terdakwa tidak pernah melakukan bujuk rayu terhadap korban berinisial SG.
‘’Terdakwa juga tidak pernah menerima uang apapun dari saksi korban. Justru saksi BDL yang intens berkomunikasi,” ujarnya.
- Advertisement -
Teguh menambahkan ada kesan kasus ini dipaksakan. Sebab, ada dua orang saksi tidak diperiksa saat proses penyidikan. Padahal adanya tawaran proyek irigasi itu datang dari kedua saksi inisial DE dan G mengaku dari Kementerian PUPR Jakarta.
Karena itu, Teguh memohon agar terdakwa dibebaskan. Juga merehabilitasi, memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, kemampuan, dan harkat martabatnya.
Adapun penipuan bermula Mei 2021. Kades Kapas 2019-2025 itu ditemui saksi korban berinisial SG sekaligus pemilik CV. DPG dan saksi BDL selaku mandor di rumahnya. Terdakwa menyampaikan kepada SG bahwa ada proyek pembangunan empat titik saluran irigasi sepanjang 400 meter di Desa/Kecamatan Kapas yang bersumber dari dana desa.
Per 100 meternya, CV milik korban dihargai Rp 135 juta. Selanjutnya, terdakwa meminta fee kepada korban senilai Rp 12,5 juta per titik, jadi total Rp 50 juta. Korban pun sudah memberikan fee Rp 50 juta kepada terdakwa. Sehingga korban memulai pengerjaan proyek itu. (bgs/rij)
BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Kepala Desa (Kades) Kapas nonaktif Adi Saiful Alim pidana penjara tiga tahun enam bulan (3,5 tahun) atas kasus penipuan proyek fiktif. Sehingga penasihat hukum (PH) terdakwa, R. Teguh Santoso saat sidang pledoi atau nota pembelaan, memohon majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro agar terdakwa dibebaskan.
Di dalam pledoinya, Teguh menilai JPU tidak dapat membuktikan di persidangan dalam perkara pidana ini, sebagaimana tertuang dalam tuntutan yakni pasal 378 KUHP. Sebab berdasar fakta persidangan, terdakwa tidak pernah melakukan bujuk rayu terhadap korban berinisial SG.
‘’Terdakwa juga tidak pernah menerima uang apapun dari saksi korban. Justru saksi BDL yang intens berkomunikasi,” ujarnya.
- Advertisement -
Teguh menambahkan ada kesan kasus ini dipaksakan. Sebab, ada dua orang saksi tidak diperiksa saat proses penyidikan. Padahal adanya tawaran proyek irigasi itu datang dari kedua saksi inisial DE dan G mengaku dari Kementerian PUPR Jakarta.
Karena itu, Teguh memohon agar terdakwa dibebaskan. Juga merehabilitasi, memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, kemampuan, dan harkat martabatnya.
Adapun penipuan bermula Mei 2021. Kades Kapas 2019-2025 itu ditemui saksi korban berinisial SG sekaligus pemilik CV. DPG dan saksi BDL selaku mandor di rumahnya. Terdakwa menyampaikan kepada SG bahwa ada proyek pembangunan empat titik saluran irigasi sepanjang 400 meter di Desa/Kecamatan Kapas yang bersumber dari dana desa.
Per 100 meternya, CV milik korban dihargai Rp 135 juta. Selanjutnya, terdakwa meminta fee kepada korban senilai Rp 12,5 juta per titik, jadi total Rp 50 juta. Korban pun sudah memberikan fee Rp 50 juta kepada terdakwa. Sehingga korban memulai pengerjaan proyek itu. (bgs/rij)